Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pengukuhan Kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khum (2)

Pada saat yang sama, ternyata usia Nabi Saw tinggal menghitung hari, karena beliau meninggal 70 hari setelah peristiwa di Ghadir Khum itu. Bahwa semua yang beliau raih selama 23 tahun sejak permulaan wahyu, bahwa semua bimbingan dan kebahagiaan yang dibutuhkan oleh manusia, sekarang telah diserahkan kepada manusia. Hanya satu persoalan yang masih belum selesai, pernyataan yang akan menyempurnakan misi kenabiannya dan menjadikan tugasnya telah sempurna.

Di samping itu, mungkin bahwa sementara melaksanakan instruksi-instruksi yang telah beliau terima, Nabi Saw akan diserang atau dicelakai oleh orang-orang yang berkehendak jahat, dan untuk meyakinkan ketetapan-Nya, Tuhan memberitahukan kepada beliau bahwa Dia akan melindunginya dari bahaya apa saja. Isi instruksi itu pasti sangat penting dan vital, sehingga melakukannya sama dengan melaksanakan seluruh misi kenabian, dan kegagalan pelaksanaannya akan berdampak sangat bahaya dan menghapuskan kenabian itu sendiri.

Sementara itu, (patut dicatat bahwa) mentalitas orang-orang Arab yang berkembang masa itu cenderung menganggap para sesepuh (atau kepala suku) mereka sebagai orang yang paling pantas untuk menduduki jabatan pemimpin, dan tidak memperhitungkan kaum muda yang lebih berkualitas. Hal ini merupakan dorongan perlunya menyatakan perintah Tuhan itu.

Baca: Momen Historis di Telaga Khum

Batin Nabi Saw juga bergejolak dan menderita akibat sejumlah kenangan pahit. Beliau belum lupa akan sikap negatif orang-orang yang berpikiran sempit terhadap pemilihan Usamah dan Attab bin Usaib yang diprotes sebagian sahabat. Nabi Saw pernah menunjuk Usamah sebagai Komandan Angkatan Perang dan Attab sebagai Pemegang Komando Mekah, namun kedua keputusan beliau itu sempat ditolak sebagian sahabat.

Semua ini adalah faktor-faktor yang membuat pernyataan terhadap Ali bin Abi Thalib a.s., seseorang yang baru berumur 30 tahun, menjadi tugas yang sulit, bahkan terasa menekan bagi Nabi Muhammad Saw.

Di samping itu, cukup banyak orang yang sekarang bergabung dengan jajaran umat dan masuk dalam barisan Nabi, tak lama kemudian berubah memerangi Imam Ali a.s., dan di kemudian hari menambah kerawanan situasi. Hati mereka terganggu oleh ingatan segala peristiwa itu dan menyebarkan api kebencian di antara mereka.

Terlepas dari semua keadaan yang tidak kondusif tersebut, kehendak Tuhan telah menetapkan bahwa pribadi yang paling berkualitas dan paling mulia, yang melalui kasih sayang Tuhan telah mencapai maqam spiritual tertinggi di bawah bimbingan Nabi Saw, harus dipilih sebagai pengganti beliau, sehingga dengan menunjuk manusia unggul ini untuk memimpin umat, pesan universal Nabi Saw telah menjadi sempurna.

Tidak hanya menurut hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Syiah, namun juga oleh sebagian perawi Ahlusunah (seperti as-Suyuti, dalam ad-Durr al-Mantsur, 3/298), bahwasanya ayat Alquran dalam persoalan ini telah diturunkan di Ghadir Khum. Nabi Saw menerima perintah Tuhan melalui jalan wahyu dan telah sesuai dengan kebijaksanaan untuk menjelaskan fondasi Islam yang terakhir dan esensial dengan memilih Imam Ali bin Abi Thalib a.s. sebagai pemimpin umat setelahnya.

Ketika waktu salat Ashar tiba, rombongan besar yang turun ke Ghadir Khum melaksanakan ibadah di belakang Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw beranjak menuju ke tengah-tengah kerumunan yang semuanya sedang menunggu peristiwa bersejarah itu, dengan maksud melaksanakan perintah Tuhan. Beliau Saw mengumpulkan ‘para murid’ yang baru saja menyucikan diri mereka dari gelapnya masa jahiliah. Kemudian beliau Saw mulai menyampaikan sabdanya dengan nada tinggi, jelas dan tegas, hingga setiap orang mampu melihat dan mendengar beliau, atau paling tidak memahami apa yang sedang terjadi.

Setelah memuji dan bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, Dzat Pemilik kebijaksanaan, pengetahuan dan pemeliharaan yang tidak mungkin memiliki cacat dan kelemahan; beliau Saw bersabda:

“Wahai manusia, aku akan segera memenuhi panggilan Tuhanku dan pergi dari tengah-tengah kalian. Aku akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana akan kalian jalani nanti. Apakah kalian tidak bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa? Apakah kalian tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Apakah surga, neraka dan mati semua ini tidak akan terjadi? Apakah tidak benar bahwa Hari Pembalasan dan Kebangkitan Kembali benar-benar akan tiba, dan Tuhan akan mengembalikan kehidupan orang-orang yang telah dikubur di dalam tanah?”

Suara lantang terdengar keras menjawabnya: “Sungguh kami bersaksi atas itu semua!”

Kemudian beliau Saw melanjutkan: “Sekarang Hari Pembalasan telah menunggu di hadapan kita dan kalian percaya tentang akan dibangkitkannya orang-orang yang sudah mati pada Hari Kebangkitan, dan bahwasanya pada hari itu kalian akan berada di hadapan Nabi kalian, memperhatikan cara-cara kalian memperlakukan dua beban (tsaqalain) dan warisan yang paling mulia yang aku tinggalkan untuk kalian ketika aku bertolak menuju akhirat. Wahai manusia, jangan kalian lupakan dua warisan ini. Selama kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan tersesat; Kitabullah dan Keluargaku.” (At-Tirmidzi, Jami’ ash-Shahih, 5/328)

Ketika sampai pada pembicaraan ini, Nabi Muhammad Saw memanggil Imam Ali bin Abi Thalib untuk berdiri di sampingnya. Beliau memegang erat-erat tangan Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi, kemudian setelah menunjukkan semua kualitas dan sifat yang dimiliki Ali kepada khalayak, beliau Saw berkata: “Wahai manusia siapa di antara orang-orang yang beriman itu yang lebih mulia?”

Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya mengetahui yang lebih baik!”

Beliau Saw melanjutkan: “Siapa pun yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya!” (Kanz al-Ummal, 15/123)

Baca: Peristiwa Ghadir Khum Dalam Hadis Ahlusunnah

“Ya Allah, kasihanilah siapa saja yang mengasihi Ali, dan musuhilah siapa saja yang memusuhi Ali. Ya Allah, tolonglah siapa saja yang menolong Ali dan hinakanlah musuh-musuhnya. Ya Allah jadikanlah dia poros kebenaran.” (Musnad Ahmad, 1/118; al-Mustadrak al-Hakim, 3/109; Ibn Katsir, al-Bidayah, 5/209)

Setelah menyelesaikan khotbahnya itu, Nabi Saw meminta kepada sahabat yang hadir di tempat itu untuk menyampaikan kepada sahabat yang tidak hadir.

*Disadur dari buku Imam Penerus Nabi – Sayyid Mujtaba Musawi Lari

No comments

LEAVE A COMMENT