Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Ibadah, Pemuas Dahaga Jiwa

Ajaran Islam sebagai syariat Allah yang suci, sangat memerhatikan seluruh aspek manusia, jasmani dan rohaninya, fisik dan batinnya, logika dan emosinya, serta aspek individual dan sosialnya. Tidak ada satu pun yang luput dari pantauannya. Bahkan, Islam membimbing manusia untuk mengembangkan seluruh aspek itu sesuai dengan prinsip yang benar. (Al-Insan fi al-Qur’an, hal. 283)

Islam sangat memerhatikan perkembangan pemikiran manusia secara bebas, dan memerangi segala sesuatu yang membunuh kebebasan itu, seperti taklid buta terhadap para ulama terdahulu, manut pada pendapat mayoritas, dan hal-hal serupa lainnya.

Lebih jauh, Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk senantiasa memelihara semangat, menundukkan diri, Dan membebaskan jiwa dari nafsu dalam rangka melaksanakan ibadah dan hukum Islam. Islam juga mendorong tumbuhnya kesadaran untuk mencari kebenaran, mencari ilmu pengetahuan, membangun kepekaan moral, mendidik cita rasa keindahan, dan mengukuhkan motivasi ibadah. (Al-Insan fi al-Qur’an, hal. 285)

Baca: Aspek Pendidikan dalam Ibadah

Jadi, satu hal yang mesti kita perhatikan dan kita tanamkan dalam diri kita dan keluarga kita adalah kesadaran beribadah dalam arti yang sebenarnya. Ibadah bukan hanya berdiri, merunduk, duduk, dan bersujud tanpa menyadari hakikatnya dan tanpa memahami arti kenikmatan spiritual, apa tujuan munajat dan doa, apa maksud merendahkan diri di hadapan Allah, dan kenapa harus memusatkan seluruh kesadaran hanya kepada Allah sehingga tak ada sesuatu pun yang terlintas dalam hati selain Dia. Ibadah juga bukan hanya puasa di bulan Ramadan dari fajar hingga tenggelam matahari. Maka, tak ada pilihan lain kecuali segera membangun kesadaran ini dalam diri kita sehingga kita mampu menegakkan salah satu pilar pendidikan Islam. (Ta’lim wa Tarbiyat Dar Islam, hal. 345)

Semua nabi pembawa syariat menyerukan seruan utama mereka, menyembah Allah Yang Esa, bukan selain-Nya. Tidak satu pun ajaran nabi yang meluputkan seruan ini. Seperti kita ketahui, syariat Islam memandang ibadah sebagai salah satu pilar utama. Dan sesungguhnya seluruh bentuk ibadah bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia. Ia diturunkan oleh Allah sesuai dengan kemaslahatan hidup mereka. Bahkan, ibadah adalah jantung kehidupan itu sendiri. Terlebih lagi, pelbagai ritual yang ditetapkan Islam memiliki ciri sosial yang sangat kuat sehingga ibadah yang bersifat personal sekalipun pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi tuntutan kehidupan itu.

Salat, ritual yang paling paripurna untuk menunjukkan penghambaan diri kepada Allah misalnya, berfungsi untuk membentuk sifat dan kepribadian tertentu. Orang yang hendak menunaikan salat di satu sudut terpencil sekalipun tetap dituntut untuk melakukan beberapa kewajiban moral dan sosial, harus menjaga kebersihan, menghormati hak orang lain, menjaga waktu, mengetahui arah kiblat, mengasah kepekaan, menebarkan kedamaian kepada sesama hamba Allah yang saleh, dan lain-lain.

Dari pelbagai bentuk perbuatan manusia, ibadah tetap bertahan dari zaman ke zaman, tak punah dan tak pula berubah. Mengapa? Karena ibadah merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup manusia. Lalu, apakah makna ibadah?

Kata ibadah biasanya mengacu pada suatu keadaan ketika manusia secara batiniah menghadap kepada Sang Hakikat yang menciptakan dirinya. Ia melihat dirinya berada di bawah kekuasaan cinta-Nya. Ibadah mengandaikan sebuah perjalanan manusia dari dirinya sendiri sebagai makhluk menuju Khalik. Walaupun manfaatnya tidak terasa langsung, ibadah tetap merupakan kebutuhan rohani manusia yang jika ditinggalkan akan menimbulkan kegalauan dan hilangnya keseimbangan. Perumpamaannya seperti tidak seimbangnya pundi-pundi atau benda-benda lainnya yang ditaruh di atas pelana hewan tunggangan ketika sisi yang satu lebih berat dari yang lain.

Kehampaan jiwa akan mengakibatkan banyak hal seperti tekanan batin, guncangan jiwa, dan hilangnya keseimbangan. Orang yang menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk beribadah tanpa memedulikan tuntutan dan kewajiban hidup lainnya, pasti akan tertekan, galau, dan gelisah. Sebaliknya, orang yang terus tenggelam di segara kesenangan duniawi, tanpa memerhatikan sisi batiniah dan sudut terdalam rohaninya, pasti tidak akan tenang. Jiwanya akan terus tersiksa.

Fakta di atas menegaskan satu hal, ibadah adalah kebutuhan manusia yang tak terelakkan. Penyakit jiwa yang saat ini merajalela di seluruh penjuru dunia adalah karena manusia mengabaikan kebutuhan ibadah ini. Jumlahnya tak dapat kita duga, tetapi begitu jelas dan nyata. Tanpa menafikan yang lain, salat adalah obat yang andal sepanjang zaman. Sebagaimana olah raga penting bagi kesehatan, begitu pula air dan udara yang bersih, serta makanan yang sehat, salat merupakan kebutuhan yang niscaya bagi kesehatan manusia.

Mungkin Anda tidak menyadari, seseorang yang meluangkan waktu satu jam saja dalam sehari untuk bermunajat kepada Tuhan, pada batas tertentu ia pasti merasa ruh dan jiwanya bersih. Betapa munajatnya itu mampu memberinya kesucian hati dan ketenangan jiwa, serta meluruhkan kotoran-kotoran batin dan berbagai sifat negatif dalam dirinya. (Al-Islam wa Mutathallabat al-‘Ashr, hal. 282)

Manusia akan merasakan kesucian hati dan ketenangan jiwa ketika beribadah karena ibadah merupakan rahasia penciptaan. Manusia diciptakan oleh Allah Swt agar mereka menyembah kepada-Nya dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Jadi, ia wajib tunduk-patuh pada perintah-Nya. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku.” (QS. al-Dzariyat: 56)

Manusia harus senantiasa beribadah dan mengingat Allah. Jika ia melupakan Tuhannya, berarti ia melupakan dirinya. Ia tidak menyadari siapa dirinya sebenarnya, untuk apa diciptakan, dan ke mana akan berpulang?

“Dan janganlah kamu seperti mereka yang melupakan Allah maka Dia akan membuat mereka lupa akan diri mereka sendiri.” (QS. aI-Hasyr: 19)

Kewajiban ibadah kepada Tuhan itu harus dilaksanakan manusia karena mereka sudah terikat kontrak perjanjian dengan Tuhan. Allah berfirman: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan telah menyesatkan sebagian besar di antaramu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 60-62)

Ayat-ayat di atas berbicara seputar perjanjian ilahiah, bukan kepada satu atau dua orang saja, satu atau dua umat saja, melainkan kepada seluruh Bani Adam. Menyembah setan di sini tidak berarti membuat patung setan dan meletakannya di altar penyembahan, tetapi tunduk kepadanya dan mengikuti kehendaknya. Allah telah membuat perjanjian dengan Adam dan keturunannya bahwa mereka tidak akan menyembah setan. Mereka hanya akan menyembah Allah Swt, sehingga mereka akan memperoleh kebahagiaan sejati.

Pada ayat yang lain Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; itulah agama yang lurus.”  (QS. al-Bayyinah: 5)

Baca: Tingkatan-tingkatan Ibadah Seorang Hamba

Sebenarnya, Rasulullah, Alquran, dan seluruh ayat Allah yang lainnya adalah bukti yang nyata bagi manusia. Apa yang diinginkan Allah dengan bukti-bukti nyata itu? Kadang-kadang, untuk membuat hidup mereka bersih cemerlang, manusia dipaksa menelan berbagai kenyataan pahit. Jadi, dengan bukti yang nyata ini, apa sebenarnya yang diinginkan Allah dari manusia?

Pertama, mereka tidak menyembah apa pun selain Allah, bersikap lurus, tidak berat sebelah, dan selalu mengambil posisi tengah-tengah dalam menghadapi segala sesuatu.

Kedua, mereka menegakkan salat, penyambung antara hamba dan Khalik. Menegakkan salat berbeda jauh dengan membaca bacaan salat. Menegakkan salat berarti melaksanakan salat dengan bentuk dan cara yang telah ditetapkan, dengan khusyuk, hati yang menghadap Allah, seraya memikirkan dan merenungkan bacaan salat.

*Disarikan dari buku Energi Ibadah – Syahid Murtadha Muthahhari

No comments

LEAVE A COMMENT