Terjemah dan Tafsir Ayat 1 – 8
Demi matahari dan sinarnya di pagi hari. Demi bulan jika mengiringinya. Demi siang jika menampakkannya. Demi malam jika menutupinya. Demi langit dan yang menegakkannya. Demi bumi dan yang menghamparinya. Demi jiwa dan yang menyempurnakannya. Lalu mengilhaminya tentang kejahatan dan ketakwaan.
Surat ini adalah surat yang paling banyak mengandung sumpah. Allah Swt bersumpah dengan sebelas ciptaan dan fenomena alam; matahari, sinar matahari, bulan, siang, malam, langit, yang menegakkan langit, bumi, yang menghamparkan bumi, jiwa, dan yang menyempurnakan jiwa.
Sumpah, dalam ungkapan bangsa Arab, menunjukkan besar dan pentingnya permasalahan yang akan disampaikan oleh Allah Swt sebesar obyek sumpah yang disebutkan-Nya. Ketika Allah Swt bersumpah dengan matahari, maka hal itu menunjukkan besar dan pentingnya matahari. Demikian pula dengan pesan yang disampaikan setelah sumpah. Dalam surat ini, Allah Swt bersumpah berkali-kali, maka pesan yang ingin disampaikan oleh-Nya memiliki bobot dan nilai yang sangat besar dan penting sekali.
Baca: Tafsir Surat adh-Dhuha
Matahari dan sinarnya berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia, binatang, dan tumbuh tumbuhan. Bulan sebagai benda langit dan satelit bumi berfungsi untuk mengimbangi gravitasi bumi dan menjaga keseimbangan lautan. Selain itu, peredaran bulan untuk menentukan penanggalan. Siang dan malam yang silih berganti mempunyai peran tersendiri bagi semua makhluk yang terhimpun olehnya. Langit yang tegak dan tinggi masih banyak menyimpan misteri dan menantang umat manusia untuk menyingkap rahasia-rahasianya yang tidak terhitung. Bumi yang terhampar memiliki sumber daya alam yang kaya dan berlimpah. Jiwa adalah hakikat manusia. Ia yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lainnya, karena dengan jiwanya manusia mengetahui kebaikan dan keburukan. Dan itu merupakan bimbingan dari Allah Swt sehingga manusia mampu mendekati-Nya.
Terjemah dan Tafsir Ayat 9 – 15
Sungguh telah beruntung orang yang membersihkannya, dan sungguh telah rugi orang yang mengotorinya. Adalah kaum Tsamud telah mendustakan (Rasulnya) karena kezalimannya, ketika bangkit orang yang paling celaka dari mereka. Lalu berkata kepada mereka utusan Allah, “(Biarkanlah) unta betina Allah ini beserta minumannya.” Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu. Maka Tuhan membinasakan mereka karena dosa mereka, lalu meratakan mereka. Dan Dia tidak khawatir akibat dari pembinasaan-Nya.
Setelah menyebut beberapa sumpah tadi, Allah Swt menegaskan tentang pentingnya pembersihan jiwa. Dalam pandangan Islam keberuntungan dan keberhasilan terletak pada jiwa manusia. Sejauh mana dia dapat membersihkan (takhliyyah) jiwanya, maka sejauh itu dia beruntung dan bahagia. Sesungguhnya kebahagiaan yang didambakan setiap manusia hanya akan dimiliki seseorang, ketika dia membersihkan jiwanya dari watak-watak yang buruk, seperti; hasud, sombong, cinta dunia, egois, dan lain-lain .
Dan ketika jiwanya dikotori dengan watak-watak itu, maka dia akan sengsara dan rugi. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat sebelumnya, bahwa Allah Swt mengilhamkan kepada manusia melalui akalnya tentang kebaikan dan keburukan (fujaroha wa taqwaha). Manusia yang mengikuti ajakan akalnya ke kebaikan, maka dia adalah manusia yang beruntung dan bahagia, dan manusia yang tidak mengikuti ajakan akalnya, maka dia rugi dan celaka.
Dalam Majma al-Bayan diriwayatkan, bahwa Imam Muhammad Baqir a.s. dan Imam Jakfar a.s. dalam mengomentari ayat kesembilan dan kesepuluh ini berkata: “Sungguh telah beruntung orang yang taat dan telah rugi orang yang membangkang.”
Juga dikutip, dalam kitab yang sama, doa Rasulullah Saw: “Ya Allah, berilah jiwaku ketakwaannya, karena Engkau adalah Pemilik dan Pelindungnya. Dan bersihkanlah jiwaku, karena Engkau sebaik-baik yang membersihkannya.”
Dalam al-Durr al-Mantsur diriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah Saw yang berbunyi: “Beruntunglah jiwa yang telah Allah bersihkan, dan rugilah jiwa yang Allah gagalkan dari segala kebaikan.”
Kemudian Allah Swt menceritakan tentang kedurhakaan kaum Tsamud, kaum Nabi Shaleh. Mereka diuji dengan seekor unta yang diciptakan dari batu sebagai mukjizat (bukti) akan kebenaran Nabi Shaleh a.s. Unta ini membantu mereka dalam menyediakan air secara cumacuma. Nabi Shaleh mengingatkan mereka agar tidak mengganggu unta itu, dan jika mengganggunya maka akan ditimpakan siksaan dari Allah Swt. Dia berkata, “Inilah seekor unta betina. Ia mempunyai giliran untuk minum, dan kalian juga mempunyai giliran untuk minum di hari tertentu. Dan janganlah kalian mengganggunya, maka kalian akan ditimpa siksaan hari yang besar.” (QS. al-Syua’ra: 156)
Namun karena hati yang gelap dan durhaka, mereka mendustakan Nabi Shaleh a.s. dan seorang dari mereka membunuh unta itu, maka Allah Swt membinasakan mereka sehingga mereka sama rata dengan tanah.
Baca: Tafsir Surat at-Thariq
Thabari menyebutkan bahwa pembunuh unta itu bernama Uhaymira Tsamud. Qurthubi mengutip riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib a.s. bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada: “Tahukah kamu siapakah orang paling celaka terdahulu?” Imam Ali menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih tahu.” Lalu beliau bersabda: “Yaitu, pembunuh unta betina Nabi Shaleh a.s. Tahukah kamu siapakah orang paling celaka di kemudian?.” Imam menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih tahu.” Lalu beliau Saw bersabda: “Yaitu, pembunuhmu.”
Ayat yang berbunyi “Dia tidak khawatir akan akibat pembinasaan-Nya” mengisyaratkan bahwa Allah Mahakuasa dan Kuat serta Pemilik alam semesta ini dapat melakukan apa yang Dia kehendaki, dan tiada satu pun yang dapat mencegah-Nya. Dia tidak sama dengan penguasa mana pun, ketika menyiksa lawan-lawannya, maka ada perasaan takut dan khawatir dalam hati mereka, meskipun kecil, akan balasan lawan-lawan mereka.
*Disadur dari Tafsir Juz Amma karya Ustaz Husain Alkaff