Berikut ini beberapa riwayat dari pada insan maksum Ahlul Bait as mengenai keutamaan ikhlas:
- Diriwayatkan dari Dawud bin Sulaiman dari Imam Ali al-Ridha as dari para leluhurnya bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata;
الدنيا كلّها جهل إلاّ مواضع العلم، والعلمُ كلّه حجّة إلاّ ما عمل به، والعمل كلّه رياء إلاّ ما كان مخلصاً، والإخلاص على خطر حتّى ينظر العبد بما يُختم له.
“Dunia seluruhnya adalah kebodohan kecuali tempat-tempat ilmu, dan setiap ilmu adalah hujjah kecuali yang diamalkan, dan setiap amalan adalah riya’ kecuali yang (dilakukan dengan) ikhlas, dan ikhlas berada dalam bahaya sampai hamba melihat apa yang menjadi penutup bagi (usia)nya.” [1]
- Dari Darim dari Imam Ali al-Ridha as dari para leluhurnya bahwa Rasulullah saw bersabda;
ما أخلص عبد لله ـ عزَّوجلَّ ـ أربعين صباحاً إلاّ جرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه.
“Seorang hamba tidak akan ikhlas kepada Allah Azza wa Jalla selama 40 hari sampai sumber-sumber kebijaksanaan mengalir dari kalbu ke lisannya.”[2]
Keikhlasan hamba yang dimaksud ialah keikhlasannya dalam beramal karena Allah SWT sehingga dia disebut “mukhlish”, atau ikhlas dirinya kepada Allah SWt sehingga dia disebut “mukhlash”.
- Diriwayatkan bahwa seorang pria bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, kami menyumbangkan harta kami agar kami diingat, apakah kami mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Tidak.” Pria itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, kami menyumbang agar mendapatkan pahala sekaligus diingat? Beliau bersabda;
إنّ الله ـ تعالى ـ لا يقبل إلاّ من أخلص له.
“Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima kecuali dari orang yang ikhlas karenaNya.”
Beliau kemudian membacakan firman Allah SWT:
أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ…
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).”[3]
- Riwayat ini memperlihatkan kesempuraan ikhlas Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam berbuat dan berjihad di jalan Allah SWT. Disebutkan bahwa ketika beliau berhasil merobohkan musuh besarnya, Amr bin Abdiwud, dalam duel yang mendebarkan, beliau sempat terhenti dan tidak segera menebasnya dengan hantaman pamungkas sehingga orang-orang menyayangkan beliau dan Hudzaifahpun ikut menimpali sikap mereka. Rasulullah saw lantas bersabda;
مه يا حذيفة، فإنّ عليّاً سيذكر سبب وقفته.
“Diamlah, wahai Hudzaifah, sesungguhnya Ali akan segera menyebutkan sebab keterhentiannya.”
Imam Ali as kemudian menghabisi Amr bin Abdiwud kemudian Rasulullah saw bertanya mengapa tadi Imam Ali as sempat berhenti dan tidak segera menghabisi Amr. Imam Ali as menjawab;
قد كان شتم أُمّي، وتفل في وجهي، فخشيت أن أضربه لحظّ نفسي، فتركته حتّى سكن ما بي، ثُمَّ قتلته في الله.
“Dia telah menghujat ibuku dan meludahi wajahku sehingga aku takut hantaman terhadapnya lantaran dorongan hawa nafsuku, maka aku meninggalkannya sampai aku tenang, lalu aku membunuhnya di jalan Allah.”[4]
Tingginya keikhlasan ini bisa jadi merupakan faktor penting atau salah satu faktor lebih berbobotnya hantaman Imam Ali as tersebut daripada amal baik seluruh umat Rasulullah saw. Diriwayatkan bahwa beliau bersabda kepada Imam Ali as;
أبشر يا عليّ، فلو وزن اليوم عملك بعمل أُمّة محمّد لرجح عملك بعملهم.
“Gembiralah, wahai Ali, seandainya hari ini amalanmu ditimbang dengan amalan umat Muhammad niscaya amalanmulah yang lebih berbobot daripada amalan mereka.”[5]
Dalam sanad Ahlussunnah Waljamaah juga diriwayatkan bahwa beliau bersabda;
لمبارزة عليّ بن أبي طالب لعمرو بن عبد ودّ يوم الخندق أفضل من أعمال أُمّتي إلى يوم القيامة.
“Duel Ali bin Abi Thalib melawan Amr bin Abdiwud dalam Perang Parit lebih utama dari amalan-amalan umat sampai hari kiamat.”[6]
(Bersambung)
[1] Bihar al-Anwar, jilid 70, hal. 242.
[2] Bihar al-Anwar, jilid 70, hal. 242-243.
[3] Tafsir Namuneh, jilid 19, hal. 365, QS. al-Zumar [39]: 3.
[4] Bihar al-Anwar, jilid 41, hal. 50 – 51.
[5] Ibid, jilid 20, hal. 205.
[6] Ibid, dinukil dari al-Hakim dalam al-Mustadrak.