Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Ushul dan Furu’ dalam Agama sebagai Sebuah Kesatuan

Sebagai keseluruhan, isi agama Islam dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua bagian dan dua sistem sekunder yang saling berhubungan dan bersatu, dan yang merupakan suatu keseluruhan sistem Islam, yaitu sistem keimanan dan sistem nilai.

Dalam Islam ada serangkaian keimanan yang harus dipercayai manusia, diterima dan diimani, dan ada serangkaian nilai yang harus dilaksanakan dalam amal perbuatan dan perilakunya. Bagian yang pertama kita namakan “sistem akidah” sedang yang kedua “sistem nilai”.

Dengan mengambil inspirasi dari ayat suci mengenai asy­syajarah ath-thayyibah (pohon yang baik-QS. 14:24), kita dapat menafsirkan bagian pertama sebagai ushul ad-din (prinsip-prinsip dasar Islam) dan yang kedua sebagai furu’ ad-din (kewajiban-kewajiban menurut syariat).

Baca: Tolok Ukur Keimanan dan Keikhlasan

Bagi kehidupan manusia, keimanan adalah ibarat akar-akar sebatang pohon yang apabila berada di hati manusia, akan mempengaruhi pula tindakan-tindakannya, asal saja ia mempunyai cukup kesadaran dan wawasan tentangnya, dan mengetahui dengan benar seluruh dimensi keimanan. Jadi, pertama-tama, keimanan itu harus dikuatkan dan dikukuhkan dan, kedua, perhatian harus diberikan pada efek-efek amaliahnya. Karena, walaupun sistem Islam terdiri dari dua sistem, namun di antara keduanya ada suatu hubungan yang sama dengan hubungan antara ashl (asal, prinsip) dan far’ (cabang), hubungan antara akar pohon dan cabang beserta daunnya.

Dari itu, para ulama menamakan keimanan yang sesungguhnya sebagai ushul ad­din dan sistem nilai sebagai furu’ ad-din. Yang pertama (prinsip) adalah akar dari pohon Islam, sedang yang kedua (nilai) adalah cabangnya. Di sisi lain, ada suatu hubungan saling mempengaruhi antara akar dan cabang serta daun. Akar mempunyai peranan penting pada pertumbuhan pohon dan perkembangan cabang dan daun, dan cabang serta daun pun berpengaruh besar pada kekuatan akar.

Maka, sebagaimana pada awalnya akar menyebabkan munculnya cabang seta daun. Cabang dan daun itu pun pada gilirannya membantu akar untuk menguat. Dengan kata lain, kurva hubungan antara akar dan cabang serta perubahan-perubahannya adalah semacam zig-zag, dalam pengertian bahwa dari akar ia ke cabang dan selanjutnya dari cabang ia kembali lagi ke akar, begitu seterusnya.

Seperti itulah hubungan antara keimanan dan amal. Semakin kuat iman, semakin kuat pula pengaruhnya pada amal perbuatan; semakin orang melaksanakan hukum-hukum (cabang) agama dan amal perbuatan sesuai dengan keimanannya, semakin diperkuat pula keimanannya. Ini suatu hubungan saling mempengaruhi antara akar di satu sisi dan cabang dan daun di sisi lain, antara iman dan amal, antara pandangan dunia dan akidah. Namun, pada dasarnya pandangan dunialah yang mengevolusikan akidah.

Apabila kita merenungkan dengan cermat ayat Alquran terkutip di atas sekali lagi, hubungan ini akan lebih jelas bagi kita. Dalam Alquran, Allah menyebutkan: “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku….’” (QS. al-Anbiya: 25)

Dan kemudian Allah mengungkapkan cabang yang terpaut pada prinsip di atas,“fa’budun” (maka sembahlah Aku). Setelah diketahui bahwa Allah adalah Esa dan tak ada sesuatu yang berkedudukan seperti Dia, maka kita harus menyembah Dia, Allah Yang Maha Esa. Menyembah adalah amal perbuatan, dan mengetahui bahwa Allah Esa menyebabkan manusia berusaha untuk menyembah Dia dalam amal perbuatan. Apabila tak ada basis itu, tak akan ada cabang ini, dan apabila itu tidak kukuh, cabang ini tidak akan berbuah.

Islam, yakni dalam koleksi keimanan dan nilai yang harus kita imani dan laksanakan dalam amal perbuatan, apa posisi tauhid dan peranan apa yang dilakukannya?

Apabila kita memandang tauhid hanya sebagai konsep yang sangat sederhana dan jamak, sebagaimana yang telah kita pelajari di sekolah atau madrasah, maka, walaupun hal itu benar, tidaklah itu cukup untuk menjelaskan hubungan ini. Ashl (prinsip) yang pertama dari prinsip-prinsip agama Islam ialah bahwa Allah adalah Esa, dan bukan dua. Prinsip yang kedua ialah bahwa para nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah Swt untuk menuntun umatnya. Prinsip ketiga, keimanan ma’ad (kebangkitan). Prinsip keempat ialah bahwa Allah Swt adalah adil. Prinsip kelima, bahwa penerus Nabi Saw adalah para imam maksum yang telah ditunjuk oleh Allah.

Allamah Thabathaba’i, berkata: “Tauhid, bila diuraikan, menjadi keseluruhan Islam, dan bila Islam dirangkum akan diperoleh tauhid.”

Tauhid adalah seperti khazanah yang dipadatkan, yang pada permukaannya tampak seperti suatu prinsip akidah yang sederhana, tetapi apabila dibentangkan dan dibeberkan, ia meliputi seluruh Islam. Dengan kata lain, keseluruhan Islam adalah suatu tubuh yang terbentuk dari berbagai anggota dan bagian, yang jiwanya adalah tauhid. Apabila tauhid, yakni jiwa, ditiupkan ke dalam tubuh ini, ia akan menjadi tubuh yang hidup; bila tidak maka ia akan menjadi sistem yang tak bernyawa, mati.

Baca: Makna Iman, Kekafiran, dan Keraguan Menurut Imam Ali a.s.

Alquran telah pula memberikan perbandingan dalam hubungan ini dengan mengatakan: “…kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim 14: 24)

*Disarikan dari buku Monoteisme – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi

No comments

LEAVE A COMMENT