Hore…hore…suara adik- adik riang gembira setelah aku berkata: “Sebentar lagi kita akan merayakan hari raya terbesar dalam Islam.”
Salah satu dari mereka bertanya, “Kak, kenapa perayaan hari raya terbesar ini hanya dirayakan oleh kita, bahkan teman-teman di SD tidak ada yang tahu tentang hari raya ini? Dan di dalam kalender Islam pun tidak tercatat hari raya selain hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha?
“Hebat! Pertanyaan luar biasa, baiklah adik- adik kakak akan menjelaskannya, masih semangatkan?” tanyaku. Semangat! Jawab mereka serentak.
Hari raya terbesar dalam Islam yang akan kita rayakan nanti adalah hari raya Ghadir Khum atau disebut dengan Idul Ghadir. Hari raya ini hanya dirayakan oleh sebagian umat Islam (Syi’ah) seperti kita.
Berbeda itu hal biasa, bukankah Rasulullah saw pernah besabda, “Ikhtilafu ummati rahmah”. Sebagai umat Rasulullah kita harus toleran dan menerima setiap perbedaan yang ada, itulah keindahan agama Islam.
Perbedaan itu bak pelangi, warna berbeda namun indah di mata.
Adik-adik ingin tahu kan kenapa hari raya ini dinamakan hari raya Ghadir Khum? Bagaimana asal mulanya? Dan apa yang terjadi ketika itu?
Hari raya Ghadir Khum berawal dari firman Allah swt yang berbunyi:
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu), berarti kamu tidak menyampaikan risalah/agama-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah: 67)
Ayat ini mengandung perintah yang sangat penting. Perintah apakah itu sehingga Rasulullah saw dengan tegas ditugaskan untuk menyampaikannya.
Tahun 10 H, Rasulullah telah menyelesaikan Haji Wada’ (haji perpisahan) yang mana pada haji ini Rasulullah mengucapkan selamat tinggal kepada kaum muslimin. Hal ini mengisyaratkan kedekatan hari wafat beliau.
Haji Wada’ telah usai. Para jamaah haji akan meninggalkan Makkah. Ketika sejumlah rombongan tiba di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum, yang terletak di kawasan antara Mekkah dan Madinah di dekat Juhfah, sekitar 200 km dari Mekkah, tiba-tiba Rasulullah saw menghentikan rombongannya dan memerintahkan sahabat untuk menghentikan rombongan-rombongan lain karena ada pesan penting yang ingin beliau sampaikan.
Hari itu, panas menyengat, tetesan keringat sudah membasahi pakaian para jamaah, begitu pentingkah pesan yang akan disampaikan Rasulullah saw, sehingga meminta muslimin dan muslimat berkumpul di bawah terik matahari yang menyengat?
Adik-adik juga penasaran kan?
Setelah rombongan berkumpul, Rasulullah saw berkata dengan suara lantang, “Wahai umatku, tidak lama lagi aku akan mendapat panggilan dan aku akan memenuhinya, aku akan dipertanyakan dan kalian juga akan dipertanyakan. Apakah yang akan kalian katakan?
Para hadirin menjawab, “Kami bersaksi bahwa Anda telah memberikan nasehat, semoga Allah swt membalas kebaikan Anda.”
Adik-adik bisa membayangkan suasana tegang dan sedih para jamaah ketika itu, keringatpun terus membasahi pakaian mereka.
Rasulullah saw kembali bertanya, “Bukankah kalian bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, surga adalah benar, neraka adalah benar dan kiamat pasti akan datang.”
“Iya, kami bersaksi demikian,” jawab mereka.
Rasulullah saw melanjutkan, “Wahai umatku, aku akan pergi mendahului kalian, aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian, Al-Qur’an dan Ahlul Baitku, janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian akan celaka, dan janganlah kalian membelakangi keduanya karena kalian akan binasa.
Setelah itu beliau mengambil tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya, sehingga tampak putih ketiaknya. Lalu berkata, “Bukankah kalian tahu bahwa aku lebih berhak atas Mukminin dari pada diri mereka sendiri?”
“Allah dan Rasul-nya lebih mengetahui,” jawab mereka serentak.
Kemudian Rasulullah saw melanjutkan, “Allah adalah waliku, dan aku wali kaum mukminin dan aku lebih berhak dari pada jiwa mereka sendiri. Maka barang siapa yang menganggap aku sebagai walinya, ketahuilah Ali juga walinya.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali.
Rasulullah melanjutkan dengan berdoa, “Ya Allah! Cintailah orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya dan binasakanlah orang yang menghinanya, jadikan dia selalu bersama kebenaran dimanapun dia berada. Hendaklah yang hadir di sini hari ini menyampaikan masalah ini kepada yang tidak hadir.”
Setelah kejadian itu malaikat Jibril turun dengan membawa ayat: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagi kalian.”
Rasulullah menarik nafas lega seraya berkata, “Alhamdulillah akhirnya amanat mulia ini telah kusampaikan.”
Bagi para pencinta Rasulullah dan keluarganya, hari ini adalah hari yang sangat mulia. Oleh karena itu, mereka merayakan hari sempurnanya agama ini setiap tahunnya.
Waah adik-adik tidak terasa ya kakak sudah bercerita panjang sekali. Dari cerita kakak tadi, adik- adik sudah tahu kan, kenapa hari raya terbesar ini disebut dengan Idul Ghadir dan asal mulanya?
“Jika hari raya Ghadir Khum adalah hari raya terbesar dan hari sempurnanya agama Islam, kenapa kelompok Islam terbesar (Ahlu Sunnah) tidak merayakannya juga?”, tanya salah satu adik yang duduk di dekatku.
Bagus! Pertanyaan adik luar bisa, tapi jawabannya akan Kakak sampaikan pada Kids Corner selanjutnya.
Wassalamu’alaikum