Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Para Imam Berasal dari Keturunan Al-Husein?

Al-Husein, Keturunan, ImamMazhab Ahlul Bait tak pernah sepi dari tuduhan dari para pembencinya. Salah satu tuduhan klasik yang dialamatkan kepada kaum Muslimin Syiah adalah soal pengaruh sangat dominan Iran atau Persia dalam pembentukan dan perkembangan mazhab ini.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa imam keempat, yaitu Imam Ali Zainal Abidin, merupakan keturunan Imam Husein, hasil dari pernikahan beliau dengan seorang puteri raja Persia bernama Shaharbanu. Lalu, dari Imam Zainal Abidin itulah lahir anak keturunan yang menjadi para imam Syiah Imamiyah. (Baca: Metode Dakwah Keluarga Imam Husain A.S.)

Tuduhannya: mazhab Syiah dikembangkan oleh orang-orang Iran. Mereka membentuk dan mengembangkan mazhab ini atas dasar fanatisme kepada Shaharbanu sebagai puteri dari raja mereka. Padahal, seharusnya, para imam Syiah itu berasal dari keturunan Imam Hasan sebagai anak tertua Imam Ali.

Imamah Ditetapkan oleh Nash

Salah satu kelemahan elementer dari tuduhan ini adalah kegagalan para penuduh dalam memahami konsep imamah. Tidak seperti yang diyakini oleh Ahlus Sunnah, Syiah meyakini bahwa imamah atau kepemimpinan atas ummat Islam pasca wafatnya Rasulullah SAW ditetapkan oleh nash. Imamah atau khilafah tidak diserahkan kepada ummat.

Perhatikanlah peristiwa Ghadir Khum yang diriwayatkan secara mutawattir oleh berbagai kitab hadis Syiah ataupun Sunni. Dalam peristiwa tersebut, Ali ditunjuk oleh Rasulullah sebagai imam, tidak melalui proses musyawarah atau pemberian mandat kepada ummat untuk memilih. Ali ditunjuk begitu saja oleh Rasulullah SAW. Tentu saja, penunjukkan ini atas dasar perintah dari Allah SWT. (Infografis: Petikan Khutbah Sayidah Fatimah)

Jadi, siapa yang menjadi imam setelah wafatnya nabi, dan juga, siapa saja yang menjadi imam selanjutnya setelah meninggalnya imam pertama, kedua, dan seterusnya, semuanya ditetapkan oleh nash, bukan atas dasar selera ummat. Ali sebagai imam pertama ditetapkan oleh nash. Demikian juga Al-Hasan dan Al-Husein sebagai imam kedua dan ketiga. Lalu, ketika Al-Husein gugur syahid, yang menggantikannya sebagai imam sudah ditetapkan oleh nash.

Nash bahkan sudah menetapkan bahwa jumlah imam sepeninggal Nabi sebanyak dua belas orang. Menariknya, penetapan atas hal ini tertera dalam kitab-kitab hadis Sunni. Sahih Muslim, misalnya, meriwayatkan hadis  dari Amir bin Sa’ad  melalui sembilan jalur periwayatan.

“Aku menulis surat kepada Ibnu Samurah (yang isinya adalah), ‘Beritahukan kepadaku sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah SAW’. Lalu, Ibnu Samurah menulis kepadaku. ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda pada hari Jumat sore pada saat dirajamnya Al-Aslami, ‘Agama ini akan tetap tegak berdiri hingga datangnya hari kiamat dan munculnya dua belas khalifah yang kesemuanya berasal dari bangsa Qureisy.’” (Sahih Muslim, Kitab Al-Imarah, hadis nomor 3.398)

Riwayat yang sama dengan redaksi berbeda bisa ditemukan di dalam kitab Sahih Bukhari. Perhatikan hadis dari Jabir bin Abdillah yang berasal dari tiga jalur periwayatan berikut ini. “Rasulullah SAW bersabda, ‘Akan muncul sepeninggalku dua belas amir.’ Kemudian, Rasulullah SAW mengatakan sesuatu yang aku tidak mendengarnya. Lalu, aku menanyakan kepada ayahku apa yang dikatakan. Ayahku menjawab, ‘Semuanya dari bangsa Qureisy.’” (Sahih Bukhari, jilid IX, Bab Istikhlaf, halaman 81)

Jabir bin Abdillah juga meriwayatkan sebuah hadis berikut ini. “Ketika ayat 55 dari surah An-Nisa turun yang menyatakan, ‘Taatilah Allah, juga taatilah Rasul dan ulil amri dari kalian’, aku bertanya kepada Rasulullah SAW. ‘Kami tahu Allah dan Rasul-Nya. Tapi, ulil amri yang wajib kami taati tersebut belum kami ketahui. Siapakah gerangan mereka itu?’

“Rasulullah bersabda, ‘Merekalah penggantiku, para pemimpin sepeninggalku. Yang pertama Ali, kemudian secara berurutan Hasan putra Ali, Husain putra Ali, Ali putra Al-Husain, dan Muhammad putra Ali yang di dalam Taurat dikenal dengan nama Baqir Al-Ulum (pemecah inti ilmu), dan engkau (wahai Jabir) kelak akan berjumpa dengannya. Kapanpun kau menjumpainya, sampaikanlah salamku kepadanya.’ (Baca: Mengapa Nama Imam Ali as dan Para Imam yang Lain Tidak Disebutkan di Dalam Al-Quran?)

“Kemudian, setelahnya secara berurutan Ja’far putra Muhammad, Musa putra Ja’far, Ali putra Musa, Muhammad putra Ali, Ali putra Muhammad, Hasan putra Ali, dan (yang terakhir adalah) putranya. Nama dan kuniyah (panggilan)nya sama denganku.” (Muntakhab Al-Atsar, halaman 101).

Kritikan kepada Siapa?

Kegagalan para penuduh dalam memahami konsep imamah ini menyebabkan mereka keliru dalam melontarkan kritikan atau hujatan. Kedudukan anak keturunan Al-Husein sebagai para imam bukanlah pilihan kaum Muslimin Syiah atas dasar selera, apalagi atas dasar fanatisme ras sebagaimana yang dituduhkan oleh para pembenci. Muslimin Syiah hanyalah menaati apa yang sudah ditetapkan oleh nash terkait dengan siapa yang menjadi pemimpin (ulil amri).

Jadi, kritikan yang disertai tuduhan di atas itu salah alamat. Kalaupun mau, para penuduh bisa mempertanyakan dua hal berikut ini.

  1. Kenapa pemimpin pengganti harus ditetapkan oleh nash?
  2. Kenapa yang ditetapkan oleh Allah sebagai imam adalah anak keturunan Imam Husein?

Silakan sampaikan kritikan tersebut, dan tujukan ke alamat yang benar. [OS]

Baca Infografis: Mengapa Al-Hasan Berdamai dan Al-Husain Bangkit?


Written by
Latest comment
  • Valid Mencerahkan…!
    Teruslah berkinerja…. Mencerahkan (awam) , luruskan sejarah.

LEAVE A COMMENT