Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kisah Nabi Muhammad saw. dan Nabi Musa as. Tentang Ibu

“Saya… Saya… Saya…,” suara riuh anak-anak ketika ditanya siapa yang sayang ibunya. Alhamdulillah, kita semua sayang ibu.

Namun apakah cukup dengan pengakuan dan ucapan saja? Tentu tidak, kita harus berusaha membahagiakan ibu, berbakti kepadanya, dan membuatnya senantiasa meridhai kita karena ridha Allah swt berada pada keridhaan ibu. Ridha seorang ibu bisa membawa anak mencapai derajat para nabi dan sebaliknya kemurkaan seorang ibu dapat mempersulit seorang anak menghadapi kematian.

Nah adik-adik yuk kita simak kisah tentang ridha dan doa seorang ibu kepada anaknya di bawah ini:

1- Akibat Tidak Menghormati Ibu

Suatu hari Nabi saw. sedang berada di sisi anak muda yang sedang menghadapi kematian. Beliau berkata, “Ucapkan La Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah).” Namun lidah pemuda itu kelu, tidak dapat mengatakan itu. Nabi bertanya kepada seorang wanita yang berada di sebelah pemuda itu, “Apakah pemuda ini masih memiliki ibu?” (Baca: Ibuku Seorang Nasrani, Ya Imam!)

“Ya, akulah ibunya,” jawabnya.

“Apakah engkau tidak meridhainya?” tanya Nabi saw.

Ia menjawab, “Ya, sudah 6 tahun ini aku tidak berbicara dengannya.”

Nabi berkata, “Aku ingin supaya saat ini engkau meridhai anakmu ini.”

Sang ibu menjawab, “Semoga Allah dan Anda sebagai utusan-Nya meridhainya.”

Dengan demikian sang ibu menyatakan keridhaannya. Saat sang ibu memberikan restunya, pemuda tersebut mengucapkan, “La Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah).”

Kemudian Nabi saw. bertanya kepada pemuda itu, “Apa yang engkau lihat saat ini?”

“Aku melihat satu sosok berwajah hitam, buruk rupa, berpakaian kotor dan bau saat ini datang mendekat dan mencekik leherku,” jawab pemuda itu. (Baca: Bagaimana AlQuran Menjelaskan Ciri-ciri Seorang Ibu? – 1)

Nabi saw. berkata, “Ucapkan ‘Wahai Zat yang menerima amal yang sedikit dan mengampuni dosa-dosa yang banyak! Terimalah amalan yang sedikit ini dariku dan ampunilah dosa-dosaku yang banyak! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Penyayang.’”

(یَا مَنْ یَقْبَلُ الیَسِیْرَ وَ یَعْفُوْ عَنِ الْکَثیْرِ، اِقْبَلْ مِنِّی الْیَسِیْرَ وَ اعْفُ مِنِّی الْکَثِیْرَ، اِنَّکَ اَنْتَ الْغَفوْرُ الرَّحِیْمُ)

Setelah pemuda itu mengucapkan doa tersebut, Nabi saw. kembali bertanya, “Kini apa yang engkau saksikan?”

Ia menjawab, “Aku menyaksikan satu sosok berwajah putih bersih, tampan, harum, berpakaian rapi datang mendekat, sedangkan sosok berwajah hitam tadi memalingkan diri dan menjauh.”

Kemudian Nabi saw. berkata, “Baca dan ucapkan berulang kali doa tersebut!”

Ia pun melakukannya. Nabi bertanya, “Kini apa yang engkau lihat?”

Ia menjawab, “Aku tidak lagi melihat sosok hitam menyeramkan. Aku hanya melihat sosok berwajah putih penuh cahaya yang datang mendekat.”

Kemudian pemuda tersebut meninggal dunia dalam kedamaian dan ridha ibu.

2- Balasan Berbakti kepada Ibu Sederajat dengan Para Nabi a.s.

Suatu hari Nabi Musa a.s. dalam sebuah munajat kepada Tuhannya berseru, “Ya Allah! Aku ingin melihat orang-orang yang akan menemaniku di surga.”

Lalu Jibril turun kepada Nabi Musa a.s. dan menjawab, “Wahai Musa! Di antara orang-orang yang akan menemanimu di surga kelak adalah si polan, salah seorang penjual daging di suatu daerah.”

Lalu Nabi Musa a.s. pergi ke daerah yang disebut dan mendapati penjual daging tersebut adalah seorang pemuda.

Saat sore menjelang, pemuda penjual daging itu membawa sepotong daging dan pulang menuju rumahnya. Nabi Musa a.s. mengikutinya hingga ke depan pintu rumahnya. Kemudian Nabi Musa a.s. berkata, “Apakah kamu tidak ingin kedatangan tamu?” (Baca: Nabi Isa a.s. dan Natal)

Pemuda itu menjawab, “Silahkan, selamat datang!” Lalu ia mempersilahkan beliau a.s. masuk rumah.

Nabi Musa a.s. melihat pemuda itu menyiapkan makanan lalu menurunkan satu pembaringan dari atas. Ternyata di dalamnya terdapat seorang perempuan tua. Pemuda itu mengeluarkan perempuan tua itu, memandikan dan menyuapinya dengan tangannya sendiri.

Setelah itu, ketika sang pemuda ingin mengembalikan pembaringan ke tempat semula, perempuan tua itu mengucapkan beberapa kata tidak jelas dan tidak dapat dipahami. Kemudian pemuda itu membawa hidangan ke hadapan Nabi Musa a.s. untuk mereka santap.

“Bagaimana kisahmu dengan perempuan tua ini?” tanya Nabi Musa a.s. ingin tahu.

Anak muda itu menjawab, “Perempuan tua ini adalah ibuku. Karena aku tidak memiliki biaya lebih untuk membeli seorang budak atau membaya pembantu untuk menjaga dan merawatnya, aku sendiri yang berkhidmat dan merawatnya seperti yang Anda saksikan sendiri barusan.”

Nabi Musa a.s. bertanya, “Apa yang diucapkan ibumu tadi setelah kamu memandikan dan menyuapinya?”

Sang pemuda menjawab, “Setiap kali selesai aku memandikan dan menyuapinya, ia berdoa, “Semoga Allah memberikan ampunan bagimu dan menjadikanmu salah seorang yang menemani Musa di surga pada hari kiamat kelak.””

Nabi Musa a.s. berkata, “Wahai pemuda! Aku berikan kabar gembira kepadamu bahwa Allah swt telah mengabulkan doa ibumu untukmu. Jibril mengabarkan kepadaku bahwa engkau akan menemaniku di surga kelak.”[*]

Baca: “Perjalanan Salman Menemukan Nabi saw.

 

No comments

LEAVE A COMMENT