Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Iblis dan Setan

Oleh: Dr. Muhsin Labib, MA

Setiap perbuatan buruk adalah produk pikiran salah, yaitu pandangan atau anggapan bahwa pemenuhan semua kehendak adalah sesuatu yang utama dan bahwa cara mengikuti tujuan dan bahwa tujuan mengikuti kehendak.

Perbuatan buruk adalah hasil keputusan irasional subjek pelaku alias manusia yang memang menghendakinya kecuali saat kehendaknya dicabut alias terpaksa di bawah ancaman atau kehendaknya dikendalikan di bawah pengaruh hipnosis atau sihir atau lainnya.

Lalu apa peran setan dan Iblis? Bukankah keduanya terkutuk karena menjerumuskan manusia ke dalam keburukan?

Iblis dan setan dua makhluk yang dianggap biang kerok semua keburukan oleh mayoritas manusia. Tak jarang pula keduanya jadi ‘kambing hitam’. Banyak yang mengaku sebagai korban rayuan setan dan membuat opini apologetik seolah semua perbuatan buruknya bukanlah kesengajaan.

Baca: Imam Khomeini: Memelihara Ibadah dari Gangguan Setan

Iblis adalah sosok jin senior yang melakukan pembangkangan dan desersi saat menolak memberikan sujud sebagai tanda hormat kepada Adam. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Alkahfi: 50). Dari ayat ini, bisa disimpulkan bahwa Iblis merepresentasi sistem anti nilai yang merupakan sentra kehendak irrasional.

Setan bukan pengendali kehendak atau pencabut kehendak pelaku perbuatan buruk. Dia hanya merasa perlu menambah jumlah sekutunya dengan meyakinkan calon pelaku tentang manfaat-manfaat sensual, imaginal dan palsu di balik perbuatan perburuk. Ia pembujuk ulung, negosiator yang piawai dan marketer yang sangat ulet.

Setan bukanlah makhluk lain yang secara visual dilukiskan sebagai sosok berwajah buruk, berpenampilan seram dan bersuara aneh dengan aneka sebutan dalam mitos, folklor dan legenda purba seperti hantu, drakula, vampire, zombie, monster, genderuwo, kuntilanak dan semacamnya.

Setan adalah manusia yang membaiat Iblis karena menolak Tuhan dan nilai-nilai keluhuran. Terdapat banyak firman Allah yang menegaskan hal itu. Salah satunya adalah surah Al-An’am ayat 112, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”

Dalam surah An-Nas Allah memerintahkan kita berlindung kepdaNya dari kejahatan (bisikan) setan (dari golongan jin dan manusia) yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.

Firman-firman Allah di atas mestinya menyadarkan kita bahwa setan adalah manusia dan jin yang memainkan peran iblis, yaitu menghadirkan sistem anti Tuhan dan nilai-nilai ketuhanan.

Setan tak mesti berwajah buruk dan berpenampilan menyeramkan atau berada di tempat-tempat yang dianggap angker. Setan justru mempesona, kadang terlihat sopan, komunikatif dan berada di gedung mewah, bahkan di sentra-sentra penting dalam masyarakat. Setan adalah kita yang menolak kebaikan dan kemuliaan.

Baca: Siapa yang Dimaksud Setan di dalam Alquran?

Manusia-manusia yang terpesona dan merelakan diri sebagai mangsa adalah mereka yang telah menggeser akal sehat atau fitrah dengan kehendak-kehendak negatif yang lazim disebut hawa nafsu.

Hawa nafsu bukanlah hantu atau makhluk tertentu yang menjadi kaki tangan iblis. Ia adalah setiap diri yang mendahulukan kenyamanan atas kebenaran, keamanan atas keadilan dan segala hal yang bertentangan nilai-nilai keluhuran.

No comments

LEAVE A COMMENT