Tafakkur
Sesuai obyek yang direnungkan, tafakkur terbagi menjadi banyak kategori, antara lain sebagai berikut;
- Bertafakkur atau berpikir dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat pada artikel bagian pertama;
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ * الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ…
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi…”[1] (Baca sebelumnya: Tafakkur dan Tadzakkur -1)
Tafakkur demikian membawa manusia kepada makrifat dan tauhid sekaligus membuatnya mengingat tugas serta keharusan taat, beriman, dan selamat dari azab. Karena itu, ayat ini dilanjutkan dengan firman Allah;
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. * رَبَّنَا إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَار * رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِياً يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ ..
“(seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.’”[2]
- Berpikir mengenai anugerah nikmat Allah SWT.
- Bertafakkur mengenai kandungan kitab suci Allah, atau mengenai munajat, doa, dan shalat. Tentang ini Rasulullah saw dalam wasiatnya kepada Abu Dzar al-Ghiffari ra bersabda;
يا أبا ذرّ ركعتان مقتصدتان في تفكّر خير من قيام ليلة والقلب ساه.
“Wahai Abu Dzar, dua rakaat shalat yang disertai dengan tafakkur (khusyuk) lebih baik daripada shalat malam dalam keadaan hati lalai.”[3]
- Bertafakkur mengenai keadaan diri dan cara-cara menyehatkannya. (Baca: Doa Untuk Kesehatan dari Imam Ja’far Shadiq as)
- Bertafakkur mengenai hikmah dan pelajaran yang berpengaruh pada diri. Diriwayatkan dari Hasan al-Saiqal bahwa dia bertanya kepada Imam Jakfar al-Shadiq as mengenai apa yang diriwayatkan oleh banyak orang bahwa bertafakkur sesaat lebih baik daripada shalat malam. Dia bertanya; “Bertafakkur bagaimana?” Imam as memberi contoh dengan berkata;
: يمرّ بالخربة أو بالدار فيقول: أين ساكنوك، أين بانوك، مالكِ لا تتكلمين.
“Berjalan di antara puing-puing atau di rumah (yang ditinggal penghuninya) lalu berucap; ‘Mana para penghunimu? Mana para pendirimyu? Mengapa kalian tak ada yang berbicara?”[4]
Diriwayat bahwa Nabi Isa as ditanya mengenai siapa orang yang terbaik, dan diapun menjawab;
مَنْ كان منطقه ذكراً، وصمته فكراً، ونظره عبرةً.
“Yaitu orang ucapannya dzikir, diamnya keberpikiran, dan pandangannya (mencari) pelajaran.”[5]
Imam Ja’far as-Shadiq as berkata;
كان أمير المؤمنين يقول: نبّه بالتفكّر قلبك، وجافِ عن الليل ساجداً، واتّقِ الله ربّك.
“Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) pernah berkata; ‘Sadarkanlah kalbumu dengan tafakkur, bangunlah di malam hari untuk bersujud, dan bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.”[6] (Baca: Wara’ Dan Takwa -1)
Mengenai ayat-ayat pada bagian awal artikel ini terdapat dua riwayat dari Ibnu Umar dan Aisyah, isteri Nabi saw, bahwa suatu malam pada saat bersama Aisyah beliau bangun kemudian berwudhu lalu mendirikan shalat, membaca al-Quran, menangis, mengangkat kedua tangannya sembari mengucurkan air mata. Bilal kemudian datang untuk mengumandangkan azan shalat subuh. Bilal melihat beliau menangis sedemikian rupa sehingga bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis sedangkan Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang datang kemudian?” Beliau menjawab;
يا بلال أفلا أكون عبداً شكوراً.
“Wahai Bilal, tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Beliau menambahkan;
مالي لا أبكي وقد أنزل الله في هذه الليلة: إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ …
“Mengapa aku tidak menangis, sedangkan pada malam ini Allah telah menurunkan (ayat); ’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,…’”
Beliau juga bersabda;
ويل لمن قرأها ولم يتفكّر فيها.
“Celakalah orang yang membacanya tapi tidak berpikir tentangnya.” [7]
(Selesai)
[1] QS. Ali Imran [3]: 190 – 191.
[2] QS. Ali Imran [3]: 191 – 193
[3] Bihar al-Anwar, jilid 77, hal. 82.
[4] Tafsir al-Burhan, jilid 1, hal. 331.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Tafsir al-Kabir, Fakhrur Razi, jilid 9, hal. 133 – 134.
Baca: Fenomena Gagal Paham tentang Islam (1)