Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Fenomena Gagal Paham tentang Islam (2)

Dalam artikel sebelumnya [Fenomena Gagal Paham tentang Islam (1)], telah dicuplik pandangan tokoh dunia yang menjaga jarak dari agama dengan alasan bahwa tidak sejalan kekinian.

Para pemikir asing melontarkan sebuah permasalahan filosofis, bahwa segala sesuatu di dunia ini mengalami perubahan, dan tak satupun yang konsisten. Kaidah ini mencakup komunitas manusia. Maka, mana mungkin serangkaian undang-undang sosial bisa selalu konsisten tanpa mengalami perubahan?

Syahid Muthahhari mengatakan: Kalau masalah itu ditinjau dari sisi filosofis saja, jawabannya jelas bahwa sesuatu yang selalu berubah niscaya menjadi baru dan usang; mengalami kemajuan dan kemunduran, peningkatan dan perkembangan. Itulah materi dan komposisi material alam ini. Tetapi hukum alam tetap konsisten. Misalnya, makhluk hidup berkembang sesuai hukum alamnya..”

Makhluk hidup memang selalu dalam perubahan dan perkembangan. Lantas, bagaimana dengan hukum? Jelas hukum tidak berubah, baik hukum natural ataupun hukum konvensional. Sebab, mungkin saja sebuah hukum konvensional didapat dari alam dan fitrah, dan menjadi penentu garis perjalanan kemajuan individu dan sosial manusia.

Islam dan Tuntutan Zaman

Masalah sesuai atau tidaknya dengan tuntutan-tuntutan zaman, agama Islam tak hanya memiliki sisi universal dan filosofis saja. Soal yang paling sering terulang ialah bahwa undang-undang tercipta atas kebutuhan-kebutuhan, sementara kebutuhan sosial manusia tidak konsisten. Jadi, undang-undang sosial pun tidak bisa konsisten. (Baca: “Makna Islam“)

Islam memperhatikan kebutuhan-kebutuhan individual dan sosial, yang permanen maupun yang tidak, yang kondisinya berubah-ubah. Lalu muncul pertanyaan: bahwa zaman itu sejalan dengan apa? Sebagai mukadimah, dua hal yang perlu disampaikan:

1-Banyak orang mengikuti kemajuan, perkembangan dan perubahan zaman. Mereka pikir, setiap perubahan yang berasal dari Barat di masyarakat, musti dipandang kemajuan. Penyesatan pemikiran inilah yang digandrungi masyarakat kini.

Pikir mereka, sarana-sarana kehidupan terus berubah dan kian sempurna. Sains dan industri mengalami kemajuan. Dengan demikian, semua perubahan dalam kehidupan umat manusia adalah kemajuan. Maka harus disambut. Bahkan, itulah determine zaman. Kenyataannya memang demikian. Padahal, semua perubahan bukanlah dan tidak mesti adalah anak kandung sains dan industri.

Kemajuan sains dan keserakahan manusia sama-sama bergerak. Manusia diantar oleh ilmu dan akal menuju kesempurnaan. Tetapi ambisi menyeretnya kepada penyimpangan dan kerusakan. Sains selalu dijadikan oleh watak jahat sebagai sarana untuk memenuhi hawa nafsu dan sisi kebinatangan manusia. Zaman kemajuan ini harus diatasi. Kerusakan dan penyimpangannya harus diberantas oleh seorang reformer.

Syahid Muthahhari melontarkan beberapa pertanyaan: Jika zaman dengan perubahan-perubahannya menjadi ukuran umum bagi kebaikan dan keburukan, apa yang menjadi ukuran bagi zaman itu sendiri? Jika semuanya harus disesuaikan dengan zaman, bagaimana kita menyesuaikan zaman? Jika dalam segala hal harus mengikuti zaman dan perubahan-perubahannya, apakah manusia telah kehilangan perannya yang efektif dan produktif?

Manusia yang bergerak menunggangi zaman, jangan sampai lalai dari petunjuk dan penuntun tunggangan ini. Mereka yang terbawa arus perubahan-perubahan zaman dan mengabaikan petunjuk serta penuntun zaman, telah menyia-nyiakan peran efektif mereka. Ibarat menaiki kuda yang mengendalikan si penunggangnya.

Kesesuaian ataukah Penghapusan (Nasakh)?

2-Sebagian orang memecahkan persoalan Islam dan tuntutan zaman dengan formula gampangan. Kata mereka, Islam adalah agama abadi, dan selaras dengan segala zaman. Bagaimana caranya? Seorang dari mereka, penulis buku Cehl Pisynahad (Empat Puluh Solusi), menjawab: Bila kondisi zaman berubah, maka hukumnya bisa dinasakh, diganti dengan hukum lainnya! (Baca: “Tasybih tanpa Takwil“)

Kata dia, “Hukum agama di dunia ini harus fleksibel dan lunak, sehingga sesuai dengan kemajuan sains dan peradaban yang meluas. Hal ini yang dapat diterapkan pada tuntutan zaman, tidaklah bertentangan ajaran Islam. Bahkan, sejalan dengan spiritnya.” (Majalah Zane Ruz, no 9, hal 75)

Orang seperti dia harus ditanya: jika hal bisa sesuai dengan zaman artinya adalah karena nasakh, mana hukum yang fleksibel dan yang bukan dalam arti itu? Ia persis orang yang mengatakan: Buku dan perpustakaan adalah sebaik-baik sarana menikmati hidup. Mengapa? Jawabnya, Karena, orang yang gila kesenangan akan menjual murah buku-bukunya, dan uangnya digunakan untuk kenyamanan hidup.

Penulis tersebut mengatakan: “Ajaran Islam terbagi tiga bagian; akidah, ibadah dan hukum… bagian yang ketiga ini, yakni hukum, bukanlah bagian dari agama. Karena, agama tidak berurusan dengan kehidupan manusia. Nabi pun tidak membawa hukum ini sebagai bagian dari agama dan tidak berkaitan dengan tugas risalahnya. Beliau menyampaikan permasalahan (terkait hukum) itu, kebetulan sebagai pemimpin umat. Jika tidak, urusan agama hanya mengajak manusia pada ibadah, shalat, puasa. Ada urusan apa agama dengan kehidupan manusia?”

Syahid Muthahhari mengatakan: Saya seakan tak percaya, orang hidup di negara Islam, tapi tak tahu apa itu Islam…
Bukankah Alquran telah menjelaskan dan menegaskan tujuan para nabi dan rasul? Bahwa mereka diutus agar umat manusia berlaku adil! Allah swt berfirman:

لَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلَنا بِالْبَيِّناتِ وَ أَنْزَلْنا مَعَهُمُ الْكِتابَ وَ الْميزانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia bertindak adil. (QS: al-Hadid 25). Bahwa, keadilan sosial sebagai tujuan fundamental bagi seluruh nabi. (Baca: “Belajar Mencintai Alquran dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra’ a.s.“)

Orang jika tidak mau mengamalkan Alquran, mengapa melakukan kesalahan besar dengan menuduh Islam dan Alquran seperti itu?! Kebanyakan nasib buruk yang menjerat manusia kini, adalah karena telah kehilangan akhlak dan hukum sebagai penjaga diri mereka, yaitu agama.[*]

Referensi:
Majmue-e Asar 19/Syahid Mutahari, Fiqh wa Huquq.

Baca: Pedoman Praktis Menentukan Pasangan

 

Latest comment

LEAVE A COMMENT