Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Sejarah Gemilang Perjuangan Keluarga Rasulullah

Jika kita melihat fakta umat manusia semenjak tahap sejarahnya yang paling kuno hingga masa modern ini, kita akan menemukan peradaban yang bergerak dalam episode yang semakin naik hingga masa kita dewasa ini. Kini, peradaban, teknologi, dan kemakmuran manusia telah mencapai tingkat yang mencengangkan. Karena manusia dibanjiri oleh berbagai kenikmatan di seluruh penjuru dunia yang dengan itu mereka dapat mengelola kehidupan dengan seluruh kesenangan dan kenikmatannya.

Kehidupan kemarin dan kini adalah perjuangan dan jihad, dan orang-orang lemah jatuh berguguran sebagai korban para thaghut, pemimpin, dan kaum kapitalis. Akan tetapi, mereka tidak menyadari bahwa diri mereka adalah korban-korban kemiskinan, kelemahan, dan kebodohan, karena ketidak-mengertian mereka terhadap kehidupan dan penderitaannya yang mengisi diri mereka dengan kemiskinan, kepasrahan, kesabaran, dan ketundukan. Mereka tidak pernah mengenal pergeseran dan perubahan dari lemah menjadi kuat, dari statis menjadi dinamis, serta dari keterpasungan menjadi bebas.

Kesengsaraan, penderitaan, dan keputusasaan yang dialami sekelompok orang di muka bumi ini, mereka pandang sebagai suatu kebahagiaan. Padahal, semua itulah yang menjadi sumber kegelisahan para pemikir, para cendekiawan, dan para pembaharu. Mereka tenggelam, tapi menganggap sedang naik kapal kedamaian. Mereka sakit, tapi merasa sehat dan kuat. Mereka lelah, terkapar, dan lumpuh, tetapi merasa nyaman, sekalipun tetap tidak bisa duduk.

Baca: Hubungan Alquran dan Ahlulbait Nabi Saw

Kemudian Nabi Muhammad Saw datang dengan membawa cahaya dan petunjuk, lalu umat manusia berjalan mengikutinya di bawah petunjuk yang dibawanya. Keadilan pun merata, hak-hak dipelihara, dan persamaan dijadikan tujuan. Akan tetapi, pada masa Yazid, tiba-tiba keadaan itu berbalik. Kini, para penguasa berjalan bukan di jalan yang ditempuh Rasulullah Saw.

Kemudian Imam Husain a.s. tampil dan mencoba mengembalikan para thaghut kepada jalan kebaikan yang dibentangkan Islam, yakni al-shirath al-mustaqim (jalan yang lurus). Perjuangan beliau diikuti oleh para pembela kebebasan, pencinta, dan pendukung prinsip-prinsip idealisme. Mereka memiliki tujuan yang sama, yakni mengupayakan manusia agar berbuat yang benar dan meninggalkan yang batil. Mereka menyampaikan berbagai pidato dengan seluruh kepiawaian mereka. Mereka menyampaikan nasihat dan peringatan bahwa umat manusia sedang berada di jurang kehancuran dan bencana.

Akan tetapi, geraman para tbaghut telah membuat telinga menjadi tuli dan hati menjadi buta. Korban-korban berjatuhan dalam memperjuangkan kebebasan, keadilan, dan persamaan. Mereka betul-betul gugur. Akan tetapi, prinsip-prinsip yang mereka perjuangkan dengan sungguh-sungguh dan mereka sirami dengan darah mereka, tetap kokoh dan kuat. Maka, pohon kebaikan itu pun segera memberikan bunganya yang harum dan buahnya yang lezat kepada umat manusia. Bunga-bunganya mereka jadikan wewangian dan buahnya mereka santap.

Sulaiman bin Shard dan Mukhtar tampil bersama pengikut-pengikutnya. Mereka mendengar gema kebenaran. Mereka segera menghambur tanpa mempedulikan bahaya, bercengkerama dengan maut, dan rindu akan kematian dalam membela idealisme yang diperjuangkan Imam Husain. Mereka sirami pohon itu dengan darah mereka, karena takut menjadi kering disengat panas.

Berikutnya, Zaid bin Ali ibn Husain tampil menentang para thaghut. Kesyahidannya menjadi pasir di mata para thaghut dan duri dalam kerongkongan mereka. Perjuangan Imam Zaid dilanjutkan oleh putranya, Yahya. Beliau adalah orang yang luhur jiwanya dan kokoh akhlaknya, penentang kezaliman, pembela keadilan, dan pejuang kebenaran. Semboyan mereka adalah: “Suatu kaum yang mencintai kehidupan pasti terhina.”

Kemudian, tibalah masa al-Nafs al-Zakiyyah di Hijaz, dan saudaranya, Ibrahim, di Bashrah. Abu Hanifah ikut bergabung dengan gerakan al-Nafs al-Zakiyyah. Sementara itu, di Bashrah, bergabung pula bersama Ibrahim sejumlah ulama yang suci dan para perawi hadis, untuk memerangi penyelewengan dan kehidupan mewah. Mereka memperjuangkan keadilan dan mendahulukan kepentingan orang lain, serta melaksanakan kewajiban mereka dengan sebaik-baiknya. Gema kebenaran berkumandang dan sambut-menyambut di berbagai penjuru negeri. Pohon kebebasan itu pun menemukan para penyiram. Tidak jarang ia disirami oleh darah para pejuang kebebasan dan syuhada suci. Semboyan al-Nafs al-Zakiyyah adalah: “Ya Allah, mereka telah haramkan apa yang Engkau halalkan, dan menghalalkan apa yang Engkau haramkan, melindungi orang yang Engkau ancam, dan mengancam orang yang Engkau lindungi.”

Pada masa pemerintahan Hadi al-Abbasi, tampillah Husain bin Ali ibn al-Husain menyambut panggilan kebenaran, membela keadilan, dan memperjuangkan kebebasan. Ia gugur secara dramatis di Fakh. Idris bin Abdullah ibn al-Husain selamat dari Pertempuran Fakh. Ia melarikan diri ke Maroko, dan selanjutnya mendirikan Daulat Idrisiyyah di sana.

Baca: Para Imam Ahlulbait dan Kondisi Zamannya

Akhirnya, tibalah masa Yahya bin Umar bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali Sajjad bin Husain, beliau menyampaikan seruannya, dan disambut dengan cinta kasih oleh warga Baghdad.  Namun, beliau pun gugur sebagai syahid. Kesyahidannya dilukiskan oleh Jalaluddin Rumi dalam puisinya yang sangat indah ini:

Salam sejahtera, keharuman, kedamaian dan rahmat semoga dilimpahkan kepadamu
Dan pertolongan dari naungan yang rindang siraman yang engkau telah alirkan
Selalu menyirami tumbuhan yang subur dan rindang
Bumi menyambutnya dengan cinta kasih kala tubuhnya gugur
dan ruhnya yang naik ke langit disambut Allah dengan cinta…

Itulah derajat yang diperoleh orang-orang saleh dari kalangan Ahlul Bait melalui perjuangannya yang nyata dan dengan pedoman yang lurus untuk keadilan, kebenaran, dan persamaan. Mereka adalah penyeru-penyeru kebenaran, pengajak kepada yang makruf dan pencegah dari yang mungkar, yang kemudian gugur, ditawan, dan dipenjara.

Pada babak pertama pertarungan antara nafsu dan ketamakan di satu pihak, dengan keadilan dan kebenaran di pihak lain, untuk sementara kemenangan berada di pihak yang pertama. Para thaghut bisa beristirahat dengan tenang untuk beberapa saat. Kemudian, datanglah giliran bagi nilai-nilai luhur dan kemanusiaan yang suci. Keluarga Muhammad Saw segera memperoleh cinta dan simpati, kemuliaan, serta keagungan jiwa. Mereka berhak atas kepahlawan sejati serta dicatat oleh sejarah yang suci dan memancarkan cahaya.

*Dikutip dari buku karya Dr. Musa Jawad Subaity – Akhlak Keluarga Nabi

No comments

LEAVE A COMMENT