Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Akhirnya Si Ateis itu Beriman…

Sebuah riwayat dalam kitab hadis Ushul al-Kafi, juz 1;

Hisyam bin Hakam menyampaikan kepada Ali bin Manshur (perawi hadis ini): “Di Mesir, seorang ateis mendengar sesuatu tentang Abu Abdillah (Imam Shadiq as). Maka ia pergi ke Madinah untuk mendebat beliau. Tetapi ia tidak menjumpainya di Madinah. Lalu dikatakan kepadanya bahwa Imam sedang pergi ke Mekah. Maka -tanpa menunda waktu- ia pun pergi ke Mekah.

Kami (saat itu berada di sana) bersama Imam. Kemudian si ateis itu menjumpai kami yang sedang tawaf bersama beliau. Nama dia Abdul Malik, panggilannya adalah Abu Abdillah. Ketika itu, ia mendekati Imam (dan sengaja) dengan bahunya menyenggol bahu beliau.

Imam bertanya kepadanya, “Siapa namamu?”

“Namaku, Abdul Malik”, jawabnya.

“Nama panggilanmu?”

“Abu Abdillah.”

Imam mempertanyakan nama tersebut: “Anda yang bernama Abdul Malik (hamba Sang Raja, Allah swt). Siapakah Malik (raja; sang tuan) yang kamu sebagai hamba-Nya? Apakah Dia seorang raja bumi, ataukah raja langit? Lalu mengenai putra Anda (yang bernama ‘Abdullah; hamba Allah), apakah dia adalah seorang hamba tuhan langit, ataukah hamba tuhan bumi? Jawablah apapun yang kamu inginkan, niscaya kamu akan dilemahkan karenanya!” (Baca: Demi Pengabdian kepada Islam)

Hisyam melihat si ateis terdiam, berkata kepadanya, “Apakah kau tidak akan membantahnya?”

“Tidaklah tepat aku angkat bicara,” jawabnya.

Imam berkata kepadanya, “Temuilah kami nanti usai tawaf!”

Tidak Tahu Berarti tak Punya Alasan

Setelah tawaf, si ateis mendatangi Imam, lalu duduk di depan beliau dan kami pun duduk berkumpul. Dimulailah dialog antara Imam dan si ateis. Dan Imam Ja’far mengawali dengan pertanyaan-pertanyaan kepadanya, “Tahukah bahwa bumi ada bawah dan atas baginya?”

“Ya.”

“Apakah kamu masuk ke bawahnya?”

“Tidak.””

“Tahukah Anda apa di bawahnya?”

“Saya tidak tahu melainkan saya kira tak ada sesuatu di bawah bumi”, jawab si ateis.

Zhan (dugaan) itu lemah, mengapa Anda tidak yakin? Imam melanjutkan pertanyaan, Apakah Anda naik ke langit?

“Tidak”

“Tahukah apa yang di langit?”

“Tidak,” jawab si ateis sangat singkat.

Imam Ja’far berkata; “Aneh kamu ini! Tidak pernah sampai ke timur dan tidak pula ke barat. Kamu juga tidak pernah turun ke (bawah) bumi dan tidak pula naik ke langit, dan tak pernah sampai di sana, tapi kamu mengaku bahwa apa di balik semua itu dan mengingkari apa yang ada pada semua itu. Apakah orang berakal mengingkari sesuatu yang tidak ia ketahui?” (Baca: Kemandirian Akal tentang Baik dan Buruk)

Si ateis mengatakan, “Tak seorangpun yang pernah berkata demikian kepada saya selain Anda!”

Imam berkata, “Apakah dengan demikian Anda dalam keraguan; barangkali demikian itu dan barangkali tidak demikian (yang benar)?”

“Barangkali demikian itu (yang benar)”, sahutnya.

Beliau mengatakan, “Hai fulan, orang yang tidak tahu, tak memiliki hujjah (bukti; alasan) atas orang yang mengetahui. Tiada hujjah bagi yang tidak tahu (jâhil). Wahai saudara orang Mesir! Kamu memahami tentang diriku, bahwa kami tidak meragukan tentang Allah selamanya. Tidakkah kamu melihat matahari dan bulan, malam dan siang keduanya (terus) berjalan tanpa kesalahan dan takkan kembali (mundur).

Keduanya terpaksa (dikendalikan; tak punya pilihan), tidak punya tempat (lain) kecuali (hanya satu) tempat bagi keduanya. Jika keduanya mampu untuk pergi (berlalu) mengapa tidak pernah kembali (mundur)? Jika keduanya tidak terpaksa, mengapa malam tidak menjadi siang dan siang menjadi malam? Demi Allah wahai saudara orang Mesir, keduanya terpaksa secara konsisten, dan Yang memaksa (mengendalikan) keduanya adalah Dzat yang paling kokoh dan yang paling agung dari keduanya.

“Anda benar”, kata si ateis.

Allah yang Mengendalikan Langit dan Bumi

Imam berkata, “Hai saudara orang Mesir, sesungguhnya (ateisme) yang kamu anut, kamu kira itu adalah masa waktu. Sekiranya masa pergi (berlalu) bersama mereka, kenapa ia tidak mengembalikan mereka (ke semula), dan jika mengembalikan mereka kenapa ia tidak pergi bersama mereka? Kaum itu dalam terpaksa. Wahai saudara orang Mesir, mengapa langit itu tinggi, sedangkan bumi itu rendah? Kenapa langit itu tidak jatuh ke bumi? Kenapa bumi tidak menggelinding di atas tingkatnya, tidak jatuh dan miring (tetapi musti ada yang menahan keduanya; langit dan bumi) dan yang di atas bumi tidak saling berpegangan?

Si ateis itu berkata, “Allah lah yang menahan keduanya; Dia lah Tuhan dan Sang Tuan bagi keduanya.”

Dengan demikian ia menjadi beriman di hadapan Imam as.

Lalu Hisyam mengungkapkan kepada Imam, “Kalau ateis menjadi beriman di tangan Anda, orang kafir menjadi beriman di tangan ayah Anda (Imam Baqir as).”

Mantan ateis yang kini telah beriman di tangan Abu Abdillah as mengungkapkan kepada beliau, “Angkatlah saya menjadi murid Anda!”

Imam berkata,“Hai Hisyam, bimbing dan ajarilah ia! Maka Hisyam mengajarinya. Ia (dhamir atau kata ganti yang dimaksud adalah Hisyam tapi bisa saja si mantan ateis itu) yang mengajarkan penduduk Syam dan Mesir keimanan, dan ketulusannya membuat Abu Abdillah as ridha kepadanya.” [*]

Baca: “Doa Imam Sajjad untuk Putra Putrinya


No comments

LEAVE A COMMENT