Perbuatan Baik Nabi saw. Kepada Orang Tua Asuh
Setelah ASI Siti Aminah tidak lagi mencukupi untuk menyusui Nabi saw., Abdul Muthalib menyerahkan Nabi kepada seorang ibu susu yang sangat penyayang. Wanita-wanita sebagai ibu susu dan pengasuh anak dari Kabilah Bani Sa’ad saat itu sangat terkenal yang pada waktu-waktu tertentu datang ke Makkah mencari anak susu dan anak asuh untuk dibawa bersama mereka.
4 bulan setelah kelahiran Nabi saw., wanita-wanita dari Kabilah Bani Sa’ad datang ke Makkah. Saat itu paceklik sedang melanda Jazirah Arab. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan bantuan pembesar-pembesar Makkah. Akhirnya, seorang ibu susu bernama Halimah menerima Muhammad, cucu Abdul Muthalib. (Baca: Seorang Nabi Tidak Mungkin Salah)
Abdul Muthalib bertanya, “Siapa namamu dan dari Kabilah mana kamu berasal?”
“Halimah dari Kabilah Bani Sa’d,” jawabnya.
Mendengar nama dan asal kabilahnya, Abdul Muthalib sangat senang dan berkata, “Bagus! Ada dua sifat baik di balik namamu dan kabilahmu: namamu menunjukkan kasih sayang dan kesabaran, sedangkan arti nama kabilahmu adalah kebahagiaan.”
Pengasuh Nabi saw. yang penyayang ini menjaga beliau selama 5 tahun. Selama itu Halimah berusaha mendidik dan memberikan yang terbaik untuk Nabi. Setelah itu Halimah membawa beliau saw. kembali ke Makkah dan menyerahkan kepada sang kakek, Abdul Muthalib. (Baca: Doa Imam Zainal Abidin Untuk Kedua Orang Tuanya)
Nabi saw. di rumah Halimah mempunyai beberapa saudara lelaki dan perempuan, serta ayah asuh yang bernama Haris bin Abdul Uzza.
Bertahun-tahun berlalu dari peristiwa itu, hingga Nabi saw. diangkat menjadi nabi. Pada suatu hari, Nabi saw. sedang duduk di atas jubah beliau. Tiba-tiba suami Halimah datang ke hadapan beliau. Mengingat kasih sayangnya dahulu, Nabi saw. bangkit dan memberikan penghormatan khusus. Beliau saw. mempersilahkannya duduk di atas jubah. Tidak lama kemudian, Halimah juga datang. Beliau saw. melebarkan jubah dan mempersilahkan duduk di atasnya. Selain itu, Nabi saw. juga menunjukkan sikap sayang dan penghormatan kepada ibu asuh beliau.
Saat itu Haris masih belum masuk Islam. Namun karena ucapan dan perilaku Nabi saw. telah berpengaruh besar dalam hatinya, saat itu juga cahaya iman memancar dari dalam hatinya dan akhirnya ia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Nabi saw.
Imam Sajjad a.s. dan Birrul Walidain
Menghormati dan berbuat baik kepada kedua orang tua harus kita pelajari juga dari para imam suci kita a.s. Meskipun mereka memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan Ilahi, namun mereka tetap mengingat kedua orang tua mereka.
Diriwayatkan bahwa Imam Sajjad a.s. setiap hari melakukan shalat empat rakaat yang dua rakaatnya dihadiahkan kepada ayah dan dua rakaat lainnya untuk ibunya. Berkenaan dengan hal tersebut, Imam Sajjad a.s. berkata, “Di antara hak orang tua yang harus ditunaikan oleh anak adalah tidak melalaikan mereka setelah kematian mereka.”
Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Menghapus Dosa
Imam Shadiq a.s. meriwayatkan sebuah riwayat yang menarik tentang birrul walidain:
Seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata, “Aku memiliki seorang bayi perempuan dan aku membesarkannya. Saat ia sampai pada usia baligh aku memakaikan pakaian dan mendandaninya kemudian aku membawanya ke pinggir sebuah galian lalu mendorongnya hingga terjatuh ke dalam. Ucapan terakhir yang aku dengar darinya ketika ia mengatakan, “Ayah! Apakah kafarat (denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau melanggar janji) dari perbuatan buruk ini nantinya?”
Lalu Nabi saw. bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu yang masih hidup?”
“Tidak,” jawabnya.
“Apakah engkau masih memiliki bibi dari ibu yang masih hidup?”
“Ya, ada,” jawabnya.
Nabi saw. bersabda kepadanya, “Berbuatlah baik kepadanya, karena ia sebagai pengganti dari ibumu. Perbuatan baik kepadanya itulah sebagai kafarat dari perbuatan buruk yang telah engkau lakukan dahulu.”[*]
Baca Juga: Nasihat Imam Ja’far Shadiq as. tentang Berzikir