Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Agama Dijauhi?

Mengapa sebagian orang menjauhi agama? Hal berpaling dari agama jelas bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang menyeret seseorang pada kondisi yang tak dinginkan ini. Hal ini bahkan dinilai telah menyimpang dari fitrahnya, bahwa keagamaan atau cenderung beragama merupakan fitrah setiap manusia, berdasarkan hadis Nabi saw terkait dengan firman Allah:

فِطْرَةَ اللهِ الَّتي‏ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها

“Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (QS: ar-Rum 30)

Kondisi yang menyimpang itu bisa berhenti pada titik anti agama dan menuduh agama sebagai faktor keterbelakangan, kebodohan, pertikaian dan sebagainya.

Ayatullah Syakh Taqi Misbah Yazdi dalam bukunya Durus fil Aqidah al-Islamiah menyinggung beberapa faktor penyimpangan itu, yang mengarah pada materialisme dan ateisme bagi seseorang, yang mungkin tidak ia sadari.

Beliau menjelaskan: Perbedaan yang mendasar antara dua pandangan dunia; ilahiah dan materialis, terletak pada soal, adakah Tuhan? Keberadaan-Nya yang diyakini oleh pandangan dunia ilahiah dan yang merupakan prinsip utama baginya, diingkari oleh kaum materialis. (Baca: Intoleransi Ala Eropa Doeloe)

Materialisme memiliki sejarah dalam kehidupan manusia, kendati didapati dan selalu hadir di tengah bangsa-bangsa dahulu keimanan kepada Tuhan. Pada saat yang sama, di sana ada pula orang dan komunitas yang mengingkari-Nya.

Sejarah mengatakan bahwa kecenderungan anti agama lahir pada abad XVII, kemudian sampai di Eropa dan menjalar secara perlahan ke seluruh dunia. Kecenderungan ini menjadi fenomena akibat tekanan-tekanan gereja pada masa itu. Ateisme dihembuskan oleh Barat ke permukaan dunia, bersamaan dengan industri, seni dan teknologi yang mereka tawarkan. Lalu menyebar prinsip-prinsip sosiologi dan ekonomi Marxisme di banyak bangsa dan negara.

Faktor-faktor Kecenderungan pada Materialisme

Di antara faktor-faktor yang beliau sebutkan, ialah tiga macam sebagai berikut:

1-Faktor psikologis; walau mungkin pengaruhnya tak disadari oleh seseorang, faktor ini mendorong dirinya kepada ateisme.

Kecenderungan pada bersenang-senang, kemalasan dan hilangnya rasa tanggung jawab, adalah antara lain dari perkara-perkara yang serius bagi faktor ini. Di satu sisi, pengkajian terkait perkara-perkara yang tidak membawa kesenangan inderawi atau duniawi susah diminati oleh si pemilik kecenderungan itu. Di sisi lain, kecenderungan untuk bebas melakukan apa saja yang diinginkan dan hilangnya rasa tanggung jawab, menjadi penghalang langkah menuju pandangan dunia ilahiah. (Baca: Akhirnya Si Ateis itu Beriman…)

Hal menerima pandangan dunia ilahiah dan meyakini Sang Pencipta, adalah pangkal bagi dasar-dasar keyakinan lainnya yang terkait dengan keimanan ini, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab atas semua pilihan dan tindakannya.

2-Faktor sosial; yakni, kondisi masyarakat yang buruk terlebih para pemuka agama mempunyai andil di dalamnya, akan memudarkan pandangan dan keyakinan yang benar di dalam pikiran sebagian orang yang susah dan lemah untuk berfikir secara sehat. Hal ini tidak memberi jalan bagi mereka untuk mengkaji dan mencermati faktor-faktor yang sebenarnya terjadi di balik kondisi tersebut.

Ketika mereka melihat, ternyata para tokoh agama berperan atau mempunyai andil di dalam mewujudkan kondisi buruk itu, orang-orang awam dengan mudah menghubungkan hal itu dengan agama. Lalu mereka menuduh agama bahwa ajaran keyakinannya menyebabkan kondisi buruk itu terjadi, lalu mereka pun menjauhi agama. Masyarakat Eropa di era Renaisains menjadi contoh dalam kasus ini. Di masa itu, citra gereja sangat buruk dalam keagamaan, hukum dan politik, yang membuat masyarakat phobia terhadap agama. (Baca: Mengapa Agama Dijauhi?)

3-Faktor pemikiran; yakni berbagai dugaan dan keraguan yang terlintas di benak seseorang atau yang didapatinya dari orang lain, dan ia tidak dapat mengatasinya dikarenakan melemahnya daya berfikir dan ketidak mampuan berargumentasi. Masalah bertambah berat ketika hati terusik dan gelisah oleh keraguan-keraguan yang dihadapi tanpa dapat mengatasinya.

Keraguan-keraguan yang didasari kecendrungan pada hal-hal indrawi; yang ditimbulkan oleh adanya keyakinan akan khurafat, penafsiran yang keliru, argumentasi yang lemah, peristiwa-peristiwa pahit dan menyakitkan, asumsi-asumsi ilmiah yang dikatakan bertentangan dengan keyakinan agama, perkara-perkara terkait dengan hukum dan politik agama. Semua ini bisa menjadi faktor yang menimbulkan kebimbangan atau penolakan.

Keadaan waswas juga mengakibatkan kondisi penuh ragu, dan tak pernah merasa cukup dengan segala bukti. Seperti halnya seseorang membasuh tangannnya dengan air atau menceburkannya ke dalam air berulang-ulang, masih saja merasa belum yakin tangannya sudah suci, padahal bisa saja tangannya menjadi suci dengan satu kali membasuhnya. (Baca: Jauhi Ta’tsim, Hindari Berburuk Sangka)

Cara Mengatasi Faktor Keraguan

Dengan mengkaji faktor-faktor penyimpangan akan sampai pada kejelasan bahwa untuk mengatasinya memerlukan cara tertentu dan sikap khusus. Misalnya melalui pendidikan yang benar dan pengetahuan tentang efek-efek negatif bagi setiap faktor. Demikian halnya dengan bagaimana menanggulangi dampak-dampak negatif dari faktor sosial. Selain berusaha mencegah terjadinya, diperlukan penjelasan tentang perbedaan antara kebatilan agama dan inkonsistensi sebagian kaum yang beragama atau ketidak komitmenan mereka serta prilaku buruk mereka.

Penyadaran adanya pengaruh faktor-faktor psikologis dan sosial, setidaknya tidak melahirkan rasa menyerah pada diri seseorang terhadap faktor-faktor itu.

Demikian halnya dengan penggunaan metode yang benar dan sikap yang bijak terhadap berbagai pengaruh faktor-faktor pemikiran, sangat diperlukan. Misalnya dengan cara memberikan perbedaan, mana keyakinan yang khurafat dan mana keyakinan yang benar; menghindari penggunaan argumen-argumen yang lemah dan tidak logis dalam membuktikan keyakinan-keyakinan agama. Walau demikian, kelemahan argumentasi tidak berarti klaimnya tidak benar.[*]

Baca: “Apakah Agama Sumber Pertikaian?

 

No comments

LEAVE A COMMENT