Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Masalah keadilan Tuhan memiliki beberapa cirikhas di antaranya:

-Banyak soal berkaitan dengan masalah ketuhanan, yang hanya bisa dijawab oleh kalangan khusus di atas tingkat awam. Tetapi masalah keadilan Tuhan menjadi perhatian -dan dapat diikuti- semua kalangan, dari yang awam sampai yang pakar.

-Muslimin tidak berselisih tentang sifat-sifat bagi Allah, melainkan tak setajam perselisihan mereka tentang masalah adil. Sampai batas, keyakinan terkait masalah ini membawa identitas bahwa fulan syii atau sunni, dan jika sunni, ia mutazili atau asy’ari.

Muktazilah dan Syiah meyakini keadilan Tuhan bahwa Dia mustahil berbuat lalim, keduanya dikenal dengan Adliyîn atau Adaliyah. Karena mereka memandang adil sebagai dasar agama. Lalu keduanya terpisah oleh masalah imâmah (kepemimpinan ilahiah) yang dipandang oleh Syiah sebagai dasar lainnya bagi agama.

Asy’ariyah sama sekali tidak mengingkari keadilan Tuhan. Tidaklah mungkin mereka memandang bahwa Allah tidak adil. Yang menjadi persoalan di sini ialah mengenai potensi akal, bahwa ia mampu menjangkau nilai-nilai perbuatan-perbuatan (termasuk perbuatan Tuhan), mana yang harus dilakukan dan yang ditinggalkan. Misalnya, Allah swt memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dan orang-orang kafir ke dalam neraka. (Baca: Fatwa Seputar Kafir)

Jadi, titik mendasar perbedaan antara Asy’ariyah dan Adaliyah terletak pada baik dan buruk. Bahwa, perbuatan itu sendiri dalam pandangan Asyarah tidak mensifati baik atau buruk. Baik dalam urusan yang ada (takwini) adalah apa yang Allah lakukan, dan dalam urusan yang diadakan (tasyri’i) adalah apa yang Allah perintahkan.

Sedangkan dalam pandangan Adaliyah, perbuatan itu mensifati baik atau buruk. Potensi akal sampai pada pengetahuan sisi-sisi baik dan buruk dalam perbuatan-perbuatan. Rasionalitas ini tak berarti naudzubillah sampai dikatakan- bahwa: akal memberi perintah dan larangan kepada Tuhan. Melainkan ia menyingkap keselarasan dan ketidak selarasan suatu perbuatan dengan kesempurnaan ilahiyah. Atas dasar inilah pandangan akal bahwa mustahil perbuatan buruk dari Allah swt.

Mengapa Keadilan Bagian dari Ushuluddin?

Adil salah satu sifat positif dan kesempurnaan bagi Allah. Alasan bahwa sifat ini dipandang sebagai dasar agama (ushuluddin):

1-Memiliki urgensi yang khas, bahwa banyak sifat yang melazimkan adil atau didasari keadilan. Karena maknanya luas, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. (Baca: Doa Imam Zaman dan Memohon Pemimpin yang Adil)

2-Keadilan Tuhan mendasari prinsip maad (hari akhir) dan nubuwah yang keduanya sebagai dasar agama, dan konsep imamah yang menjadi dasar mazhab Syiah.

3-Di antara semua sifat Allah, adil terpilih menjadi salah satu dasar agama dalam mazhab Syiah (dengan kata lain, bagian dari dasar-dasar mazhab Syiah), memiliki akar historis dan akar politis:

Yang pertama, telah disinggung di atas mengenai baik dan buruknya perbuatan, Asy’ariyah memandang bahwa apapun yang Allah inginkan dan lakukan adalah baik. Termasuk seandainya Dia memasukkan Imam Ali as ke dalam neraka dan pembunuhnya, Ibnu Muljam, ke dalam surga, terlepas dari pandangan akal bahwa semua perbuatan Tuhan memuat hikmah (bijaksana).

Akal memandang setiap perbuatan Tuhan tidak kontra hikmah walaupun seluruh alam keberadaan adalah milik-Nya, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Allah swt menjanjikan surga bagi para hamba yang saleh, dan neraka bagi kaum yang thâleh (durhaka). Mustahil bagi Allah ingkar janji, dan karena itu buruk maka tak mungkin Dia melakukan keburukan. (Baca: Pesan Ayah Imam Jafar untuk Hormati Kawan)

Akal menilai bahwa Allah tidak mungkin berbuat lalim, bukan membatasi kemaha kuasaan-Nya. Melainkan hikmah (kebijaksanaan-Nya) lah yang meniscayakan qudrah (kuasa-Nya) pada posisi yang semestinya.

Yang kedua, bertolak pada periode bani Umayah dan bani Abbasiyah, para penguasa untuk mencegah tindakan-tindakan protes, gejolak dan kebangkitan umat, propaganda mereka ialah bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah, termasuk menjadikan mereka berkuasa, dan tak seorang pun yang berhak bicara terhadap kehendak-Nya. Sebab, kekuasaan bagi mereka di dunia ini adalah takdir-Nya (jabr; determinisme), dan tiada pilihan bagi orang-orang yang dikuasai mereka. Determinisme ini membawa keridhaan Allah, dan oleh karena itu apapun yang Allah perbuat adalah adil.

4-Keadilan diangkat sebagai dasar agama, sebuah isyarat untuk menghidupkan keadilan di tengah umat dan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman. Seperti halnya tauhid sebagai cahaya penyeru persatuan dan kesatuan di tengah mereka, untuk mengokohkan satu barisan, maka kepemimpinan para nabi dan imam (as) merupakan kepemimpinan kebenaran di tengah seluruh umat manusia. Oleh karena itu, prinsip keadilan Tuhan di seluruh alam keberadaan, mengisyaratkan keharusan menerapkan keadilan di tengah umat manusia dari segala lapisan.[*]

Referensi:

Al-Adl al-Ilahi/Syahid Muthahhari
Silsilatu ad-Durus fi al-Aqaid al-Islamiyah/Ayatullah Syaikh Makarim Syirazi
Durus fi al-Aqidah al-Islamiyah/Ayatullah Syaikh M Taqi Misbah Yazdi
Adl/Ayatullah Syaikh Muhsin Qara`ati

Baca juga: VIDEO: Ketegasan dan Keadilan Imam Ja’far as-Shadiq as

 

No comments

LEAVE A COMMENT