Jika masyarakat telah menyimpang dan terjebak dalam mencintai kenyamanan duniawi yang terkait dengan kerusakan politik, etis, dan sosial, Imam Ali Sajjad as. mengekspresikan keyakinannya melalui doa dan menginspirasi penduduk untuk fokus pada aspek rohani dan ibadah. Meskipun tujuan utama doa-doa ini adalah spiritualitas, terdapat elemen konsep politis tersirat di antara kalimat-kalimatnya.
Kitab Shahifah as-Sajjadiyah” berisi lebih dari 50 doa (hanya sebagian dari karya doa Imam Ali Sajjad). Doa-doa ini juga digunakan oleh kalangan Sunni, ini menunjukkan pengaruhnya pada masa itu. Imam Ali Sajjad terkenal dengan doa-doanya di kalangan semua Imam Syiah. “Salam atas Muhammad dan keturunannya” merupakan kalimat yang sering muncul dalam doa-doa ini, menunjukkan aspek orisinalitas doa dan tekad Imam dalam menyatukan Muhammad dan keturunannya, menggambarkan keyakinan Syiah. Hadis tentang penyatuan mata rantai Muhammad dan Ahlulbaitnya menegaskan pentingnya hal ini. Imam Ali Sajjad juga menekankan menyertakan Ahlulbait dalam doa dan Shalawat kepada Nabi, sebagai penunjuk taat kepada Allah. Penyatuan Muhammad dan Ahlulbaitnya berdampak besar pada pandangan masyarakat terhadap Ahlulbait Nabi.
Isu Imamah, yang berdimensi politis-religius, menjadi fokus utama dalam kitab “Ash-Shahifah”. Konsep Imamah sebagai prinsip Syiah mengangkat kesucian dalam kemaksuman Ahlulbait, sebuah contoh dari doa-doa tersebut adalah;
“Ya Allah, berkahilah mereka yang berasal dari keturunan Muhammad, yang dipilih Allah untuk memerintah, sebagai penyimpan ilmu-ilmu-Mu, dan penjaga agama-Mu. Mereka adalah bukti kehendak-Mu, sebagai khalifah-Mu dan bukti bagi hamba-hamba-Mu di dunia. Engkau membersihkan mereka dari segala ketidakbersihan atas kehendak-Mu, menjadikan mereka sarana menuju-Mu dan keabadian surga.”
Baca: Ali as-Sajjad, Sang Imam Penerus Keimamahan al-Husain
“Ya Allah, Khilafah sepenuhnya merupakan milik para khalifah-Mu, dan yang terpilih di antara makhluk. Kedudukan yang telah Kautetapkan bagi mereka yang telah Engkau percayai itu dan yang berada di dalam derajat yang paling tinggi, kini telah dijarah oleh orang lain, hingga para khalifah-Mu dan orang-orang yang terpilih itu dihantam oleh para penindas, dan hak-hak mereka diabaikan. Ya Tuhan kami, ketetapan-Mu lah atas musuh-musuh itu dari awal hingga akhir, dan pada orang-orang yang gembira dengan penindasan ini, dan atas para pengikut mereka.”
“Ya Allah, berkatilah yang terbaik dari semua makhluk, Muhammad, dan para kerabatnya yang terpilih. Buatlah kami taat kepada mereka sebagaimana yang telah Engkau perintahkan. Ya Allah, jadikanlah daku salah satu dari orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad dan para Imam, yang mana menaati mereka telah Engkau perintahkan atas makhluk-Mu.”
“Ya Tuhan, di setiap Engkau telah menunjuk seorang Imam sebagai sebuah panji-panji dan pelita petunjuk bagi hamba-hamba-Mu di muka bumi. Dengan menjalin mata rantai langsung antara Engkau sendiri dengannya, memilihnya dengan cara sedemikian rupa dengan menunjukkan keridhaan-Mu, menganjurkan kepada semuanya untuk taat kepada perintah-perintahnya, dan melarang mereka semua untuk tidak taat kepadanya, yang dengannyalah Engkau telah ridha dengan agama-Mu. Dia adalah seorang Imam yang tidak ada orang yang lebih unggul daripadanya, dan darinya tak seorang pun bisa menjauhkan haknya. Seorang Imam yang baginya telah Kausediakan sebuah tempat yang aman untuk meraih-Mu adalah dia. Kau telah mengaruniakan keimanan yang kuat kepadanya, yang memilih petunjuk dari-Mu dan keridhaan-Mu, dan mengaruniakan kehormatan yang tertinggi di dunia ini, karena dia adalah seorang pelindung bagi kaum beriman.”
“Ya Tuhan, lindungilah kitab-Mu, batas-batas Islam, hukum-hukum agama dan sunah Nabi-Mu, hidupkanlah kembali hati siapa pun dari kaum yang beragama, yang bisa menghancurkan para penindas, dan menghapuskan segala kerusakan atau penyimpangan di jalan-Mu yang lurus. Cegahlah bahaya-bahaya di jalan-Mu, buatlah kami taat kepadanya, dan berhasil membuatnya ridha.”
Dari kalimat-kalimat di atas bisa dilihat bahwa tujuan Imam adalah menyebarluaskan keyakinan Syiah melalui konsep Imamah sebagai hal yang paling penting dalam paham Syiah. Cakupan bidang yang disebutkan dalam doa-doa itu sedemikian luas, dan memuat tujuan-tujuan lain seperti kesetiaan, intelektualitas, dan politik. Sebuah contoh mengenai intelektualitas akan tepat jika disampaikan di sini.
Irbili meriwayatkan bahwa ketika Imam Ali Sajjad sedang berada di masjid Nabi di Madinah, dia mengetahui bahwa sekelompok orang tengah berdiskusi tentang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Imam marah, berdiri, dan lalu pergi ke makam Nabi, dan mulai berdoa, yang di dalamnya bisa dilihat adanya penolakan terhadap perbandingan. Sambil mencucurkan air mata dia berdoa, “Ya Allah, Kebesaran-Mu telah ditelanjangi. Mereka tidak menghargai Engkau. Mereka melakukan selain yang telah Engkau perintahkan. Mereka membandingkan Engkau dengan manusia dan aku membencinya. Ya Allah, siapakah gerangan mereka yang mencari Engkau dengan membanding-bandingkan?”
Salah satu tindakan Imam pada waktu yang berlainan adalah untuk membuat orang-orang mengenal Ahlulbait Nabi Saw, yang tentang mereka semua hak dan kemuliaannya telah dijelaskan dalam al-Quran dan sunah. Di Damaskus, Bani Umayah memperkenalkan diri mereka sebagai Ahlulbait Nabi sebagaimana di Hijaz dan beberapa orang istri Nabi juga melakukan hal yang sama. Karena istri-istrinya meninggal satu persatu tanpa meninggalkan seorang anak pun, maka eksistensi Ahlulbait dianggap batal dan ditolak. Dan kini tak seorang pun kecuali keturunan Fathimah as. yang masih ada. Membuat mereka dikenali adalah hal yang sangat penting, khususnya dalam kondisi begitu banyaknya insiden setelah wafatnya Nabi, membuat mereka harus berdiam diri di bidang politik.
Imam Ali Sajjad memperkenalkan Ahlulbait ketika dia dibawa ke Damaskus, di dalam sebuah khotbahnya yang terkenal sebagaimana direkam oleh sejumlah catatan sejarah. Dalam hal ini, kami paparkan sebuah riwayat, “Ketika Ahlulbait Nabi diarak dan dibawa ke Damaskus. Mereka memasuki Damaskus melalui sebuah pintu yang disebut ‘Tuma’.” Mereka berdiri di sisi pintu masjid dengan tawanan-tawanan yang lain.
Seorang lelaki tua mendekati mereka dan berkata, “Kupanjatkan puja puji kepada Allah yang telah membunuh kalian dan membuat orang-orang menjadi lega dan Amirul Mukminin Yazid yang telah mengalahkan kalian.”
Ali bin Husain bertanya kepadanya, “Wahai bapak, pernahkah engkau membaca al-Quran?”
“Tentu saja pernah,” jawab lelaki tua itu.
“Pernahkah kau melihat ayat yang berbunyi, ‘Katakanlah, aku tidak meminta balasan apapun darinya (tugas dakwahku ini) kecuali kecintaan kalian kepada keluarga dekatku?,” tanya Imam. “Ya, pernah,” katanya.
Ali bin Husain menambahkan, “Keluarga dekat itu adalah kami, pak.”
Imam bertanya lagi, “Bagaimana tentang ayat dalam surat Bani Israil, ‘Berikanlah hak-hak kerabat dekatmu?”
“Ya,” jawabnya.
“Kamilah (yang dimaksud) dengan kerabat dekat itu,” kata Imam.
“Pernahkah kau membaca ayat, ‘Dan ketahuilah bahwa dari apapun yang engkau peroleh, seperlima darinya adalah bagi Allah dan Nabi, dan kerabat dekat?,” tanya Ali bin Husain.
Lelaki itu menjawab, “Ya.”
“Bagaimana dengan ayat ini, ‘Allah hanya menghendaki untuk menjauhkan ketidakbersihan dari kalian, wahai Ahlulbait! Dan untuk menyucikan kalian sesuci-sucinya,’ pak tua?,” tanya Imam.
“Ya, aku pernah membacanya,” katanya.
“Ahlulbait itu adalah kami,” Ali bin Husain menambahkan.
Lelaki itu malu dengan apa yang telah dia katakan dan terdiam sejenak. Lalu dia mengangkat kepalanya ke langit dan berkata, “Ya Allah, aku bertobat atas apa yang telah kukatakan dan atas gerutuan yang telah kutujukan kepada mereka. Dan kini, aku sangat membenci musuh Muhammad dan keturunannya.”
Baca: Tujuh Nasihat Agung Imam Ali Sajjad a.s. yang Menakjubkan
Sedihnya Imam Ali Sajjad maupun ibadah nyata dalam bentuk doa-doa ini merupakan pelajaran bagi masyarakat yang sedang mengalami kerusakan, di mana Islam dinodai oleh Bani Umayah. Tangisannya juga demi mengenang tragisnya peristiwa Karbala. Imam pernah berkata, “Walaupun ragu dengan kematiannya, Yaqub menangis bagi Yusuf begitu rupa sehingga matanya menjadi buta. Bagaimana mungkin aku bisa berhenti menangis sedangkan enam belas orang dari Ahlulbait Nabi terbunuh di depan mataku sendiri.”
Tangisannya secara otomatis membuat orang-orang sadar akan peristiwa di Karbala walaupun dia sendiri secara lebih jauh meriwayatkan detail-detail peristiwa itu.
*Disadur dari buku Sejarah Para Pemimpin – Rasul Jakfarian