Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Analisa Hadis Islam Terpecah dalam 73 Golongan

Dalam kitab-kitab hadis dari jalur Syiah dan Ahlusunah diriwayatkan, Nabi Saw pernah menyatakan bahwa umat sepeninggal Nabi Musa a.s. terbagi menjadi 71 kelompok, umat sepeninggal Nabi Isa a.s. terbagi menjadi 72 kelompok; dan sepeninggalku, umatku terbagi menjadi 73 kelompok. Di antara mereka hanya satu kelompok yang selamat, sebagaimana dari umat Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s., hanya satu kelompok yang selamat.

Para sahabat pun bertanya: “Siapa kelompok yang satu itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kelompok yang berada di atas apa yang aku dan sahabatku di atasnya.”

Sanad Hadis

Sekelompok peneliti muslim menyatakan bahwa hadis tersebut dari sisi sanad tidak dapat dipercaya; di antara mereka adalah Ibnu Hazm. Sekelompok yang lain diam saja dan tidak memberikan komentar positif ataupun negatif; di antara mereka adalah Abul Hasan Asy’ari, Fakhruddin Razi. Dan, kelompok ketiga, adalah yang menerima hadis tersebut dan mereka berusaha menyebutkan 73 kelompok tersebut dan menentukan satu kelompok yang selamat. (Al-Farq baina al-Firaq, hal. 6)

Meski demikian, kemungkinan banyaknya jumlah penukilan hadis tersebut dalam buku-buku Syiah dan Ahlusunah bisa menjadi dalil bahwa dari sisi sanad adalah sahih. Karena itu, harus dilakukan penelitian pada pengertian dan objeknya. Hal ini akan menjadi jelas pada dua pembahasan berikut.

Kelompok yang Mana dan Kapan?

Pertanyaan pertama terkait objek hadis tersebut ialah kelompok Islam mana yang masuk dalam 73 kelompok tersebut? Kalau maksudnya adalah kelompok asli dan inti, jumlahnya kurang dari tujuh puluh tiga kelompok. Jika yang dimaksud adalah berbagai pecahan dan cabang yang muncul dari sebuah kelompok asli maka jumlahnya lebih banyak dari tujuh puluh tiga kelompok. Terdapat beberapa jawaban atas pertanyaan ini; dan kami akan menyebutkan dua darinya.

Baca: 6 Kebiasaan Buruk yang Menjadi Sumber Perpecahan di Tengah Umat Islam 

[1] Maksud dari bilangan 73 bukanlah jumlah sebenarnya [dari kelompok-kelompok Islam], tetapi bilangan itu merupakan bentuk kiasan dari banyaknya kelompok yang muncul di dunia Islam sepeninggal Nabi Saw. Sebagaimana maksud dari bilangan 70 dalam ayat ke-80 surah al-Taubah, bahwa orang-orang munafik sama sekali tidak akan memperoleh ampunan Allah Swt. Dan pengertian sejati dari bilangan tersebut bukan merupakan maksud dan tujuannya.

“….Kendati kamu memohonkan ampun bagi mereka 70 kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka.” (QS. al-Taubah: 80)

Tetapi, redaksi riwayat yang pertama-tama menyebutkan jumlah kelompok umat Yahudi dan Nasrani, dengan bilangan 71, 72, dan kemudian 73 untuk kelompok umat Islam, tidak sesuai dengan penjelasan tersebut di atas. (Buhuts fi al-Milal wa al-Nihal, 1/35)

[2] Kesalahan yang dilakukan para penulis buku agama dan aliran dalam menerapkan hadis ini pada kelompok Islam ialah menisbahkan hadis tersebut pada kelompok-kelompok yang muncul sebelum mereka, yakni pada sekitar abad ketiga kemunculan Islam. Padahal hadis ini menjelaskan, bahwa munculnya perpecahan di tengah umat Islam itu tidak ditentukan waktunya. Karena itu, kelompok yang digambarkan melalui jumlah bilangan dalam hadis itu ada kemungkinan muncul di sepanjang kehidupan umat Islam.

Dengan penjelasan, bahwa pada setiap abad atau era muncul suatu kelompok, yang dari kelompok itu kemudian muncul berbagai pecahan dan cabang. Hasilnya, muncul 73 kelompok asli, dan masing-masing memiliki berbagai cabang dan pecahan. Setiap hadis yang sanadnya dapat diterima, dan benar-benar berasal dari Nabi Saw, tentu visinya akan terungkap/terjadi dan perumpamaan yang diberikan bisa menjadi penjelasan yang dapat diterima. Meskipun, upaya menentukan secara pasti objek hadis tersebut dan usaha mengetahui kelompok asli dan pecahannya merupakan perkara yang tidak mungkin dapat dilakukan. (al-Farq baina al-Firaq, hal. 7)

Manakah Kelompok yang Selamat?

Dalam pengertian kalimat hadis 73 kelompok, satu kelompok selamat dan sisanya masuk neraka, menimbulkan beberapa pertanyaan. Di antaranya, manakah kelompok yang selamat? Berkaitan dengan hadis-hadis yang menjelaskan kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah) dijelaskan dengan dua petunjuk berikut:

[1] Al-Jama’ah:

“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 71 kelompok, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 kelompok; 72 di neraka, dan satu kelompok di surga; merekalah al-Jama’ah.”

Maksud dari kata al-jama’ah adalah: pertama, seluruh umat Islam yang merupakan lawan dari kelompok Yahudi, Nasrani dan kelompok-kelompok non-Islam (Syahristani menafsirkan kata al-jama’ah dengan kesepakatan masyarakat pada syariat dan sunah, al-Milal wa al-Nihal, 1/38-39); kedua, mayoritas kaum muslim di hadapan minoritas. Tetapi keduanya tidak dapat diterima. Karena perumpamaan bentuk pertama meniscayakan seluruh muslimin termasuk kelompok yang selamat, dan masalah ini bertentangan dengan redaksi hadis. Dan, perumpamaan bentuk kedua juga tidak benar. Hanya mayoritas saja, tidak dapat dijadikan dalil dan tolok ukur kebenaran, mengingat di sepanjang sejarah, yang terjadi justru sebaliknya; yang menentang para nabi justru dari kelompok mayoritas.

Baca Berbagai Aliran Islam di Masa Imam Jakfar Shadiq a.s.

Sebagaimana dijelaskan Alquran bahwa mayoritas manusia adalah pelaku penyimpangan.

“…dan sebagian besar (mayoritas) manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS. Yusuf:103)

“…dan sebagian besar (mayoritas) dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan sembahan lain).” (QS. Yusuf [12]:106)

Juga, kalimat berikut:

“Tetapi kebanyakan (mayoritas) manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21)

“…dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba [34]:13)

Lebih dari itu, tolok ukur mayoritas (sebagian besar, kebanyakan) menghadapi berbagai kendala, karena sepanjang sejarah mazhab dan kelompok, mayoritas dan minoritas ternyata mengalami perubahan.

[2] Ma ana alaihi wa ashhabi (kelompok yang berada di atas apa yang aku dan sahabatku di atasnya). Redaksi kalimat ini tidak menunjukkan sesuatu selain agama dan syariat Islam. Dengan demikian, tidak dapat dijadikan sebagai neraca dan tolok ukur untuk mengetahui dan menentukan kelompok yang selamat, karena setiap kelompok mengaku ajarannya sesuai dengan syariat Islam dan sunah Nabi Saw. Sebagaimana pengarang al-Manar menyatakan: “Sampai kini, kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah) yakni kelompok yang mengamalkan tuntunan Nabi Saw dan para sahabatnya telah menjadi jelas, karena masing-masing kelompok mengklaim ajaran mereka sesuai dengan ajaran Nabi dan para sahabat.” (al-Manar, 8/221-222)

Hadis Bahtera (Safinah) dan Jalan Keselamatan

Dalam hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur Syiah dan Ahlusunah, Ahlulbait dan keluarga Nabi Saw diumpamakan dengan sebuah bahtera (safinah), Hakim dalam al-Mustadrak, meriwayatkan dari Abu Dzar dalam keadaan tangannya berpegangan pada Kabah berkata: “Saya mendengar dari Rasulullah saw yang bersabda:

“Sesungguhnya perumpamaan kedudukan Ahlulbaitku di tengah kalian, bagaikan bahtera Nuh di tengah kaumnya; barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan barang siapa yang meninggalkannya akan tenggelam.” (al-Mustadrak ala al-Shahihain, 3/151)

Ibnu Hajar menjelaskan pengertian hadis tersebut sebagai berikut: “Bentuk perumpamaan antara Ahlulbait Nabi Saw dengan bahtera Nuh adalah barang siapa yang mencintai mereka dan mengagungkan mereka, dan memperoleh petunjuk. dari para ulama Ahlulbait maka dia akan selamat dari kegelapan penentangan terhadap kebenaran. Dan, barang siapa yang berpaling dari mereka maka akan tenggelam dalam lautan ingkar kepada berbagai kenikmatan Allah dan binasa karena melampaui batas.” (al-Shawa’iq al-Muhriqah, hal. 151)

Hadis al-Tsaqalain dan Jalan Keselamatan

Selain Hadis Safinah, ada hadis al-Tsaqalain -termasuk hadis mutawatir- yang menjelaskan jalan keselamatan; yaitu [dengan] mengikuti keluarga dan Ahlulbait Nabi saw. Yang menarik adalah seorang dari ulama Ahlusunah bernama Hafidz Hasan bin Muhammad Shamghani (w. 650 H) dalam bukunya, al-Syams al-Munirah, setelah menukil hadis perpecahan umat (iftiraq al-ummah), di mana kaum muslim menginginkan agar Rasulullah Saw menjelaskan tentang kelompok yang selamat tersebut sehingga mereka dapat mengikuti kelompok tersebut, lalu Nabi Saw bersabda:

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang berat (berharga) yang sekiranya kalian berpegang pada keduanya maka sepeninggalku kalian tidak akan pernah tersesat untuk selamanya; yaitu Kitabullah (Alquran) dan keluargaku Ahlulbaitku, dan sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah hingga [keduanya] datang kepadaku di al-Haudh (telaga al-Kautsar).”

*Disarikan dari buku Kalam Islam, Kajian Teologis dan Isu Kemazhaban – Ali Rabani Gulpagani

No comments

LEAVE A COMMENT