Allah Swt bertanya kepada Nabi saw,
“Wahai Ahmad! Apakah engkau tahu kehidupan yang paling menyenangkan dan bagaimanakah hidup yang paling abadi?”
Nabi saw menjawab, “Ya Allah, aku tidak tahu.”
Allah Swt berfirman, “Adapun kehidupan yang menyenangkan adalah ketika ia tidak melupakan-Ku dan tidak melupakan kenikmatan-Ku, tidak bodoh atas hak-Ku, sepanjang siang dan malam selalu mencari ridha-Ku. Adapun hidup yang abadi adalah ketika (pemilik kehidupan tersebut) beramal seolah dunia baginya adalah hina, dan dalam pandangannya dunia tidak memiliki nilai, sementara ia menganggap besar kehidupan akhirat. Dan ia akan mendahulukan keinginan-Ku dari keinginannya, memilih keridhaan-Ku, menganggap besar hak keagungan-Ku, tidak melupakannya bahwa Aku mengetahuinya, menjaganya siang dan malam; jangan sampai ia berbuat kesalahan dan maksiat. Hatinya bersih dari apa yang tidak Aku sukai, ia menjadikan setan dan bisikannya sebagai musuh dan tidak memberikan tempat di hatinya untuk setan bisa menguasai dirinya, serta tidak memberikan jalan kepadanya untuk masuk ke dalam pikirannya. Ia menjadikan setan dan bisikannya sebagai musuh dan tidak memberikan tempat di hatinya untuk setan bisa menguasai dirinya serta tidak memberikan jalan kepadanya untuk masuk dan menguasai hatinya”.
Allah Swt bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang kehidupan yang paling menyenangkan dan abadi. Ini adalah pertanyaan yang sangat dalam, karena mengungkapkan esensi dari keberadaan manusia di dunia ini. Nabi saw, dalam kerendahan hatinya sebagai hamba Allah, mengaku bahwa dia tidak tahu jawabannya. Ini bukan karena ketidaktahuannya sebagai Nabi, tetapi sebagai pelajaran bagi kita bahwa pengetahuan sejati adalah karunia dari Allah Swt.
Allah kemudian menjelaskan bahwa kehidupan yang menyenangkan adalah ketika seseorang tidak hanya mengingat-Nya, tetapi juga tidak melupakan kenikmatan yang diberikan-Nya. Ini menunjukkan pentingnya kesadaran spiritual dalam setiap tindakan dan pikiran kita sehari-hari. Kita harus mengakui nikmat-nikmat Allah dalam hidup kita dan bersyukur atasnya.
Selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa kehidupan yang abadi adalah ketika seseorang mengutamakan keridhaan-Nya di atas segalanya. Ini berarti bahwa dunia ini tidak lagi menjadi pusat perhatian atau tujuan akhir bagi seseorang. Sebaliknya, seseorang melihat dunia ini sebagai sebuah fase sementara menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Kekayaan, popularitas, atau kesenangan duniawi tidak lagi menjadi prioritas utama, tetapi yang penting adalah mencari keridhaan Allah Swt.
Filosofi di balik pertanyaan ini adalah bahwa kehidupan yang berarti haruslah memiliki dua elemen penting: kelezatan dan kebahagiaan, serta keabadian dan kelanggengan. Hidup yang tidak memiliki kelezatan dan kebahagiaan tidaklah bermakna, tetapi jika kelezatan tersebut hanya sesaat dan tidak bertahan lama, maka kehidupan itu akan kalah oleh penderitaan dan kehilangan yang menyertainya. Manusia secara fitrahnya selalu mencari kehidupan yang bahagia dan abadi.
Selanjutnya, Allah SWT menjelaskan bahwa kehidupan yang menyenangkan adalah ketika seseorang tidak melupakan-Nya dan juga tidak melupakan kenikmatan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan Allah dan syukur atas nikmat-Nya adalah kunci untuk hidup yang bahagia. Bahkan jika seseorang memiliki kehidupan yang menyenangkan dan lupa pada Allah, itu tidak akan membawa kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati hanya ditemukan dalam kesadaran spiritual dan koneksi yang kuat dengan Sang Pencipta.
Kita sebagai manusia harus menyadari bahwa kita bergantung pada Allah untuk segala sesuatu. Hanya dengan mengakui ketergantungan ini dan menjalin hubungan yang erat dengan-Nya, kita dapat meraih ketenangan dan kesempurnaan dalam hidup. Oleh karena itu, manusia harus berusaha untuk terus mengingat Allah SWT. dan mensyukuri nikmat-Nya agar hidup mereka menjadi lebih bermakna dan berarti.
Selanjutnya, kita melihat contoh nyata dari hubungan yang kokoh dengan Allah Swt dalam kehidupan Imam Khomeini. Meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit dan menyedihkan, beliau tetap tenang dan percaya pada Allah Swt. Bahkan dalam cobaan terbesar sekalipun, beliau tidak kehilangan ketenangan pikiran dan hati. Ini menunjukkan bahwa ketenangan sejati hanya bisa ditemukan dalam hubungan yang erat dengan Allah Swt.
Kehidupan yang bahagia dan tenang hanya dapat ditemukan ketika kita selalu mengingat Allah Swt. dan bersyukur atas segala nikmat-Nya. Mengingat-Nya tidak hanya dalam bentuk zikir atau ibadah formal, tetapi juga dalam setiap tindakan dan pikiran kita sehari-hari. Ketika kita memiliki hubungan yang kokoh dengan Allah Swt, kita akan merasakan ketenangan yang mendalam bahkan di tengah cobaan terbesar sekalipun.
Ciri-ciri kehidupan yang abadi dan kokoh dapat ditemukan dalam pengamalan spiritual dan pemahaman praktis akan hakikat kehidupan. Allah Swt menjelaskan bahwa kehidupan yang abadi adalah ketika seseorang menganggap dunia sebagai hal yang rendah dan menghargai kehidupan akhirat sebagai hal yang besar.
Dalam perjalanan spiritual dan upaya mencapai kesempurnaan kemanusiaan, langkah pertama adalah membandingkan dunia dengan akhirat. Syariat Islam menetapkan tugas-tugas seperti salat, puasa, dan amalan-amalan sunnah sebagai taklif (tugas) untuk manusia agar mencapai kesempurnaan. Namun, manusia cenderung tertarik pada perbuatan yang memberikan hasil langsung di dunia, sehingga sulit untuk mengamalkan perbuatan yang tidak memberikan hasil segera.
Meskipun dunia hanya sementara, manusia terus berusaha mendapatkan kenikmatan duniawi, meskipun itu hanya sebentar dan sering diiringi oleh kesulitan dan penderitaan. Bahkan, kesulitan dan kelelahan di dunia ini sering kali untuk meraih kenikmatan yang sementara. Allah Swt menegaskan bahwa dunia ini hanya sebentar, sedangkan akhirat adalah kehidupan yang abadi dan kekal.
Perbandingan antara kenikmatan dunia dan akhirat menunjukkan bahwa kenikmatan dunia hanya sementara dan selalu diiringi oleh kesulitan, sementara kenikmatan akhirat adalah kekal dan tidak diiringi oleh kesulitan. Oleh karena itu, kita harus menimbang kembali prioritas kita dalam hidup, dan memilih kebahagiaan abadi di akhirat. Dengan membandingkan dua kenikmatan tersebut, kita akan lebih siap untuk menanggung semua kesulitan dalam menjalankan ibadah dan taklif.
Selanjutnya, kita harus memahami bahwa manusia cenderung mencintai dirinya sendiri lebih dari apa pun. Kecintaan kepada orang lain juga bergantung pada kecintaan pada diri sendiri. Namun, kecintaan ini sering kali membuat manusia melupakan akhirat dan hanya fokus pada kenikmatan dunia. Untuk mencapai kesempurnaan, kita harus berusaha mengetahui manfaat dan kerugian hakiki bagi diri sendiri, dan mengutamakan kenikmatan akhirat di atas kenikmatan dunia.
Selanjutnya, Allah Swt menjelaskan bahwa kehidupan yang abadi adalah ketika seseorang beramal untuk dirinya sendiri, dan menjadikan setan dan bisikannya sebagai musuh yang tidak diberikan tempat di hatinya. Ini menekankan pentingnya memerangi godaan setan dan menjaga kebersihan hati dari khayalan-khayalan setan.
Dengan membandingkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat, serta menjadikan setan sebagai musuh, manusia dapat menempuh perjalanan spiritual menuju kesempurnaan. Mereka harus memperhatikan manfaat dan kerugian dari setiap tindakan, dan selalu berusaha menjalankan taklif dengan cara yang benar. Dengan kesadaran akan keagungan Allah dan kesempurnaan-Nya, manusia dapat meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
*Disarikan dari buku karya Ayatullah Taqi Misbah Yazdi – Menjadi Manusia Ilahi