Tujuan puasa adalah meningkatkan ketakwaan. Semakin bertakwa seseorang, semakin mulia dia di mata Allah. Puasa tidak hanya untuk menghindari dosa atau mendapatkan pahala, tapi juga untuk meningkatkan ketakwaan.
Setiap ibadah memiliki dua sisi: yang terlihat dan yang tersembunyi. Aspek luar ibadah diatur oleh aturan yang diwajibkan dan yang dianjurkan. Sedangkan aspek dalamnya bergantung pada niat dan keinginan pelaksananya. Al-Quran mengajarkan tentang ibadah secara rinci, terutama puasa, termasuk penanda awal bulan puasa, waktu berpuasa, dan keutamaan bulan itu sendiri.
Kemuliaan adalah ciri khas malaikat. Kemuliaan bukanlah tentang kebesaran atau keagungan, tapi tentang sifat yang istimewa. Ketakwaan adalah kunci untuk mencapai kemuliaan. Orang mulia tidak akan melakukan dosa karena tidak sesuai dengan sifat mereka. Penghargaan atas ibadah tidak hanya diberikan untuk mendapat pahala, tapi juga karena cinta pada Allah. Al-Quran memiliki makna yang mendalam yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang suci.
Cinta pada Allah adalah cita-cita orang yang merindukannya. Kerinduan mendorong seseorang untuk mencapai cita-cita dan menjadi pribadi yang lebih baik. Orang yang mencintai Allah akan menemukan kepuasan dan ketenangan dalam ibadah. Orang yang mencintai ibadah akan mencurahkan segala energinya untuk beribadah tanpa memedulikan kesulitan atau kemudahan dalam hidup.
Keutamaan tertinggi adalah menjadi ‘asyiq terhadap ibadah, mencintainya sepenuh hati dan melakukannya dengan penuh dedikasi. ‘Asyiq adalah orang yang tidak bisa dilepaskan dari ibadah seperti tanaman yang menempel pada pohon dan mengisap sari-sarinya sampai pohon itu layu dan mati.
Hadis yang terhormat memuji mereka yang sungguh-sungguh mencintai ibadah sebagai yang paling baik di antara manusia, karena ketulusan cinta mereka pada ibadah. Mereka yang sungguh mencintai ibadah akan merasakan tubuhnya melemah dan kulitnya menguning karena mereka tidak lagi peduli pada kondisi fisik mereka. Itulah sebabnya salah satu rahasia puasa adalah mengurangi aktivitas duniawi, sehingga seseorang seperti pohon yang terikat pada akarnya, tidak lagi tumbuh. Dalam beberapa riwayat, dikatakan bahwa tujuan puasa adalah menciptakan kelembutan dan menghilangkan aktivitas duniawi yang tidak benar. Saat seseorang berpuasa dengan sungguh-sungguh, ia mulai memahami ibadah dengan lebih dalam.
Aspek spiritual puasa adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dia berfirman: “Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberikan pahalanya.” Ini adalah hal yang unik pada puasa, tidak dimiliki oleh ibadah lain. Melalui puasa, manusia naik dari pemahaman yang dangkal tentang ibadah menuju pemahaman yang lebih dalam. Saat itulah mereka bertemu dengan Allah.
Beberapa riwayat menjelaskan hikmah-hikmah dalam puasa. Hisyam bin Hakam bertanya kepada Imam Shadiq: “Mengapa puasa diwajibkan bagi manusia?” Imam menjawab: “Allah mewajibkan puasa agar orang kaya dan orang miskin bisa sejajar. Orang kaya tidak merasakan lapar sehingga mereka bisa belas kasihan kepada orang miskin yang merasakannya. Allah ingin menyamakan antara manusia, sehingga orang kaya juga merasakan lapar dan sakit seperti orang miskin. Dalam bulan puasa, orang kaya dan miskin sama-sama menahan diri dari makanan, sehingga mereka saling membantu satu sama lain, terutama orang miskin. Puasa mengajarkan kesetaraan di antara manusia.
Manusia seharusnya tidak memenuhi perut mereka di luar bulan puasa, agar mereka dapat merasakan kelaparan yang dirasakan oleh orang miskin. Atau minimal, mereka harus selalu mengingat bahwa ada orang-orang miskin di dunia ini. Allah ingin menyamakan keadaan manusia dan mengajak orang kaya untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang miskin.”
*Disarikan dari buku Rahasia Ibadah – Ayatullah Jawadi Amuli