Akal adalah substansi imaterial yang tidak sempuma dan melekat terhadap badan. Karena melekat terhadap badan maka memiliki aktivitas untuk melakukan gerakan penyempumaan. Akal dan jiwa manusia akan selalu mengalami perubahan dan tidak stagnan selama hidupnya. Akal manusia tidak sama. Setiap manusia memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat tergantung kepada kekuatan akalnya. Dan beruntung akal itu dapat dibina untuk disempurnakan. Setiap orang mampu menyempurnakan akalnya dan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menyempurnakan akalnya.
Namun tidak semua manusia mampu mengembangkan potensi akalnya dengan sempurna. Tetapi jika akal dimanfaatkan secara maksimal maka akan semakin sempurna. Manusia yang ingin mengembangkan potensi akalnya maka ia harus terus menerus mengasah akalnya secara maksimal. Islam sangat memuji orang-orang yang mau menggunakan nalarnya dan mencela orang-orang yang tidak mau menggunakan nalarnya. Dalam banyak ayat Allah Swt berfirman:
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (QS. al-Baqarah: 18)
“Sesungguhnya makhluk bergerak yang beryawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami) kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti.” (QS. al-Anfal:22)
“Dan Allah menimpaka kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya.” (QS. Yunus: 100)
Baca: Akidah, Pembebas Akal Manusia
“Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.” (QS. al-Maidah: 103)
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami.” (QS. al-Hajj: 46)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya (kering), dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin serta awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sungguh (terdapat) tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. al-Baqarah: 164)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)
Rasulullah Saw juga bersabda: “Manfaatkanlah akal maka engkau akan mendapatkan bimbingan dan jangan melawan akal agar engkau tidak menyesal.” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 13, hal. 284)
Berikut di antara kiat untuk dapat mengembangkan kekuatan akal:
Tafakur
Tafakur adalah bagian dari aktivitas akal. Tafakur itu dapat memperkuat akal. Tidak sedikit riwayat atau ayat-ayat Alquran yang menganjurkan siapa saja untuk melakukan aktivitas tafakur. Allah Swt berfirman: “Demikianlah Allah jelaskan ayat-ayat-Nya agar kalian bertafakur.” (QS. al-Baqarah: 219)
Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak bertafakur?” (QS. al-An’am: 50)
Ayat-ayat yang memberi motivasi kepada manusia untuk bertafakur di dalam Alquran umlahnya sangat melimpah. Bahkan dalam beberapa riwayat, tafakur itu dinilai sebagai ibadah bahkan dianggap lebih baik dari ibadah. Imam Ali a.s. mengatakan: “Bangunkan hatimu dengan tafakur, jauhilah tempat tidurmu dengan salat malam dan takutlah kepada Allah Tuhanmu!” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 14, hal. 319)
Baca: Pendapat Orang Berakal vs Pendapat Orang Tak Berilmu
Beliau a.s. juga berkata: “lbadah yang terbaik adalah bertafakur tentang kekuasaan Allah Swt.”
Berpikir Panjang yang Menjangkau ke Masa Depan
Salah satu metode untuk mengoptimalkan akal adalah dengan sering mempraktikkan kegiatan berpikir, ketika mau melakukan sesuatu cobalah berpikir tentang segala kemungkinan yang akan terjadi. Rasulullah sendiri mengatakan: “Jika engkau ingin melakukan sesuatu maka pikirkanlah masak-masak sebelum engkau melakukannya. Jika menurutmu akan mendatangkan kebaikan maka lakukanlah dan jika tidak maka segera hentIkan.” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 14, hal. 313)
Amirul Mukminin a.s. mengatakan: “Berpikir panjang itu adalah puncak keberakalan dan kepala batu puncak dari kepandiran. Siapa yang selalu berpikir panjang akan selamat dari akibat buruk.” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 14, hal. 313)
Imam Ja’far Shadiq a.s. menyampaikan nasihatnya untuk Ibnu Jundab: “Berhentilah dulu (berpikirlah) sebelum melakukan segala sesuatu! Sampai engkau mengetahui akibat dari berbagai perbuatan, agar engkau tidak menyesali diri.” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 1, hal. 315)
Bermusyawarah
Mengikuti diskusi yang diadakan oleh orang-orang yang pintar merupakan formula manjur untuk meningkatkan kapasitas akal. Mereka yang sering bertukar pikiran dengan orang lain sebetulnya sama juga dengan menyewa jasa aka orang lain. Jadi seseorang dapat sampai ke inti pemikiran hanya dengan mendengarkan pendapat-pendapat orang lain, setelah itu ia memilih pendapat mana yang lebih argumentatif. Musyawarah memang sangat membantu siapa saja terutama kalau yang diajak musyawarah adalah orang-orang yang cerdas.
Orang-orang yang terlalu kaku mempertahankan pendapatnya sendiri, sebetulnya sama dengan menyembah pemikirannya sendiri. Di dalam Alquran dikatakan: “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159)
Baca: Hikmah, Petunjuk Akal
Imam Ali a.s. juga mengatakan: “Seseorang yang membuka diri terhadap berbagai pendapat akan lebih mendapatkan kebenaran daripada jatuh dalam kesalahan. Siapa saja yang melakukan sesuatu tanpa melalui proses berpikir, akan mengalami kesulitan-kesulitan. Berpikir sebelum berbuat agar selamat dari rasa sesal. Orang-orang yang berakal banyak belajar dari pengalaman. Karena pengalaman itu memberikan pengetahuan baru, dan karakter seseorang itu akan teruji dengan terjadinya perubahan-perubahan zaman.” (Jami ahadits asy-Syiah, jil. 13, hal. 314)
“Siapa saja yang bermusyawarah dengan orang-orang pintar akan mendapatkan petunjuk menuju jalan yang benar.” (Mustadrak al-Wasail, jil. 2, hal. 65)
Musyawarah itu sangat baik jika dilakukan dengan orang-orang yang tepat. Orang yang akan diajak bermusyawarah hendaknya orang-orang yang memang memiliki kelebihan dari segi ilmu dan pengalaman.
Cinta kepada Kebenaran
Metode lain untuk memperkuat akal adalah dengan memperkuat kecintaan kepada kebenaran. Orang yang mau menerima kebenaran dari siapa saja maka cara berpikimya akan semakin logis. Tetapi orang yang sulit menerima kebenaran, akan lebih banyak memperturutkan emosinya, maka akalnya atau kemampuan berpikirnya akan sulit berkembang dengan baik. Karena ia tidak lagi mencari kebenaran, yang dicarinya adalah kepuasan nafsunya semata. Imam Musa Kazhim mengatakan Hisyam: “Lukman berkata kepada anaknya, ‘Tunduklah kepada kebenaran maka engkau akan menjadi manusia yang paling berakal.’”
Berkumpul dengan Orang yang Berakal
Lingkungan pergaulan di dalam masyarakat ikut menentukan kualitas akal seseorang. Setiap orang memperoleh sesuatu dari gaya hidup, pikiran, pengalaman, pengetahuan teman-teman komunitasnya. Dan komunitas kaum yang berakal adalah tempat yang paling baik untuk mengasah kekuatan akal. Karena orang-orang yang berilmu akan berbicara sesuai dengan keilmuannya. Sikap mereka juga dapat mempengaruhi perilaku mereka yang ada di dalam komunitasnya. Sebaliknya bergaul dengan orang-orang yang tidak berilmu hanya akan membuat seseorang juga menjadi bodoh. Bergabung dengan majelis orang-orang saleh akan memberikan kebaikan. Dan sikap sopan santun (adab) para ulama akan memperteguh akal.
Imam Jawad a.s. berkata: “Orang yang tidak mau mendengarkan kata-kata orang yang berakal, berarti akalnya telah mati.”
Sering Bertanya
Pertanyaan adalah metode praktis untuk memperkuat kemampuan berpikir manusia. Orang-orang yang tidak mendapatkan jawaban tentang sesuatu perkara bisa menggunakan metode praktis pertanyaan kepada para ahlinya. Kebiasaan tersebut akan membantu akalnya untuk menemukan jawaban atas segala pertanyaan.
Siapa saja, baik berilmu atau tidak, tetap memerlukan pengetahuan tambahan. Bahkan orang-orang yang awam pun kadang-kadang memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang-orang pintar. Setiap orang harus belajar dari orang lain untuk menyempumakan pengetahuannya sendiri. Rasulullah Saw bersabda: “Manusia yang paling alim adalah yang berhasil menggabungkan pengetahuan orang lain dengan pengetahuan dirinya sendiri. Manusia semakin bernilai ketika ilmunya semakin bertambah dan nilainya berkurang ketika ilmunya sedikit.”
Baca: Manusia yang Paling Berakal
Rasulullah Saw dalam hadis lain mengatakan: “Empat hal yang harus dilakukan oleh umatku; Menyimak ilmu, memeliharanya, menyebarkannya dan mengamalkannya.”
*Dikutip dari buku Agar Tak Salah Mendidik – Ayatullah Ibrahim Amini