Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tauhid dan Bagian-bagiannya dalam Mazhab Syiah

Mazhab Syiah meyakini bahwa di antara persoalan-persoalan paling penting dalam kaitannya dengan mengenal Dzat Allah ialah pengetahuan akan tauhid dan keesaaan Tuhan. Tauhid tidak hanya merupakan salah satu prinsip agama, tapi ia adalah ruh dan jiwa seluruh ajaran Islam, baik pokok-pokok ajarannya (ushuluddin) maupun cabang-cabangnya (furu’) mengkristal dalam tauhid.

Seluruhnya dikaitkan dengan tauhid dan keesaan. Keesaan Dzat Yang Mahasuci, keesaan sifat-sifat dan perbuatan-Nya, bahkan keesaan (baca: kesatuan) misi para nabi, agama Ilahi, kiblat, kitab, hukum, dan peraturan hukum bagi seluruh umat manusia. Demikian pula persatuan Muslimin dan Hari Kebangkitan. Oleh karena itulah, maka setiap penyimpangan dari tauhid dan kecondongan ke syirik dianggap oleh Alquran sebagai dosa yang tak terampuni.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni jika Dia disekutukan, tapi mengampuni selain itu, bagi yang dikehendaki-Nya. Barang siapa menyekutukan Allah sungguh telah melakukan dosa besar.” (QS. an-Nisa: 48)

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu bahwa jika engkau menyekutukan Tuhan niscaya amalmu akan terhapus dan masuk dalam golongan orang-orang rugi.”  (QS. az-Zumar: 65)

Baca: Tauhid, Menolak Mengabdi Selain kepada Allah

Tauhid juga memiliki bagian-bagiannya, antara lain empat hal berikut:

1) Tauhid Dzat

Yaitu bahwa Dzat Allah itu esa. Tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tidak ada tandingan dan tidak ada yang menyamai-Nya.

2) Tauhid Sifat

Yaitu bahwa sifat-sifat seperti ilmu, kuasa, keabadian, dan sebagainya menyatu dalam Dzat-Nya, bahkan adalah Dzat-Nya sendiri. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya. Hanya saja, untuk menyelami hakikat kesatuan Dzat dan sifat-sifat-Nya ini menuntut kejelian dan kedalaman berpikir.

3) Tauhid Afal atau Perbuatan

Yaitu bahwa segala perbuatan, gerak, dan wujud apa pun pada alam semesta ini bersumber dari keinginan dan kehendak-Nya. “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (QS. az-Zumar: 62)

“Dia memiliki kunci-kunci langit dan bumi.” (QS. asy-Syuura: 12)

Memang tidak ada yang menentukan dalam wujud, alam semesta ini, kecuali Allah. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa kita terpaksa dalam perbuatan-perbuatan kita (determinis). Sama sekali tidak. Kita justru bebas memilih dan mengambil keputusan.

“Sesungguhnya Kami telah memberikan petunjuk kepada manusia. Ada yang bersyukur dan ada pula yang ingkar.” (QS. al-Insaan: 3)

“Sesungguhnya manusia tidak mendapatkan apa-apa kecuali apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39)

Kedua ayat di atas dengan tegas menjelaskan bahwa manusia bebas dalam kehendaknya (free will). Akan tetapi, karena kebebasan dan kemampuan kita untuk mengerjakan sesuatu datangnya dari Allah, maka perbuatan-perbuatan kita disandarkan kepada Allah, namun tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab kita terhadapnya. Tuhan memang yang telah menghendaki kita bebas dalam perbuatan-perbuatan kita, karena Dia ingin menguji dan membawa kita ke jalan kesempurnaan. Sebab manusia tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali dengan kebebasan berkehendak (free will) dan mengikuti jalan kebenaran melalui pilihannya sendiri; itu karena perbuatan yang dipaksakan dan di luar kemauan seseorang tidak menggambarkan apakah ia baik atau buruk.

Jika kita terpaksa dalam perbuatan-perbuatan kita, maka tidak ada artinya pengutusan para nabi, turunnya kitab-kitab samawi, ajaran agama, pengajaran, pendidikan, dan sebagainya. Demikian pula tidak ada artinya pahala dan azab Tuhan. Inilah yang diajarkan madrasah Ahlulbait bahwa tidak jabr (mutlak terpaksa) dan tidak pula tafwidh (bebas mutlak), tapi di antara keduanya. Imam Jakfar Shadiq a.s. berkata: “Sesungguhnya tidak jabr dan tidak pula tafwidh, tapi di antara keduanya.” (Ushul al-Kafi, 1/160)

4) Tauhid Ibadah:

Yaitu bahwa ibadah hanya ditujukan kepada Allah Swt semata dan tidak ada yang patut disembah kecuali Allah Swt. Sub Tauhid Ibadah ini adalah sub tauhid yang paling utama dan yang paling mendapat perhatian para Nabi.

“Sesungguhnya mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah, semata-mata taat kepada-Nya, hanif, lurus dan bersih, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayinah: 5)

Dan tauhid seseorang akan semakin dalam jika ia menempuh tahapan-tahapan perjalanan kesempurnaan akhlak dan irfan sehingga ia akan mencapai suatu kedudukan atau maqam di mana hatinya hanya terpaut pada Allah Swt semata, selalu mencari-Nya kapan dan di mana pun, tidak memikirkan apa-apa kecuali Dia, dan selalu sibuk dengan-Nya. Segala sesuatu yang membuatmu lupa kepada Allah ia adalah berhalamu.

Syiah meyakini bahwa sub-sub tauhid tidak hanya terbatas pada empat sub yang disebutkan di atas, tapi masih ada sub-sub lainnya, seperti tauhid kepemilikan (tauhid milkiyyah).

Baca: Tauhid dalam Penjelasan Imam Khomeini (1)

“Apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah.” (QS. al-Baqarah: 284)

Dan tauhid keputusan (tauhid hakimiyyah). “Barang siapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir.” (QS. al-Maidah: 44)

*Dikutip dari buku Konsep Tauhid Syiah Imamiyah – Ayatullah Nassir Makarim Syirazy

No comments

LEAVE A COMMENT