Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tingkat Ma’rifat (1)

Ma'rifatPangkal agama adalah mengenal-Nya.”(1)

Kita tidak asing dengan hadis Nabi saw: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.” Juga dengan hadisnya, “Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya..” (al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, juz 3, hal 126).

Tidak diragukan bahwa di antara para sahabat Nabi saw, orang yang paling berilmu adalah Sayidina Ali. Semua ilmu yang ia miliki adalah dari Rasulullah saw, sebagaimana ia sendiri mengungkapkan: “Aku diajari Rasulullah saw seribu bab ilmu, lalu bercabang dari tiap bab bagiku seribu ilmu.” (Tafsir ar-Razi, 8/21 mengenai tafsir QS: Al Imran 23)

Mungkin setetes dari samudera ilmunya yang sampai kepada kita, tertuang dalam kitab Nahjul Balaghah. Kitab yang sangat berharga ini memuat khotbah-khotbah, surat-surat dan kata-kata hikmah Sayidina Ali, dikumpulkan dan disusun oleh Almarhum Sayed Radhi (Abul Hasan Muhammad bin Husein al-Musawi/wafat 406 H). (Baca: Ilham dan Kebaikan)

Tingkat Ma’rifat

Dalam khotbah pertama yang mengawali bagian dari kitab tersebut, Sayidina Ali setelah menyampaikan kalimat hamdalah, berbicara tentang sepaket ma’rifat atau tentang mengenal Allah swt, dengan kalimat-kalimat pendek yang padat makna-maknanya.

Syekh Makarem Syirazi memberikan syarah terkini atas kitab Nahjul Balaghah, dalam kitabnya, “Nafahat al-Wilayah” juz 1, mengurai ma’rifat tersebut dalam lima level:

1-Ma’rifat ijmaliyah (global)

2-Ma’rifat tafshiliyah (detail)

3-Tauhid Dzat dan Sifat

4-Ikhlas

5-Peniadaan Tasybih

Artikel pendek ini yang mungkin bisa berseri, insya Allah, menyajikan kajian yang sederhana terkait tiap-tiap level ma’rifat tersebut.

1-Ma’rifat Global

Sayidina Ali (kw) berkata: “Pangkal agama adalah mengenal-Nya.”

Kata “dîn” (agama), arti secara bahasanya adalah ketaatan dan balasan. Secara istilah merupakan kumpulan akidah, hukum dan etika (akhlak). (Baca: Etika Berdoa Menurut Imam Ja’far Shadiq as.)

Akidah sebagai dasar-dasar agama yang disebut dengan “ushuluddin”, meliputi tauhid, kenabian dan hari kebangkitan (ma’ad). Sedangkan hukum dan etika merupakan cabang-cabang agama, yang disebut dengan “furu’uddin”. Keseluruhannya berawal dari ma’rifat atau mengenal Allah.

Ada yang berfikir bahwa agama dimulai dengan telaah atau pencarian, yang berarti lebih dulu dari perkara yang berupa ma’rifat ini. Tetapi, menurut Syekh Makarim, adalah keliru pikiran yang demikian itu. Mengapa?

Beliau menjelaskan, karena telaah adalah awal keharusan (bagi pengetahuan yang harus dicapai). Sedangkan ma’rifat adalah awal dasar bagi agama. Yakni, beda posisi bahwa ma’rifat adalah mukadimah (tahap pertama) bagi agama yang bermukadimah. Bahwa agama yang berarti ketaatan, ketaatan ini muncul setelah -dan bergantung pada- mengenal siapa yang ditaati.

Kefitrahan Mengenal Allah

Ma’rifah berarti pengetahuan, sama dengan ilmu. Adalah jelas bahwa nilai suatu pengetahuan terletak pada ma’lûm atau obyeknya. Ketika yang ma’lûm adalah Sumber segala wujud, maka ma’rifat atau mengenal-Nya adalah pengetahuan yang paling mulia, karena kemaha agungan Yang ma’lûm, Allah swt. (Baca: Kata “Maaf”, Kunci Kemuliaan)

Mengenal Allah, yang dipandang sebagai awal agama di sini adalah ma’rifat yang bersifat global, yang tertanam di dalam fitrah setiap manusia. Allah swt berfirman:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS: ar-Rum 30)(2)

Diterangkan dalam riwayat mengenai “kelurusan” (ketulusan) dalam ayat ini, yang juga terdapat dalam ayat lain (QS: al-Hajj 31)(3), Zurarah kepada Imam Shadiq bertanya: “Apakah ketulusan itu bagian dari fitrah yang Dia menciptakan manusia atasnya?”

Beliau menjawab, “Allah telah menciptakan manusia atas ma’rifat kepada-Nya.” (Al-‘Aqaid al-Islamiyah, juz 1, bagian Fitrah).

Ma’rifat inilah yang diantar oleh para rasul as dengan segala upaya mereka bagi umat manusia, untuk sampai pada ma’rifat yang lebih sempurna. Agar tidak tumbuh benalu di seputar ma’rifat ijmaliyah ini, dan tak berkembang dalam bentuk pemikiran yang menyimpang berupa kesyirikan…(Bersambung)

Catatan kaki:

  • اَوَّلُ الدّينِ مَعْرِفَتُهُ; Nahjul Balaghah, Khotbah 1.
  • حُنَفاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكينَ بِهِ
  • فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنيفاً فِطْرَةَ اللهِ الَّتي‏ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها لا تَبْديلَ لِخَلْقِ اللهِ ذلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَ لكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

Baca Selanjutnya: Tingkat Ma’rifat (2)


No comments

LEAVE A COMMENT