Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Penciptaan Manusia: Keterangan Al-Qur’an dan Teori Evolusi Darwin

Charles Robert Darwin melontarkan teori evolusi yang mencakup unsur-unsur dan premis-premis yang telah dilontarkan sebelumnya oleh ilmuwan lain pada tahun 1859. Teori tersebut menyatakan bahwa manusia muncul melalui proses kesempurnaan yang terus bersinambung dari hewan-hewan yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan perdebatan antara pandangan Kristen mengenai penciptaan manusia dan perspektif ilmu pengetahuan modern.

Darwin mengklaim bahwa berbagai spesies tumbuhan dan binatang bermunculan melalui proses evolusi yang terjadi secara alami karena faktor-faktor alam. Perubahan yang terjadi pada individu suatu spesies diwarisi oleh generasi berikutnya, dan penyesuaian dengan lingkungan mendorong munculnya spesies baru. Darwin berpendapat bahwa manusia juga berasal dari spesies hewan terendah, dan dalam kondisi sekarang ini, manusia adalah spesies yang lebih baik daripada spesies sebelumnya.

Teori Darwin telah menjadi bahan perdebatan dan kritikan serius. Beberapa ilmuwan menganggap teori tersebut cacat dan harus ditolak, sementara yang lain menganggapnya keliru terutama dalam konteks penciptaan manusia. Pandangan mengenai asal-usul manusia masih kontroversial, dan terdapat perbedaan pendapat dalam hal fosil-fosil yang menyerupai manusia dan hubungan antara spesies-spesies tersebut.

Baca: Penjelasan Alquran tentang Penciptaan Manusia Pertama

Selain itu, terdapat perbedaan pendapat dalam hal peran mutasi dalam evolusi. Beberapa ilmuwan meyakini bahwa mutasi besar yang penting dalam membuktikan teori evolusi jarang terjadi dan sulit diprediksi. Penelitian di laboratorium telah menunjukkan adanya perubahan dalam suatu spesies, tetapi tidak mampu membuktikan terbentuknya spesies baru dalam kelompok yang besar.

Masalah lainnya adalah warisan karakteristik. Pembuktian atas warisan karakteristik tersebut sulit dilakukan, dan kebanyakan pakar biologi tidak menerimanya. Terlepas dari perdebatan ini, teori Darwin dalam hubungannya dengan manusia hanya bersifat spekulasi dan teoritis. Lebih jauh lagi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam fenomena alam tidak mungkin terjadi melalui campur tangan Tuhan.

Selain teori Darwin, Al-Qur’an juga memberikan penjelasan mengenai penciptaan manusia. Terdapat perbedaan antara kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan teori Darwin, tetapi penjelasan-penjelasan yang mencoba menyatukan keduanya tidak dapat dibenarkan secara rasional. Teori Darwin tidak memiliki bukti yang cukup dan tidak sesuai dengan pandangan ilmiah yang pasti atau filsafat yang sejalan dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pandangan ini tidak terlalu penting, dan kesimpulan dari teori Darwin dalam hubungannya dengan manusia hanya bersifat spekulatif.

Selain itu, terdapat juga beberapa pandangan terkait kejadian generasi manusia lewat proses kelahiran dan keturunan:

  1. Pandangan Aristoteles menyatakan bahwa bayi tercipta dari darah haid, sementara pandangan filosof sebelumnya menganggap rahim perempuan hanya tempat perkembangan janin yang tercipta dari mani laki-laki.
  2. Pandangan ‘spontaneous generation’ yang populer hingga abad ke-17, didukung oleh William Harvey. Pandangan ini menyatakan bahwa kehidupan dapat muncul secara spontan.
  3. Pandangan evolusi yang muncul pada awal abad ke-17 hingga ke-18, didukung oleh Leibniz dan Albrecht von Haller. Mereka berpendapat bahwa manusia dalam bentuk terkecilnya sudah ada dalam ovum atau sperma dan proses keturunan berlangsung dengan perkembangan entitas yang sudah ada sebelumnya.
  4. Pandangan ilmuwan pada abad ke-18 menyimpulkan bahwa baik lelaki maupun perempuan berperan dalam pembentukan janin. Penelitian tentang proses pembentukan dan perkembangan janin mengungkapkan tahapan-tahapan seperti implantasi janin di dinding rahim, peleburan sperma-ovum, dan penerimaan sifat genetis oleh janin.

Pandangan-pandangan ini memberikan perspektif berbeda terhadap kejadian generasi manusia, dengan penelitian ilmiah memberikan pemahaman yang lebih detail tentang proses pembentukan janin.

AI-Qur’an telah berbicara tentang penciptaan seluruh manusia keturunan Adam dalam berbagai ayat-Nya. Berbagai periode dalam penciptaan itu dijelaskannya dengan gamblang. Pada bagian ini, di samping menyebutkan periode-periode tersebut, kami akan melakukan telaah lebih mendalam terhadap dua periode pertama.

Pada sebagian ayat, Allah berfirman: “Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal (sebelumnya), dia belum berwujud sama sekali.” (QS. Maryam: 67)

Maksud ayat ini sangat jelas; bahwa manusia diciptakan dari materi dasar yang sudah ada sebelumnya (dalam istilah filsafat disebut dengan inovasi). Karena dalam banyak ayatnya, masalah adanya materi dasar ini sangat ditekankan. Ayat suci di atas menyoroti poin ini; yakni materi atau bahan mentah yang dibutuhkan untuk mencipta manusia membutuhkan medium yang lain (yaitu ruh atau jiwa manusia). Dapat dikatakan bahwa materi dasar tanpa ruh yang dinisbahkan pada manusia, bukanlah apa-apa atau tidak dianggap yang penting. Sesuai keterangan di atas, kita membaca pada ayat pertama surat al-Insan, yang berbunyi: “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut.”

Dalam sekelompok besar ayat suci, materi pertama penciptaan manusia adalah bumi (tanah), tanah, tanah lumpur, tanah liat, lumpur hitam, dan tanah tembikar.”

Baca: Al-Qur’an: Kitab Suci yang Membentuk Manusia Sempurna

Dalam ayat yang menyebutkan pelbagai periode penciptaan fisik manusia, meskipun kebanyakannya berkaitan dengan manusia secara umum, namun melalui penjelasan ayat-ayat lain atas penciptaan pertama, serta kenyataan-kenyataan pada penciptaan manusia sekarang ini yang tidak melewati periode-periode yang disebutkan dalam ayat­ayat tersebut, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengannya adalah periode-periode penciptaan manusia pertama dan berakhirnya penciptaan manusia melalui periode-periode semacam itu.

Ayat-ayat suci kelompok ketiga menjelaskan bahwa materi penciptaan manusia adalah air. Seperti ayat suci yang berbunyi: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu memiliki keturunan yang saling berkerabat dan adalah Tuhanmu yang Mahakuasa.” (QS. an-Nur. 45; al-Anbiya: 30)

Meskipun ayat di atas dapat berfungsi sebagai penjelas terhadap objek yang dikemukakan ayat-ayat yang menyebut asal muasal penciptaan manusia dari air, dan yang dimaksud dengan air tersebut sesuai dengan apa yang dipahami secara umum, namun dengan memerhatikan ayat-ayat lainnya yang menjelaskan penciptaan manusia atau keturunan Adam dari air yang hina, atau air yang memancar, maka semakin kuat kemungkinannya bahwa maksud dari ‘air’ dalam ayat tersebut adalah nutfah (sperma pada lelaki dan ovum pada perempuan) manusia. Dan ayat ini sedang dalam berupaya menjelaskan titik permulaan penciptaan keturunan Adam. Akan tetapi, di masing­masing tempat telah diisyaratkan salah satu cirinya. Di antara ciri-ciri nutfah sebagai titik mula keberadaan manusia adalah peleburannya, sebuah fenomena yang belum dipahami siapa pun, setidaknya hingga menjelang abad ke-18.

Ayat ke-2 dari surat ad-Dahr berbunyi: “Sesungguhnya Kami telah menciptakannya dari nutfah yang bercampur yang Kami mengujinya kemudian Kami menjadikannya mendengar dan melihat.”

Pada ayat di atas, melalui kata ‘amsyaj’, dijelaskan soal proses peleburan nutfah yang kemudian membentuk janin. Dengan memerhatikan poin ini (di mana ‘amsyaj’ merupakan bentuk jamak dari ‘masyaj’ yang bermakna ‘melebur’), ayat tersebut menjelaskan bahwa nutfah pembentuk janin memiliki berbagai pola peleburan.

Topik ini sangat sesuai dengan apa yang telah dibuktikan dalam bidang embriologi dewasa ini serta kabar-kabar gaib Al-Qur’an. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sel-sel manusia di satu sisi merupakan percampuran antara sperma laki-laki dengan ovum perempuan; sementara di sisi lain, nutfah itu sendiri merupakan campuran dari berbagai unsur yang berasal dari beragam kelenjar. Segumpal darah (embrio) adalah periode ke-2 dalam pembentukan janin yang disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an.

Dalam sejumlah ayat, antara lain ayat ke-5 surat al-Hajj, ayat ke-14 surat al-Mukminun, ayat ke-67 surat al-Ghafir (al-Mukmin), dan ayat ke-38 surat al-Qiyamah, kata alaqah yang terdapat dalam sejumlah ayat tersebut dan kata ‘alaq yang terdapat dalam ayat ke-2 surat al-‘Alaq, digunakan untuk menjelaskan salah satu periode dalam proses pertumbuhan janin. ‘Alaq merupakan bentuk jamak dari ‘alaqah yang berakar kata dari ‘alaq, bermakna ‘menempel atau bergantung’; entah itu kebergantungan yang bersifat harfiah atau maknawi terhadap sesuatu dan ‘alaqah dimaksudkan untuk darah beku (darah selain yang cair) dari sisi keterpautan antara bagian­bagiannya dan kelekatannya pada setiap hal yang ditemuinya. (Thabarsi, Majma’ al-Bayan, bab tafsir surat al-‘Alaq)

*Disarikan dari buku Horizon Manusia – Dr. Mahmud Rajabi

No comments

LEAVE A COMMENT