Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Solidaritas Palestina dan Tafsir Ayat Persaudaraan

Mengapa kita harus membela Palestina? Banyak alasannya, dan salah satu di antaranya adalah karena sebagian besar mereka memiliki keyakinan dan akidah yang sama dengan kita. Kesamaan akidah menyebabkan mereka dengan serta-merta menjadi saudara kita. Ayat 10 dari Surah Al-Hujurat menekankan hal tersebut.

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Maka, damaikanlah antara kedua saudara kalian itu. Takutlah terhadap Allah, supaya kalian mendapat rahmat.

Pada ayat ini, dikatakan bahwa hubungan di orang-orang beriman itu seperti dua saudara. Karena saudara kita, mereka berada pada posisi yang harus diprioritaskan untuk mendapatkan pertolongan dari kita.

Terkait dengan persaudaraan ini, ada beberapa hal penting yang bisa kita kemukakan.

  1. Persahabatan dua saudara itu bersifat mendalam dan lama.
  2. Persahabatan dua saudara itu bersifat dua arah, tidak bertepuk sebelah tangan.
  3. Persahabatan dua saudara itu didasarkan kepada hal-hal yang bersifat spiritual, bukan karena ketertarikan fisik dan harta-bendawi.
  4. Saat menghadapi tantangan atau musuh, dua orang saudara akan mengambil tindakan yang sama.
  5. Kegembiraan saudaranya akan menjadi kegembiraannya. Demikian juga dengan kesedihan saudaranya.
  6. Imam Shadiq menyatakan bahwa dua saudara itu laksana dua tangan yang saling mencuci satu sama lain. (Mahajjatul Baidha, 3, h. 319)
Baca: “Solidaritas Palestina, Salah Satu Pilar Persatuan Islam

Tentang Persaudaraan

  1. Dalam pandangan Islam, penyelesaian atas segala permasalahan itu harus dimulai dari hal yang sangat fundamental dan konseptual. Pada ayat ini, permasalahan sengketa yang terjadi di antara kaum mukminin bisa diselesaikan dengan melihat hakikat hubungan di antara kaum mukminin. Ketika pada dasarnya kaum mukminin itu bersaudara dengan ciri-ciri persaudaraan di atas, persengketaan menjadi hal yang sangat aneh.
  2. Sejarah Islam menunjukkan bahwa ayat ini bersifat implementatif dan sangat ampuh menciptakan tatanan masyarakat yang kuat. Pada masa hijrah, Rasulullah bersama 740 sahabatnya, di sebuah kawasan bernama Nakhilah, memproklamirkan Yaumul Akhah (Hari Persaudaraan). Tiap mukmin dipersaudarakan dengan yang lain: Abu Bakar dengan Umar, Utsman dengan Abdurrahman bin Auf, Salman dengan Abu Dzar, Abu Darda dengan Bilal, Miqdad dengan Ammar, Aisyah dengan Hafshah, dan Rasulullah sendiri dengan Ali.
  3. Persaudaraan yang semu suatu saat akan luntur:

“Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak pula mereka saling meminta pertolongan kepada sesama mereka (lantaran tak seorang pun dapat berbuat apapun).” (QS. Al-Mukminun [23]: 101)

Baca: “Di Balik Kisah 70 Tahun Tragedi Nakba Palestina

Sementara itu, persaudaraan yang dibangun atas dasar agama akan kekal sampai akhirat:

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya.” (QS. Al-Hijr [15]: 48)

  1. Persahabatan dan persaudaraan yang benar harus atas dasar keinginan untuk mendapatkan rida Allah. Jika dibangun atas dasar hal-hal duniawi, persaudaraan pasti akan hancur dan di hari kiamat nanti malah mereka akan saling memusuhi:

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagian mereka menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 67)

  1. Menjalin persaudaraan adalah hal yang penting. Tapi, lebih penting lagi adalah menjaga persaudaraan yang sudah terjalin.
  2. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis bersabda, bahwa hak seorang saudara seiman atas saudaranya itu ada 25. Dengan demikian, kita punya 25 kewajiban atas saudara seiman kita, yaitu:
  3. Memaafkan kesalahan berdasarkan rasa sayang,
  4. Menyembunyikan rahasia dan cela,
  5. Menutupi/membayar kesalahan,
  6. Menerima alasan yang disampaikan,
  7. Menahan dirinya dari hal yang buruk,
  8. Menghendaki kebaikan atasnya,
  9. Berbuat sesuai dengan janji yang diberikan kepadanya,
  10. Menjenguknya ketika sakit,
  11. Mengurus jenazahnya (jika meninggal),
  12. Memenuhi undangan dan menerima hadiahnya,
  13. Memberikan balasan atas hadiah,
  14. Mengucapkan terima kasih atas jerih payahnya,
  15. Berupaya keras memberikan pertolongan,
  16. Menjaga harga dirinya,
  17. Memenuhi permintaannya,
  18. Menjadi perantara untuk menyelesaikan masalahnya,
  19. Mencarikan barangnya yang hilang,
  20. Mengucapkan doa kesehatan/rahmat jika ia bersin,
  21. Menjawab salamnya,
  22. Menghormati kata-katanya,
  23. Memberikan hadiah terbaik baginya,
  24. Menerima sumpahnya,
  25. Menjadikan sahabatnya sebagai sahabat,
  26. Dalam kondisi sedang ditimpa musibah tidak membiarkannya, dan
  27. Apapun yang menjadi keinginan kita, jadikan sebagai keinginannya (misalnya kalau kita mengharapkan/berdoa atas sesuatu, harapan/doa yang sama juga kita tujukan buatnya).[*]

(dikutip dari rubrik Tafsir, Buletin Al-Wilayah, edisi 19, Desember 2017, Rabiul Tsani 1438)

Baca: “Maulid Nabi Dan Persatuan Umat Islam

 

No comments

LEAVE A COMMENT