Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Memahami Makna Syahwat dan Hawa Nafsu

Oleh: Dr. Muhsin Labib

Kata syahwat ini diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan arti yang lebih khusus, yaitu kecenderungan atau nafsu seksual. Inilah yang bisa mengalihkan perhatian banyak orang dari arti terminologisnya.

Makna idiomatik syahwat tidak khusus untuk nafsu seksual, tetapi mencakup semua kecenderungan, kesenangan dan keinginan psikologis, seperti cinta uang, emas, perak, makanan, minuman, tidur dan istirahat.

Syahwat secara etimologis (Arab) adalah kecenderungan (orientasi, hobby berlebihan, nafsu). Ia berasal dari kata kerja syahiya-syahâ yasyhâ – syahwatan yang berarti menyukai dan menggemari.

Syahwat secara terminologis adalah keinginan dan kerinduan jiwa akan sesuatu: “Keinginan akan sesuatu” Dengan kata lain, syahwat adalah kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya; nuzû’ an nafs ilââ mâ turîduhu.

Al-Qur’an menggunakan kata syahwat dalam pengertian umum, yaitu kecenderungan jiwa dan usaha untuk memuaskan kecenderungan itu. Dan dia mengumpulkan dalam satu ayat, dia mencintai nafsu duniawi kepada jiwa manusia: wanita, anak laki-laki, uang yang banyak, kuda, tanah subur, dan ternak.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imran [3] : 14).

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa makna syahwat (nafsu) lebih lebih luas daripada mencari kesenangan seksual, dan itu termasuk kecenderungan jiwa lainnya, seperti nafsu perut, dan uang. barang, yaitu: wanita, anak-anak, uang, kuda ras, sapi dan unta, Pertanian, yang merupakan pilar kehidupan material.

Kata yang dianggap semakna dengan syahwat adalah hawa nafsu. Kata hawa nafsu juga serapan dari dua kata hawa (الهوى) dan nafs (النفس) yang juga kerap diasosiasikan kepada orientasi dan perilaku seksual.

Hawa nafsu adalah substansi jiwa manusia yang tidak dapat dihilangkan, melainkan dapat dikendalikan dan diarahkan, karena ia diciptakan agar manusia dapat merasakan kesenangan di dunia.

Allah memberi peluang agar manusia tidak hanya dapat memperoleh kesenangan duniawi saja dengan memenuhi dorongan hawa nafsu, namun juga berhak untuk mendapat kebahagiaan di akhirat dengan cara mengendalikan hawa nafsu agar tetap mengikuti aturan-aturanNya.

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf : 53)

Sebagian aksi pemenuhan syahwat dilakukan dengan cara yang dilarang. Inilah ketidakpatuhan. Dalam bahasa Indonesia disebut dosa juga maksiat.

No comments

LEAVE A COMMENT