Tawakal memberi kekuatan dan menghindarkan pengaruh negatif secara psikologis saat seseorang menghadapi kegagalan. Orang tersebut yakin bahwa Tuhan berkuasa memberikan fasilitas yang mendukung keberhasilannya. Tuhan lebih mengetahui urusan yang terbaik baginya. Karena itu, ia menerima kegagalan sebagai hal yang terbaik tanpa beban psikologis. Kedekatan dengan Tuhan sebagai pemilik kekuasaan mutlak merupakan tingkatan tertinggi dalam proses perkembangan sesorang. (Baca sebelumnya: Alquran Mengajarkan Manajemen Stres?-1)
Kedekatan ini menghasilkan penyerahan sepenuhnya urusan manusia kepada Sang Pencipta sembari terus menjalankan kewajibannya. Maka segala sesuatu yang terjadi akan menyenangkan serta didasari keyakinan bahwa Tuhan akan melakukan hal terbaik bagi dirinya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS At-Talaq: 2&3)
Ketidakseimbangan perilaku dihasilkan dari disharmoni pikiran dan perasaan individu yang menyebabkan kerusakan bagi ruh.
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (Qs An-Nahl: 99)
Ayat ini menunjukkan bahwa sandaran yang kuat seperti iman dan tawakkal bagaikan benteng dihadapan gangguan psikologis, kesulitan dan musibah. Peneliti melaporkan bahwa manajemen stres berbasis tawakkal juga menjadi sumber dan pendukung untuk memaknai hidup secara positif. Hal ini akan memudahkan sebagian besar orang dalam manajemen stres berikutnya dan bermanfaat bagi kesehatan. Dengan membangun harapan, tawakkal akan membantu seseorang berpikir positif dan menyebabkan ketenangan jiwa. Keyakinan akan keberadaan Tuhan yang mengatur segalanya dan selalu melindungi hamba-Nya dapat mengurangi kecemasan hingga tahap tertentu. (Baca: Doa Imam Zainal Abidin untuk Menghilangkan Kecemasan)
- Keyakinan pada takdir Allah
Keyakinan terhadap takdir Ilahi merupakan tingkatan iman yang tinggi dalam ajaran Islam.
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (QS At-Taubah: 51)
Keyakinan ini menolong seseorang ketika berhadapan dengan kesulitan. Keyakinan akan kepastian takdir menjauhkan seseorang untuk mencela dan menyalahkan dirinya. Rasa puas dengan apa yang terjadi memudahkan penyesuaian diri terhadap kondisi yang dihadapi.
- Keyakinan Tuhan sebagai Pemberi Rezeki
Orang mukmin tidak takut berkaitan dengan rezekinya, karena ia yakin bahwa Tuhan lah satu-satunya Pemberi Rezeki. Mukmin juga tidak takut terhadap kemiskinan dan rida dengan sedikitnya harta yang dimaknai sebagai takdir Ilahi.
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS Az-Zariyat: 58)
- Keyakinan akan keadilan Tuhan
Keyakinan akan keadilan Tuhan berpengaruh banyak dalam perspektif positif seseorang terhadap dunianya. Keyakinan ini menghasilkan ketenangan psikologis secara umum.
قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَىٰ كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَىٰ
Musa berkata: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.(QS Taha: 50)
Islam mengajarkan Allah Swt sebagai Pencipta dan Poros segala keberadaan. Dialah yang menciptakan semua makhluk dan menyampaikan seluruh kebaikan kepada hamba-Nya. Orang mukmin meyakini terjadinya segala sesuatu berdasarkan hikmah dan Sang Khalik tidak akan berbuat zalim kepada makhluk-Nya. Demikianlah mereka memaknai dunia dan manusia tidak diciptakan tanpa tujuan mulia. (Baca: Akhlak Mulia -1)
2. Pendekatan Afeksi
Manusia secara fitrah mencari Sembahan sebagai tempat berlindung abadi. Namun kadang ia menghabiskan waktunya pada hal yang artifisial. Karena itu, ia tidak meraih kebutuhan hakiki dan tidak terbebas dari kecemasan serta ketidakseimbangan psikologis. Islam memperkenalkan manusia sebagai keberadaan yang memahami bahwa keberhasilannya hanya diperoleh dari Tuhan.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Ra’d: 28)
Ketika menyebut nama-Nya seorang muslim akan merasa dekat dengan Tuhan dan berada dalam lindungan-Nya. Hal ini akan menyebabkan terbangunnya rasa percaya diri, kuat, nyaman, dan tenang. Seluruh aktivitas ibadah tak lain merupakan bentuk dari zikir kepada Allah yang memuji-Nya. Saat bersedih orang membutuhkan penawar duka dan pemberi ketenangan yang dapat diperoleh dengan mengingat Sang Khalik. (Baca: Menciptakan Suasana Surgawi di Rumah)
Mengingat Tuhan juga memiliki berbagai pengaruh lainnya. AlQuran dalam surah Taha ayat 124:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Mengingat Allah akan mencegah orang dari kecenderungan stres dan mengalihkan perhatiannya dari kesenangan duniawi kepada Tuhan semesta alam. Dengan demikian, orang tidak akan melihat kenyataan hidup sebagai kesulitan yang memicu stres. Sebaliknya, orang yang melupakan Tuhan hatinya terpikat pada dunia dan selalu mencari kesenangan. Orang seperti ini selalu resah dan merasa di bawah tekanan.
Sebagian dari dokter meyakini bahwa doa memiliki pengaruh dalam proses penyembuhan penyakit dan termasuk salah satu metode therapi. Ketika menghadapi kesulitan manusia mencari perlindungan dari kekuatan supra natural. AlQuran dalam surah Yunus ayat 12:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri,
Doa merupakan salah satu bentuk permohon pertolongan-Nya yang dengan itu manusia mendapatkan kekuatan secara psikologis. Doa tak lain adalah upaya menghadapkan diri kepada-Nya, memohon, dan memutuskan hubungan kepada selain-Nya. Berdoa dan merendahkan diri di haribaan Ilahi dapat mengurangi tingkat kecemasan, karena orang mukmin mengetahui firman-Nya:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS Al-Mukminun: 60)
Shalat termasuk salah satu upaya mencari pertolongan dari Allah Swt dengan ritual yang ditentukan. Ketika berdiri untuk memulai shalat dan fokus mengingat-Nya, kita akan berpaling dari tekanan kesulitan menuju ketentraman. Ruh yang menguat karena shalat memberikan rasa tenang kepada seseorang sebagaimana etika shalat mengajarkan ketenangan kepada manusia. Setiap bacaannya yang mengingat kebesaran dan pertolongan Allah sangat membantu memberikan rasa tentram. (Baca: SafinahQuote: 4 Perkara Membantu Beramal)
Setelah shalat seseorang segera menghadap Tuhan dengan memanjatkan doa-doa yang membantunya terus berada dalam suasana tenang. Mengadukan segala kesulitan dan kepedihan kepada Tuhan akan membebaskannya dari kecemasan sehingga mendapatkan ketenangan psikologis. AlQuran surah Al-Baqarah ayat 153:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Dikisahkan bahwa ketika Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menghadapi kesulitan, ia akan melakukan shalat kemudian menyelesaikan masalahnya sambil membaca ayat tersebut di atas.
Abraham Maslow menyatakan bahwa aktualisasi diri merupakan kebutuhan puncak manusia setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi. Orang biasa hanya termotivasi memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan mereka yang istimewa mengejar kesempurnaan diri. Shalat dapat dimaknai sebagai jalan tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi. Dengan demikian dapat dipahami bagaimana shalat memberi ketenangan batin dan kekuatan menghadapi stres.
Bersambung…
Baca selanjutnya: “Bagaimana AlQuran Mengajarkan Manajemen Stres? (Bagian 3)“