Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Fatwa tentang Entertainment dan Perfilman

Fatwa, Film, Entertainment,Perkembangan peradaban dan kebudayaan seringkali menimbulkan kecanggungan dan kontradiksi dengan norma-norma keagamaan yang sudah terlebih dahulu eksis di tengah komunitas masyarakat. Dunia entertainment sebagai bagian dari peradaban modern juga tidak lepas dari kaedah-kaedah sosio-kultural tersebut.

Problema utama di sini adalah bagaimana kita memposisikan dunia enterteimen dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak bertentangan dengan unsur-unsur  keIslaman yang menjadi pedoman utama kehidupan kita sebagai penganut Islam yang ideal.

Mari kita menyimak beberapa fatwa dari ulama dan mujtahid tentang dunia hiburan berikut ini;

Ayatullah Sistani menyikapi permasalahan tontonan yang berkaitan dengan kehadiran non muhrim dalam dunia hiburan khususnya televisi mengatakan bahwa;

“Diperbolehkan untuk melihat atau menonton non muhrim yang  tidak kita kenal dan tidak menimbulkan syahwat kepada yang menonton tersebut”. (Baca: Batasan Syar’i Relasi Pasutri dengan Non Muhrim; Pencegahan KDRT secara Eksternal)

Beliau juga menambahkan; dibolehkan menyutradarai film-film yang tidak bemuatan pornografi dan atau tidak mengandung musik-musik yang diharamkan (oleh agama).

Dalam kaitannya dengan program telivisi, beliau menekankan untuk memberikan  parental guide kepada kaum remaja untuk memilih dan memilah tontonan yang layak untuk ditonton, dan memberikan larangan kepada mereka  untuk menonton program-program televisi yang bermuatan pornografi dan hal-hal yang mengundang syahwat, sebab; hal ini termasuk dalam kategori amar ma’ruf dan nahi munkar [1].

Kebanyakan ulama juga melarang untuk menonton program-program televisi yang menghadirkan wanita yang tidak berhijab baik itu berupa rekaman maupun siaran langsung. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat secara spesifik di antara para ulama. Ayatullah Tabrizi dan Ayatullah Khamenei membedakan tontonan siaran langsung dan tidak langsung.

Menurut dua ulama ini; apabila tontonan tersebut merupakan siaran langsung dan menghadirkan wanita non muhrim yang tidak berhijab maka haram hukumnya untuk ditonton sekalipun tidak mengundang syahwat. Namun jika program yang menghadirkan wanita non muhrim yang tidak berhijab tersebut bukan siaran langsung hukumnya adalah diperbolehkan[2].

Perbedaan antara gambar dan visual/audio visual;

kebanyakan para ulama tidak membedakan secara hukum antara melihat gambar dan menonton film atau video, kecuali Ayatullah Khamenei dan Ayatullah Tabrizi. (Baca: Fatwa-Fatwa Bersejarah dalam Islam)

Menurut Ayatullah Tabrizi; secara hukum, tidak ada perbedaan antara rekaman audio visual dengan gambar. Yang berbeda disini adalah siaran langsung,  karena siaran langsung sama hukumnya dengan melihat seseorang (secara langsung).

Ayatullah Khamenei juga mempunyai fatwa yang hampir serupa. Namun, dalam kaitannya dengan siaran langsung yang menampilkan wanita non muhrim tanpa hijab beliau berpendapat; secara ihtiyath wajib (hukum) antara menonton  siaran langsung dan melihat gambar atau foto adalah sama.

Sebagai penjelasan, menurut Ayatullah Khamenei kita perlu (baca;wajib) menghindari tontonan yang menampilkan wanita non muhrim tanpa hijab, dan melihat foto-foto yang memilki kerakteristik diatas tersebut.

Fenomena yang sering kita hadapi di negeri kita tercinta ini adalah ketiadaan alternatif tontonan yang lebih halal secara juriprudensif. Dan pada gilirannya kita dihadapkan pada pilihan tidak ada pilihan lain. Namun demikian, berkaca dari pengalaman yang sudah ada ditengah komunitas masyarakat Indonesia yang majemuk ini, ajaran moral dan ideologi yang kokoh kepada generasi muda bangsa akan mampu mengantisipasi efek negatif yang ditimbulkan oleh dunia enterteiment kita yang lumayan tidak sehat. (Baca: Berwilayah juga Berpancasila)

Lagi-lagi peran kaum hawa sebagai ibu kembali dituntut untuk (minimal) memonitoring aktifitas kawula-kawula milenial kita yang biasanya kelebihan energi. Mungkin sebagian kita akan merespon permasalahan ini sebagai sebuah polemik kuno dan sedikit jadul. Percaya atau tidak, penelitian membuktikan bahwa unsur-unsur pornografi dan hal-hal yang bertentangan dengan etika dan moral adalah sebuah virus yang sangat-sangat destruktif terhadap pertumbuhan dan perkembangan generasi muda kita.

Tidak usah jauh-jauh, bagi para pembaca yang sudah berkeluarga bisa anda buktikan, apakah konsentrasi putra-putri anda tidak akan terganggu dengan tontonan yang tidak senonoh tersebut atau akankah anda mengizinkan putra-putri anda untuk mengkonsumsi tontonan yang amoral itu? Jawabannya jelas.[*]

AS Djatu

[1] . http://jamejamonline.ir

[2] . http://hadana.ir

Baca: Fatwa Transgender dan Larangan LGBT


No comments

LEAVE A COMMENT