Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Tuhan Menciptakan Setan?

Banyak yang bertanya bahwa sekiranya manusia diciptakan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan melalui jalan penyembahan (ibadah), keberadaan setan sebagai makhluk pembinasa adalah oposisi kesempurnaan. Apakah alasannya sehingga setan mesti ada? Ia adalah makhluk yang licik, penuh dendam, makar, penuh tipu-daya, dan beracun.

Apabila kita sedikit merenung, kita akan ketahui bahwa kehadiran musuh ini adalah untuk mendukung pencapaian manusia ke tingkat kesempurnaan. Kita tidak perlu pergi jauh. Kekuatan resistensi dalam menghadapi musuh-musuh senantiasa ada pada jiwa manusia dan ia dapat mengantarkannya ke jalan kesempurnaan. Para komandan dan prajurit-prajurit tangguh dan terlatih adalah orang-orang yang berjibaku dengan musuh-musuh yang  kuat dalam dunia politik yang kritis dan pelik. Para jawara besar gulat adalah pegulat-pegulat yang berjajal dengan rival-rival tangguh dan berat. Oleh karena itu, tidak perlu takjub bila kita menyaksikan para hamba Tuhan setiap hari semakin kuat dan gairah dalam bertempur secara berkesinambungan dengan setan.

Dewasa ini, para ilmuwan berkomentar tentang filsafat adanya mikroba-mikroba pengganggu. Sekiranya mikroba-mikroba tidak ada, maka sel-sel badan manusia pada suatu keadaan akan lemah dan kebas (karena kedinginan), dan kemungkinan tingginya postur manusia tidak melewati 80 sentimeter; semuanya dalam bentuk manusia-manusia cebol. Dengan demikian, manusia hari ini memperoleh kekuatan dan tinggi tubuh yang lebih karena mereka selalu dalam kontraksi dengan mikroba-mikroba pengganggu itu.

Baca: Iblis dan Setan

Demikian juga roh manusia dalam berkonfrontasi dengan setan dan hawa nafsu. Namun, hal ini tidak berarti bahwa setan memiliki tugas untuk menyelewengkan para hamba Tuhan. Setan sejak awal penciptaannya memiliki kekudusan sebagaimana makhluk-makhluk lainnya. Setan dengan ikhtiar penuhnya jatuh, menyimpang dan memilih sendiri untuk celaka. Oleh karena  itu, Tuhan menciptakan iblis sebagai setan. Ia sendiri yang menghendaki dirinya menjadi setan. Namun, tindakan setaninya itu tidak sekadar mencelakakan para hamba Tuhan, tetapi juga merupakan tangga kesempurnaan mereka (Perhatikan baik-baik!).

Kendati demikian, pertanyaan yang tersisa adalah mengapa Tuhan mengabulkan permohonannya untuk tetap hidup? Mengapa Tuhan tidak melenyapkannya sejak dahulu? Jawaban pertanyaan ini sama dengan jawaban yang telah kami sebutkan di atas. Dengan ungkapan lain, alam semesta adalah arena ujian dan cobaan (ujian ini adalah wasilah pembinaan dan penyempurnaan manusia).

Dan kita ketahui, ujian hanya berarti bila berhadapan dengan musuh-musuh besar, krisis-krisis kehidupan yang datang menekan. Tentu saja, sekiranya setan tidak ada, hawa nafsu dan sifat was-was manusia akan ditempatkan menjadi medan ujian baginya. Namun, dengan kehadiran setan, tanur ujian ini semakin membara, lantaran setan adalah pelaku eksoterik (lahir), sementara hawa nafsu adalah pelaku esoteris (batin).

Satu pertanyaan lain yang muncul adalah bagaimana mungkin Tuhan membiarkan kita sendiri berkonfrontasi dengan musuh tanpa welas asih dan kuat ini?

Jawaban pertanyaan ini dapat diperoleh dengan menaruh perhatian terhadap satu poin, yaitu—sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Allah Swt mempersenjatai mukminin dengan para malaikat sebagai laskar mereka untuk membangun dunia bersama kekuatan-kekuatan gaib dan maknawi yang mereka miliki dalam rangka memerangi diri sendiri (jihad an-nafs) dan bertempur melawan musuh.

Sesungguhnya orang-orang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka [dengan mengatakan], ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; gembirakanlah mereka dengan [memperoleh] surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat….’” (QS. Fushshilat: 30-31)

Poin penting lainnya adalah setan tidak akan pernah masuk ke dalam relung hati kita. Ia tidak akan diberi izin untuk melampaui batas wilayah spiritual kita tanpa memiliki paspor. Serangan setan tidak pernah membuat manusia menjadi lengah. Ia hanya dapat masuk ke dalam kediaman hati kita jika kita mengizinkannya. Ia masuk melalui pintu, bukan melalui celah-celah rumah hati kita. Kita sendirilah yang membuka pintu bagi setan untuk masuk.

Demikianlah ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya setan tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Kekuasaannya hanya terhadap orang-orang yang menjadikannya pemimpin dan orang-orang yang mempersatukannya dengan Allah. (QS. al-Nahl: 99-100)

Baca: Upaya Setan Besar Melemahkan Islam: Mendiskreditkan Ulama lewat Propaganda

Secara prinsip, perbuatan manusia sendirilah yang memberikan kesempatan bagi setan untuk melakukan infiltrasi. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. al-Isra: 27)

Namun, di atas segalanya, untuk terhindar dari jebakan setan dan prajuritnya dalam berbagai bentuk seperti nafsu, pusat-pusat kerusakan, politik yang busuk, sekte-sekte yang menyimpang, budaya yang rusak dan merusak, satu-satunya jalan untuk selamat adalah dengan berlindung kepada iman dan takwa, serta mendapatkan cahaya kasih dari Tuhan Yang Maha Kasih, dan menyerahkan diri kepada Zat Yang Maha Kudus.

Al-Qur’an menjelaskan:”…jika bukan karena rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja di antaramu.” (QS. al-Nisa: 83)

*Disadur dari buku 110 Persoalan Iman yang Menyehatkan Akal – Ayatullah Nasir Makarim Syirazi

No comments

LEAVE A COMMENT