Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Berziarah ke Karbala Lebih Utama dari Berhaji ke Makkah?

Mana yang lebih utama, menziarahi Imam Husein as atau Ka’bah? Dalam sebagian riwayat Syiah disebutkan bahwa menziarah Imam Husein as lebih utama dari menziarahi Ka’bah. Pertanyaannya adalah kenapa terdapat keutamaan seperti ini?

Dengan menyaksikan riwayat-riwayat seperti ini dalam kitab-kitab Syiah, sebagian kaum Wahabi yang menyimpan kedengkian menuduh kaum Syiah bahwa hal tersebut dapat menjadi penghalang untuk melaksanakan kewajiban haji dan tentunya menggoyahkan akidah mereka terkait ibadah haji. Riwayat-riwayat yang demikian diterima sebagai semacam ghuluw (pengkultusan) kedudukan Ahlul Bait dan menempatkan mereka bahkan lebih tinggi dari Allah swt.

Kita akan berusaha untuk menjawab keraguan-keraguan yang muncul melalui kajian riwayat-riwayat seperti ini.

Berziarah itu sunnah, Berhaji itu wajib

Riwayat-riwayat para imam tentang keutamaan berziarah kepada Imam Husein as sangat banyak. Dalam sebagian riwayat, keutamaannya ditegaskan bahkan melebihi haji. Bila dilihat dari permukaan dan tidak mendalam, maka mungkin keraguan berikut ini akan muncul dalam benak: Bagaimana mungkin ziarah Imam Husein yang hukumnya sunnah, lebih utama bahkan dari ziarah Ka’bah dan melaksanakan haji?!

Dengan sedikit mencermati kandungan riwayat-riwayat terkait dan memperhatikan prinsip Islam secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa dalam riwayat-riwayat seperti ini, ziarah Imam Husein as dengan makrifat terhadap hak imam lebih diutamakan dan dimuliakan dari haji non wajib atau umrah (yang hukumnya) sunnah, bukan haji wajib. (Ebook: Fikih Haji dan Umrah Menurut Mazhab Ahlulbait)

Sebagaimana dalam filsafat hukum Islam dijelaskan, amalan sunnah tidak pernah dapat menggantikan amalan wajib, apalagi sampai menjadikannya lebih utama. Ziarah Imam Husein as juga sebagai amalan sunnah tidak dapat menjadi lebih utama atas haji wajib yang diwajibkan kepada orang mustathi’ (mampu) ataupun menggantikannya.

Ka’bah menjadi Makmur Melalui Para Kekasih Allah

Dari sisi lain, Ka’bah dimuliakan karena dibangun dengan perintah Allah swt melalui para nabi. Berdasarkan nash sebagian riwayat, Ka’bah sejajar dengan arsy Ilahi dan salah satu manifestasi rububiyyah Tuhan. Sementara imam adalah kalimatullah dan manifestasi komprehensif dari seluruh sifat keindahan dan keagungan Ilahi.

Sebagaimana dalam Ziarah Jami’ah Kabirah, kita membaca:

مَنْ أَرَادَ اللَّهَ بَدَأَ بِكُمْ وَ مَنْ وَحَّدَهُ قَبِلَ عَنْكُمْ وَ مَنْ قَصَدَهُ تَوَجَّهَ بِكُمْ

“Barangsiapa yang menginginkan Allah, Dia akan memulai dengan kalian, barangsiapa yang mengesakan-Nya, Dia akan menerima melalui kalian dan barangsiapa yang menuju-Nya, Dia akan menghadapkan kepada kalian.”

Oleh karena itu, perhatian terhadap kedudukan imam dan menziarahinya memiliki kemuliaan dan keutamaan dibandingkan menziarahi Ka’bah dan melakukan umrah sunnah. Dalam doa Nudbah juga kita baca:

أَیْنَ وَجْهُ اللَّهِ الَّذى إِلَیْهِ یَتَوَجَّهُ الْأَوْلِیاءُ؟

“Dimana wajhullah, tempat menghadap auliya’-Nya?”

Dengan kata lain, imam dan kekhusyu’an hati menghadapnya dalam berziarah merupakan sebuah jembatan untuk menciptakan hubungan hamba dengan Tuhan. Imam dalam hal ini adalah perantara pancaran Ilahi dan penghubung yang mengantarkan hamba kepada Tuhan. Dari sini, bertawassul dan menghadapkan hati kepada imam saat menziarahi Ka’bah juga dapat lebih mendekatkan kepada tujuan. Oleh karena itu, alasan keutamaan dan kemuliaan menziarahi Imam Husein as dari pada Ka’bah dalam sebagian riwayat dapat dibenarkan melalui hal di atas.

Sisi Rahasia Riwayat

Riwayat-riwayat ini mungkin saja memiliki sisi rahasia, artinya setiap kali Islam berada dalam bahaya, sementara perhatian kaum muslimin hanya tertuju kepada dhahir syariat (shalat, puasa, haji dan lain-lain), maka hal itu harus diselamatkan. Caranya dengan menuntun mereka kepada batin dan dimensi internal Islam. Tiupan ruh Ilahi dalam tubuh Islam seolah-olah melalui syahadah auliya’ Ilahi yang menyirami tunas Islam dengan darah mereka. Dalam hal ini, Imam Husein, penghulu syuhada’ meniupkan ruh baru di tubuh Islam dengan mengorbankan jiwanya dan berjuang di Karbala’. (Baca: Pesan Damai dalam Kebangkitan Imam Husein AS)

Jika Islam di negara Islam hanya tinggal nama dan kaum muslimin hanya sibuk dengan dhahir syariat, tanpa memperhatikan dan mengetahui kedalaman dan ruh (syariat) Islam; maka secara perlahan, Islam tidak akan tersisa selain keraknya. Saat itu, yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah mengenal hakekat Islam dengan menempuh jalan Huseini dan melaksanakan dhahir syariat di bawah bendera dan batin syareat.

Sebagaimana Imam Husein as sendiri meninggalkan amalan hajinya separuh jalan. Kemudian melakukan perintah penting yaitu menghidupkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tengah umat Rasulullah saw. Hal itu menciptakan kesadaran umat dan dihidupkannya syareat. Keutamaan ziarah Imam Husein as atas ziarah Ka’bah juga dapat dijelaskan dengan dasar, metode dan perbandingan ini. Tentunya penjelasan ini mengandung rahasia dan indikasi halus terhadap topik yang dibahas. (Baca: Hujjah Kebangkitan Imam Husein Melawan Kezaliman Yazid dan Bani Umayah)

Kesimpulan

Klaim kaum Wahabi penyimpan kedengkian yang mendasarkan bahwa Syiah menghalangi kaum muslimin untuk melakukan amal dan kewajiban haji karena adanya riwayat-riwayat tentang keutamaan dan kemuliaan ziarah Imam Husein as atas ziarah Baitullah Ka’bah, jelas tidak benar dan tertolak. Amalan haji (yang hukumnya) wajib tidak pernah tergantikan dan orang yang mampu harus melaksanakannya. Adapun kandungan riwayat-riwayat tersebut mungkin saja berkenaan dengan umrah sunnah. Disamping itu, dalam riwayat-riwayat seperti itu, perhatian Syiah tertuju kepada kedudukan imam dan perannya dalam memberikan tuntunan kepada umat untuk sampai kepada Tuhan dan juga efek syahadah dalam menghidupkan syareat Islam.

Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa konten riwayat-riwayat Syiah sangat dalam dan berbobot sehingga harus diperhatikan dengan seksama dan teliti. Pandangan yang dangkal tidak akan mengantarkan kepada hakekat.[*]

Oleh: N. Radfar/Penerjemah: IG

Referensi:

  • Syieh Syenasi, Ali Asghar Rezvani, Jilid 2, Halaman 313 – 314.
  • Mafatih Al-Jinan (Ziarah Jami’ah Kabirah & Doa Nudbah), Syeikh Abbas Qommi.
  • Bihar Al-Anwar, Allamah Majlisi.
  • Ushul Al-Kafi, Syeikh Kulaini.
  • Hammase-ye Hoseini, Syahid Mutahhari.
Baca: “Doa Imam Zainal Abidin as, Untuk Memohonkan Penutup Aib dan Perlindungan


No comments

LEAVE A COMMENT