Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Terapi Moral ala Surah Luqman


oleh: Ayatullah Makarim Syirazi

Luqman al-Hakim diceritakan dalam sebuah surah yang menggunakan namanya itu dalam Al-Quran. Dia berbicara seputar persoalan moral yang berkaitan dengan manusia dan jiwa. Pembahasan ini hanya terkait dua ayat pada surah ini; 18 dan 19.

Ayat 18

Luqman berpesan kepada anaknya tentang kesederhanaan, keceriaan, dan tidak arogan. Dia berkata,

وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. Luqmān [31]:18)

Kata kerja تصعر (memalingkan wajah) yang digunakan ayat ini berasal dari suatu penyakit yang diderita unta sehingga membuat lehernya menjadi bengkok.

Baca: Moralitas Perempuan dan Laki-laki; Persamaan atau Perbedaan?

Kata مرح bermakna arogan dan ingkar atas nikmat. Kata مختال seakar dengan khayal atau fantasi, yaitu orang yang memandang dirinya mulia dan agung sebagai efek dari fantasi dan angan-angan dirinya.

Sementara kata فخور bermakna orang yang suka membanggakan dirinya di atas orang lain.

Perbedaan antara kata  “المختال” dan “اَلْفَخُورُ

Kata yang pertama merujuk pada imajinasi tentang kebesaran dan kehebatan diri. Sedangkan kata yang kedua merujuk pada sikap arogansi yang ditampilkan.

Baca: Imam Baqir dan Universitas Para Ilmuwan

Berdasarkan hal ini, Luqman al-Hakim di sini menunjukkan dua atribut yang sangat tercela sekaligus menyinggung prinsip pelemahan dan perusak inti kohesi sosial; (1) keangkuhan dan ketidakpedulian terhadap orang lain, (2) kecongkakan dan kekaguman terhadap diri sendiri.

Kedua karakter ini ikut andil dalam mendorong manusia ke dunia ilusi, fantasi, dan pandangan superioritas atas orang lain, lalu membuatnya terperosok ke dalam jurang ini.

Kemudian, kedua karakter ini merusak hubungan seseorang dengan orang lain dan membuatnya menjadi individualis.

Baca: Belajar Berbakti Kepada Orang Tua Dari Imam Ali Zainal Abidin a.s.

Terlebih dengan memperhatikan makna asal dari kata صعّر, menjadi jelas bahwa karakter seperti ini merupakan penyakit mental dan moral. Selain itu, karakter ini juga suatu penyimpangan dalam identifikasi dan pemikiran.

Sebaliknya, seorang insan yang sehat secara spiritual dan mental tidak sama sekali mencoba untuk berasumsi dan berfantasi seperti itu.

Tidak bisa dimungkiri bahwa tujuan Luqman bukan hanya berfokus pada persoalan berpalingnya seseorang dari masyarakat atau berjalannya ia dengan kesombongan. Lebih dari itu, tujuan Luqman adalah menentang segala sikap arogansi dan kesombongan.

Baca: Membangun Diri dengan Muhasabah (1)

Ketika karakter ini diungkap dalam aktivitas sehari-hari, sekecil apapun perbuatan itu, hal itu tergolong ke dalam bentuk ekspresi kesombongan.

Ayat 19

Kemudian Luqman menerangkan dua perkara dan perilaku moral yang positif sebagai lawan dari dua perilaku tercela yang disebutkan ayat sebelumnya.

Dia berkata,

وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. Luqmān [31]:19)

Pada Hakikatnya, Dua Ayat Ini Memerintahkan Dua Karakter dan Melarang Dua Karakter

Alasan pelarangan atas sikap kesombongan dan berbangga diri itu karena yang pertama meremehkan para hamba Allah dan yang kedua mendorong manusia merasa dirinya lebih sempurna dan lebih tinggi dari orang lain. Lalu hal ini akan membuat tertutupnya tangga-tangga kesempurnaan di hadapannya, seandainya pun dia tidak membandingkan dirinya dengan orang lain.

Baca: Ingin Masuk Surga, Hindari Sifat Sombong

Meskipun pada umumnya kedua karakter ini saling berkaitan dan memiliki asal yang sama, namun terkadang keduanya berbeda satu sama lain.

Sementara perintah untuk melaksanakan dua karakter pada ayat 19, yaitu menjaga sikap moderat antara perbuatan dan ucapan. Karena sebenarnya penegasan untuk menjaga sikap sederhana dalam berjalan dan mengeluarkan suara itu bagian dari contoh semata.

Sejatinya seseorang yang mengikuti empat nasihat tersebut akan sukses, bahagia, beruntung dalam hidupnya, disenangi masyarakat, dan mulia di sisi Allah.

Di antara hal yang perlu diperhatikan, bahwa mungkin saja kita akan mendengar suara yang lebih menjengkelkan dari suara keledai dalam kehidupan kita, seperti suara gesekan antara dua potong logam yang jika terdengar oleh kita, seakan daging kita terasa teriris-iris. Hanya saja suara itu tidak bersifat umum.

Di samping itu, tentu ada perbedaan antara suara yang mengganggu dan suara yang buruk. Dan suara keledai tetap dianggap yang paling buruk di antara suara yang biasa didengar oleh manusia. Karena itulah teriakan dan ocehan orang yang sombong ini diserupakan dengan suara keledai.

Suara yang buruk bukan hanya dari tingginya intonasi dan cara pengucapannya saja, tapi juga bila suara dikeluarkan tanpa sebab yang jelas. Karena beberapa ahli tafsir mengatakan, “Pada umumnya suara-suara binatang itu mengungkapkan kebutuhan mereka. Tetapi seringkali hewan ini (keledai) mengeluarkan suara tanpa sebab dan alasan yang jelas bahkan tanpa adanya kebutuhan dan judul!”

Baca: Pelajaran Akhlak Imam Khamenei: Makna Istigfar

Boleh jadi sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa setiap keledai mengeluarkan suara, ia sedang melihat setan. Inilah alasannya.

Sebagian penafsir yang lain berkata, “Sesungguhnya setiap ocehan binatang adalah tasbih, kecuali suara keledai.”

Bagaimana pun, jika kita telah melampaui semua itu, suara buruk ini di antara suara yang lainnya tidak perlu dikaji lebih dalam. Jika kita lihat dalam riwayat dari Imam as-Shadiq a.s. dan yang ditafsirkan oleh ayat ini tentang hentakan suara keras, dan bernada tinggi ketika berbicara, maka sungguh hal ini adalah bukti konkret tentang suara yang buruk.

Baca:  Akhlak Mulia (1)


No comments

LEAVE A COMMENT