Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kisah-kisah Menarik Imam Jawad a.s. (II)

4- Siapakah Pemenangnya?

Para khalifah yang berkuasa selalu berusaha untuk menurunkan derajat Nabi saw. dan Ahlul Bait a.s. di hadapan masyarakat secara tidak langsung. Suatu hari, Makmun mempunyai ide untuk mengatur sebuah pertemuan yang dihadiri oleh Imam Jawad a.s. yang saat itu masih berusia sekitar 9 tahun. Makmun juga mengundang Yahya bin Aktsam, ulama paling besar dan ketua qadhi saat itu.

Dengan berbagai pemberian dan hadiah, Makmun berhasil membujuk Yahya bin Aktsam untuk menghadiri pertemuan tersebut. Rencananya, Yahya bin Aktsam akan melontarkan berbagai pertanyaan paling sulit kepada Imam Jawad a.s. untuk membuktikan bahwa anak kecil berusia 9 tahun ini tidak mungkin seorang imam dan tidak akan dapat menjawab berbagai pertanyaan dan kebutuhan umat.

Baca kisah-kisah Imam Jawad as: “Kisah-kisah Imam Muhammad Jawad as. (1)

Setelah beberapa hari berlalu, tibalah waktu pertemuan. Imam Jawad a.s. tampak paling belia di antara hadirin dan menjadi pusat perhatian semua orang.

Yahya bin Aktsam memohon izin kepada Makmun untuk memulai pertemuan itu dengan melontarkan satu pertanyaan keagamaan kepada Imam Jawad a.s., “Apa hukum orang yang berihram untuk melaksanakan manasik haji dan membunuh binatang buruan? Dan bagaimanakah ia harus menebus kesalahannya tersebut?”

Imam Jawad a.s. dengan tenang menjawab, “Untuk menjawab permasalahan ini, harus dijelaskan terlebih dahulu tentang dua hal, yaitu kondisi orang yang berihram dan jenis binatang buruan:

Orang yang berihram itu apakah wanita atau lelaki?

Apakah ia membunuh binatang buruan di lokasi yang halal untuk membunuh atau haram?

Apakah ia mengetahui hukumnya atau tidak?

Apakah perbuatannya itu dilakukan dengan sengaja atau karena kesalahan?

Apakah ia orang merdeka atau budak?

Apakah ia anak kecil atau orang dewasa?

Apakah ia melakukannya untuk pertama kali atau telah melakukan sebelumnya?

Apakah ia menyesali perbuatannya atau tetap bertekad ingin mengulanginya kembali?

Apakah ia melakukannya pada siang atau malam hari?

Apakah hajinya itu umrah atau haji wajib?”

Imam Jawad a.s. menghentikan cecaran pertanyaan itu sebentar. Seluruh hadirin tampak kebingungan dan keheranan. Lalu beliau melanjutkannya, “Sekarang harus kita lihat kondisi binatang buruannya:

Apakah binatang buruan itu burung atau hewan berkaki empat?

Apakah binatang buruannya berukuran besar atau kecil?”

Yahya bin Aktsam tidak lagi mendengar pertanyaan-pertanyaan Imam Jawad a.s. karena ia merasa kebingungan. Hari itu ia rasakan sebagai hari yang paling berat dalam kehidupannya yang belum pernah ia alami.

Baca: “4 Kisah Menarik Imam Ridha as.

Dari satu pertanyaan yang dilontarkan, Yahya bin Aktsam yang sebelumnya dikenal sebagai orang yang paling alim, melihat dirinya tidak ada apa-apanya di hadapan Imam Jawad a.s. Ia berbicara terbata-bata dan tidak jelas sehingga semua orang mengetahui bahwa ia sedang menghadapi kondisi yang sangat sulit dan berat.

Di saat semua hadirin merasa takjub, Makmun memanfaatkan kesempatan tersebut dan berkata, “Ini adalah putera Ar-Ridha. Apakah kalian tidak ingin mengenalnya lebih jauh? Apakah perkenalan ini cukup bagi kalian semua?”

Semua yang hadir menundukkan kepala dan tidak ada yang bergerak sedikit pun. Kemudian Makmun meninggalkan tempat pertemuan tersebut karena melihat kondisi yang tidak menguntungkan bila dilanjutkan.

5- Karamah dan perhatian Imam Jawad a.s. terhadap Syiahnya

Muhammad bin Sahal Qommi menuturkan kisah berikut ini:

“Saat aku melakukan perjalanan ke Makkah, aku mampir ke Madinah juga. Aku berkehormatan untuk berkunjung kepada Imam Jawad a.s. Aku ingin memohon pakaian dari beliau untuk aku kenakan. Namun tidak ada kesempatan untuk itu sehingga aku berpamitan kepada beliau a.s. Akhirnya aku keluar dari rumah beliau.

Baca: “2 Kisah Karamah Fatimah Zahra a.s.

Aku memutuskan untuk menulis surat permohonan pakaian tersebut untuk beliau a.s. Akhirnya aku menulisnya, lalu aku pergi ke masjid.

Setelah melaksanakan shalat dua rakaat dan beristikharah, aku ragu untuk memberikan surat itu kepada beliau. Maka aku merobek surat tersebut dan aku keluar dari Madinah untuk melanjutkan perjalanan.

Tiba-tiba seseorang datang kepadaku membawa sebuah bungkusan. Ia bertanya, “Apakah Anda yang bernama Muhammad bin Sahal Qommi?”

“Akulah orangnya,” jawabku.

Ketika ia yakin bahwa akulah orang yang dimaksud, ia berkata, “Junjungan kita, Imam Jawad a.s. mengirimkan bungkusan yang berisi pakaian ini untukmu.”

Aku melihat dua potong pakaian yang bagus dan halus.”

Kemudian Muhammad bin Sahal menerimanya dan sepanjang hidupnya selalu bersama pakaian itu. Ketika Muhammad bin Sahal meninggal dunia, Ahmad, puteranya mengkafani sang ayah dengan dua potong pakaian itu dan memakamkannya.

Baca: “Salahkah Menjadi Muslim Syiah?

No comments

LEAVE A COMMENT