Riba itu diharamkan. Dalam sebagian riwayat, riba disejajarkan dengan dosa-dosa besar. Namun dalam dunia modern saat ini, praktik riba begitu halus dan mulus. Dan salah satu tempat yang disinyalir melakukan praktik riba adalah perbankan. Lalu benarkah setiap transaksi di bank itu mengandung unsur riba? Model transaksi apa yang diharamkan? Bagaimana pandangan marja’ taklid terkait dengan menyimpan dan mengambil keuntungan dari bank? Berikut kami beberkan himpunan fatwa maraji’ taklid terkait dengan masalah ini.
Sebelum menyampaikan fatwa, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1-Setiap mukallaf harus memperhatikan dan merujuk marja taklid yang diikutinya dan mengamalkannya terkait dengan masalah yang dihadapi atau dirisaukannya.
2-Dapat disimpukan bahwa menabung dan menyimpan uang di bank serta mengambil keuntungan (bunga) darinya selama dilakukan dengan cara-cara syar’i adalah hal yang boleh dan halal, misalnya dalam koridor dan ikatan perjanjian syar’i seperti mudharabah. Tentu saja setiap orang yang terlibat dalam urusan bank, ia harus memperhatikan dan merujuk fatwa marja` yang diikutinya (ditaklidinya).
3-Perlu melakukan kehati-hatian supaya jangan melakukan aktifitas perbankan (apapun bentuknya) selama masalah dan hukum syar’i-nya belum jelas. Di sini perlu merujuk ke fatwa mujtahid melalui risalah ‘amaliah atau tanya via online ke situs resmi marja taklid atau tanya ke orang yang ahli di bidag hukum syariat.
Marja` taklid Ayatullah Sayed Ali Khamene’i pernah ditanya: Apakah diperbolehkan menaruh uang di bank dengan tujuan untuk melakukan mumalah yang halal dan tanpa menentukan secara teliti bagian keuntungan dari nasabah, namun disyaratkan bahwa bank akan membayar keuntungan kepada nasabah setiap enam bulan?
Beliau menjawab: “Bila menaruh uang di bank dengan cara seperti ini bahwa nasabah memberi seluruh wewenang kepada bank, bahkan model muamalah dan penentuan bagian keuntungan nasabah pun diberi wewenang (hak kuasa) kepada bank maka menaruh uang dan mengambil keuntungan darinya dari muamalah syar’i adalah tidak menjadi masalah. Dan ketidaktahuan nasabah (pemilik uang) terhadap bagian keuntungannya dari menaruh uang tidak merusak kesahihan muamalah ini.
Marja` taklid Ayatullah Sayed Ali Khamene’i pernah ditanya: Apakah hukum seseorang yang bekerja di bank-bank yang mempraktikkan riba dengan alasan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pekerjaan lain sehingga ia terpaksa kerja di bank yang melakukan mumalah riba?
Beliau menjawab: “Bila bekerja di bank yang terkait dengan muamalah riba dan dengan cara tertentu membantu terwujudnya praktik riba maka tidak diperbolehkan untuk bekerja di sana. Dan alasan tidak menemukan pekerjaan halal untuk menjalankan roda kehidupannya tidak melegalkan pekerjaan yang haram.”
Marja taklid Ayatullah Sayed Ali Khamene’i pernah ditanya: Apakah mengambil bunga bank pada bank-bank negara-negara non-Muslim diperbolehkan? Dan apakah memanfaatkan uang dari bunga tersebut, baik pemilik bank tersebut ahli kitab maupun musyrik—dengan catatan bahwa saat menaruh/menabung uang disyaratkan untuk mendapatkan keuntungan/bunga—diperbolehkan?
Beliau menjawab: “Dalam kasus seperti yang ditanyakan boleh mengambil keuntungan/bunga, meskipun disyaratkan dari awal untuk mendapatkan bunga/keuntungan.
Lanjutan dari pertanyaan di atas: Bila sebagian pemilik saham/modal bank tersebut adalah orang-orang Muslim, apakah masih diperbolehkan mengambil keuntungan/bunga dari bank ini?
Beliau menjawab: “Mengambil keuntungan/bunga dari saham non-Muslim itu tidak menjadi masalah namun terkait dengan saham Muslimin—dalam kondisi menaruh uang di bank disyaratkan untuk mendapatkan keuntungan dan riba atau berkeinginan untuk memperolehnya—maka mengambil keuntungan tidak diperbolehkan.”
Abu Qadiran
Firda Putri | 26 September 2018
|
nice page