Umat Islam modern saat ini mengalami berbagai macam masalah yang cukup kompleks. Sebagiannya berkaitan dengan individu dan sebagian berkaitan dengan keluarga. Bahkan sebagian berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, yang berkisar pada proses produksi dan distribusi, serta sebagian bertalian dengan masalah sosial yang berkisar pada wanita dan sebagainya.
Tidaklah mengherankan mengapa seorang Muslim mengalami berbagai macam masalah. Karena kehidupan yang terus berkembang dan dinamis tentu mendatangkan berbagai macam masalah. Tetapi yang mengherankan adalah sikap seorang Muslim kontemporer ketika menghadapi problem-problem kehidupannya dan bagaimana ia mengambil sikap terhadap berbagai solusi yang ditawarkan ke hadapannya. Dampak dari sikapnya dan dari solusi-solusi tersebut adalah keguncangan jiwa, sehingga membuat ia tidak mampu untuk tegak dan tegar dalam menjalani kehidupan.
Kaum Muslim dewasa ini membuka diri terhadap peradaban modem, lalu mereka berjalan dalam masa yang paling buruk dalam sejarah mereka. Seakan-akan kesalahan dan penyimpangan yang dialami masyarakat Muslim pada masa-masa dahulu terkumpul pada masa kini, yang kemudian melahirkan hasil-hasil yang mengerikan dan memberi dampak yang menakutkan pada masa-masa akhir dari sejarah manusia ini. Kaum Muslim mengambil sikap inklusif (terbuka) secara berlebihan terhadap peradaban baru. Dan akibat dari keterbukaan ini adalah timbulnya berbagai macam musibah dan bencana.
Baca: Menjadikan Islam sebagai Landasan Hidup
Dari sisi psikologis, kaum Muslim menunjukkan sikap yang negatif terhadap kehidupan dan kejadian-kejadian besarnya. Dengan demikian, ia tidak lagi dianggap sebagai manusia yang mengarahkan kehidupan dan membuat sejarah serta mengontrol kejadian-kejadian, namun ia justru menjadi manusia yang tertipu, yang lemah, yang jatuh; ia memandang dunia yang positif dan dinamis dengan pandangan penuh ketakutan, waswas, dan pesimistis. Ia membayangkan bahwa jalan keluarnya adalah berusaha lari darinya (dunia), bukan menghadapinya dengan penuh ketegaran dan keteguhan.
Jika kita ingin menafsirkan secara logis akibat dari kemerosotan dan kemunduran ini, maka kita tidak dapat menemukan interpretasi lain kecuali kegagalan Islam di hadapan masyarakat manusia. Penyebabnya adalah adanya penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa, yang mana mereka meletakkan berbagai tolok ukur sesuai dengan kepentingan mereka terhadap masa depan kaum Muslim. Dan usaha untuk mengubah Islam secara drastis dalam pandangan setiap individu Muslim sampai pada titik di mana terjadi pengaburan jati diri Islam. Sehingga Islam tidak lagi mengaktual dalam realitas kehidupan.
Jika seorang Muslim tercegah dari menjalankan aktivitas yang bermanfaat bagi dirinya karena situasi ini yang tumbuh dari keadaan-keadaan politik dan sosial dalam dunia internalnya, sehingga ia terhalang untuk berinteraksi dengan prinsip-prinsip Islam, maka prinsip-prinsip agung ini tercegah untuk diterapkan dalam kehidupannya. Keterpisahan ini (antara manusia Muslim dan prinsip-prinsip Islaminya dalam kehidupan realistis) mengakibatkan timbulnya kemunduran ekonomi dan sosial yang sangat menyakitkan.
Sikap negatif terhadap kehidupan dan lari dari tantangan-tantangannya membelenggu manusia Muslim dari usaha menyingkap penemuan-penemuan besar yang banyak dipelopori oleh para pendahulunya dalam bidang sains dan eksperimen. Sehingga ia mengalami kebekuan peradaban, di mana prinsip-prinsip Islam telah kehilangan kontribusinya dalam menciptakan kehidupan Islami. Faktor inilah yang mendorong kemunduran sosial dan ekonomi.
Inilah kehidupan psikologis dan aktual yang dialami manusia Muslim sebagai akibat keterbukaannya terhadap peradaban Barat. Peradaban Barat adalah peradaban yang memunculkan permusuhan dan memiliki keinginan kuat untuk menancapkan hegemoninya yang membabi-buta. Padahal, di saat peradaban Barat ini berada di puncak kekuatannya dan kesegarannya, justru manusia mengalami kelemahan serta kemerosotan spiritual dan materi.
Peradaban Barat yang dominan ini telah memaksa seorang Muslim kontemporer untuk menggunakan solusi-solusinya atas berbagai masalah serta menerima mentah-mentah pandangan yang telah dibentuknya. Ia hanya berkonsentrasi pada kepentingannya dan tujuan-tujuannya. Maka, demi tujuan dan kepentingannya tersebut, ia mengelabui manusia dan mematikan setiap potensi positif pada manusia, serta mengubahnya menjadi makhluk yang bergerak sesuai dengan apa yang dikehendakinya, menghasilkan apa yang diinginkannya, serta mengambil apa yang didambakannya dan meninggalkan apa yang tidak disukainya. Ironis sekali, manusia Muslim menerima semua itu dengan lapang dada.
Apa yang dapat diperbuat oleh manusia yang dunia internalnya runtuh dan dunia eksternalnya merosot, tetapi ia tetap mengaku orang Muslim yang percaya pada Islam?
Islam adalah agama yang menentang solusi-solusi yang disuguhkan peradaban Barat tersebut dan juga melawan pandangan yang dibentuk oleh solusi-solusi ini. Tetapi Islam yang diyakini oleh manusia Muslim sekarang adalah Islam yang kabur dan berkabut, yang tidak jelas batasan-batasannya dan tidak nyata pilar-pilarnya.
Manusia Muslim tidak mengerti kemampuan Islam yang cukup mencengangkan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang cukup melelahkannya, dan ia pun tidak menyadari kemampuan Islam dalam mewarnai kehidupan manusia yang mulia, yang mana ia menggairahkannya setelah mengalami kelemahan dan membangkitkannya sesudah mengalami kemerosotan. Saat ini, Islam dalam hati seorang Muslim hanya berupa ritual serta formalitas ibadah dan tasawuf. Para penjajah tidak membenarkan pemikiran yang salah tentang Islam, namun mereka justru menambah kesesatan karena mereka mengetahui bahwa Islam yang benar adalah musuhnya, dan Islam yang benar harus ditumpas dari muka bumi ini.
Muslim kontemporer mempercayai nilai-nilai agung yang dibentuk oleh Islam, tetapi kepercayaan kepada nilai-nilai yang tinggi saja tidak cukup untuk mencapai suatu tujuan. Haruslah diciptakan suatu kehidupan kemanusiaan yang sesuai dengan prinsip prinsip yang berusaha mewujudkan nilai-nilai ini dalam realitas kehidupan yang konkret. Sesungguhnya prinsip-prinsip adalah suatu perantara antara manusia dan nilai-nilai ini. Dan manusia Muslim kehilangan keimanan yang kuat terhadap prinsip-prinsip ini karena ia tidak mengetahuinya secara gamblang dan tidak mengerti pilar-pilarnya serta batasan-batasannya, bahkan ia pun tidak mengetahui kemampuannya yang besar yang dapat menggiring menuju suatu realitas yang besar.
Kita harus mengerti pada masalah yang sangat penting dan genting, yaitu lemahnya penerapan prinsip-prinsip Islam di negeri-negeri Islam sebelum dikuasai oleh para penjajah, di samping karena pengaruh kesesatan yang dilakukan oleh para penguasa, ia pun bersumber dari kelalaian dan tidak adanya pengetahuan tentang agama Islam secara benar. Adapun sekarang, para penjajah mencurahkan segala kemampuannya dalam rangka menciptakan penolakan terhadap penerapan Islam pada diri kaum Muslim.
Demikianlah, manusia Muslim yang telah tercabik-cabik keyakinannya, berada di persimpangan antara realitas yang tidak dipercayainya dan berbagai nilai yang dicintainya dan diyakininya. Namun ia tidak memiliki alat untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam realitasnya. Bahkan realitas yang menguasainya justru memerangi nilai-nilai itu dan menentangnya, serta bekerja untuk menghancurkannya.
Ini adalah kondisi psikologis yang menjadikan seorang Muslim kontemporer berada dalam penderitaan dan tragedi. Seorang Muslim, karena sebab seperti itu, akan berusaha melawan pemikiran-pemikiran internal yang ingin memaksanya. Tetapi karena ia tidak memahami dan mengimani keunggulan prinsip-prinsip Islam, ia tidak mampu untuk menciptakan pemikiran-pemikiran yang seimbang atau sebanding yang menciptakan sistem yang mampu membuatnya teguh dan tegar ketika menghadapi arus yang begitu kencang.
Dengan demikian, ia hidup di alam yang tidak berhubungan dengan akar-akar akidah, tetapi karena saking menderitanya ia, yang disebabkan alam ini, maka ia justru menambah keterbukaan matanya pada suatu pemandangan yang tidak menggembirakannya, yaitu pemandangan perpecahan besar dan terus meningkat di luar jangkauan dunianya yang Islami.
Keadaan tersebut diiringi dengan kemunduran dunia dan kejatuhannya. Pandangan ini tercermin dalam benaknya yang paling dalam bentuk pengetahuan yang telah dimanipulasi tentang sebab kemunduran dalam dunia Islam yang mengembalikannya pada nilai-nilai ini yang telah tersebar di dalamnya. Atau dengan kata lain, pandangan ini tercermin dalam dirinya dalam bentuk kebingungan dan keraguan tentang kebenaran penyebaran nilai-nilai ini. Sedangkan sebab pengetahuan yang manipulatif ini dan kebingungan ini adalah adanya topang pemikiran yang telah meracuninya yang selalu membuat seorang Muslim kalah sejak dominasi penjajah atas negeri Islam.
Jadi, tidaklah mengherankan jika seorang Muslim kontemporer mengalami berbagai masalah, tetapi yang mengherankan adalah sikapnya dalam menghadapi masalah-masalah itu, sikapnya terhadap solusi-solusi yang ditawarkan kepadanya, dan selanjutnya tentang pengaruh dari sikapnya yang menimbulkan depresi jiwa yang melumpuhkan potensinya untuk berjuang dalam berbagai bidang kehidupan. Ini adalah masalah yang besar.
Adapun solusinya adalah memperbaiki sikapnya atau pandangannya terhadap masalah-masalahnya dan solusi-solusi yang dipaksakan kepadanya serta perasaannya bahwa ia bukanlah makhluk yang tersia-siakan. Namun ia adalah manusia yang memiliki solusi atas problemnya, solusi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agung, bahkan lebih dari itu ia sesuai dengan nilai-nilai ini.
Jika memang demikian, maka solusi-solusi yang dipaksakan kepadanya yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tinggi adalah solusi yang menyesatkan yang harus dicampakkan dan harus dibuang. Ia bukanlah manusia yang tidak berarti, tetapi ia adalah manusia yang mengetahui dirinya dan mengetahui masa depannya dan ia harus bekerja dan menjalani aktivitas untuk mencapai masa depan ini.
Baca: Pesan Islam untuk Para Tokoh Masyarakat
Jika seorang Muslim memiliki pengetahuan yang benar ini, maka ia dapat memperbaiki sikapnya dalam mengatasi berbagai macam problemnya. Dan hanya pengetahuan dan kesadaran semacam ini yang menjadi solusi satu-satunya bagi dirinya.
Adapun cara mencapai pengetahuan dan kesadaran semacam ini adalah berusaha untuk menyingkap prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam yang agung, yang tidak diketahui oleh banyak kalangan Muslim. Ia harus mengetahui sejauh mana prinsip-prinsip ini memiliki kemampuan untuk memecahkan problemnya, meningkatkan kualitas hidupnya, serta mendorongnya menuju kemajuan. Kemerosotan hidup yang dialaminya disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk memanfaatkan ajarannya dan berinovasi dalam kehidupannya.
Jika memang demikian halnya, maka seorang Muslim tidak akan menjadi manusia yang sia-sia yang merasa bahwa ia berada di dalam kehampaan dan terpenjara dalam alam yang aneh. Tetapi saat itu ia akan merasakan adanya jati dirinya yang begitu luar biasa, yang mendorongnya untuk mewarnai kehidupan dan membangkitkannya untuk memberikan sumbangan dalam membentuk kehidupan yang sesuai dengan bimbingan dari nilai-nilainya yang tinggi dan prinsip-prinsipnya yang agung. Saat itu ia akan merasakan adanya kepekaan sejarah. Tragedi manusia Muslim dimulai ketika mereka hanya memikirkan prinsip-prinsip Islam tanpa berusaha melaksanakannya.
*Disarikan dari buku Risalatuna – Ayatullah Muhammad Baqir Sadr