Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Nilai-Nilai Asyura dalam Surah Al-Fajr

Nilai, Asyura, Al-FajrDalam sebuah riwayat sebutkan bahwa Al-Fajr adalah surah-nya Imam Husein as. Dengan niat untuk memuliakan Imam Husein itulah maka surah ini sangat disarankan untuk dibaca dalam berbagai shalat fardhu ataupun shalat sunnah (nawafil) kita. Di sisi lain, kita tahu bahwa peristiwa duka Asyura adalah simpul dari semua kehidupan Al-Husein as. Kini, kita lihat beberapa nilai perjuangan Imam Husein yang terdapat pada rangkaian ayat dari Surah Al-Fajr ini.

Nasib Penguasa yang Sombong

الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ . فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ. فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ

“Mereka yang melakukan pembangkangan di muka bumi; serta banyak melakukan kerusakan. Karena itu, Tuhanmu menyediakan bagi mereka cemeti azab.” (ayat 11-13)

Semua pembangkangan para pembangun peradaban di masa lampau yang kemudian berakibat kepada turunnya azab pedih itu, disebabkan oleh kecintaan yang amat sangat kepada kehidupan dunia. Hal yang sama juga berlaku untuk manusia zaman sekarang. Siapa saja yang teramat sangat cinta-dunia, maka kekayaan, kejayaan, dan kesuksesan yang diperolehnya malah akan mendorong dirinya untuk semakin menjauh dari Allah sekaligus menjadi pembangkang. Yazid dan lingkaran elit istana Dinasti Bani Umayyah adalah potret dari penguasa sombong dan angkuh, sehingga melakukan kerusakan terhadap sendi-sendi kehidupan manusia di muka bumi. (Baca: Pola Bani Umayah dalam Menyesatkan Umat)

Ukuran Kesuksesan Manusia Sukses

فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ. وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَن

“Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. (ayat 15 dan 16)

Manusia umumnya mengukur kesuksesan atau kegagalan hidup berdasarkan harta yang dimilikinya. Orang merasa terhormat jika punya harta yang lebih dibandingkan dengan orang lain. Orang juga cenderung menghormati orang lain yang punya harta berlebih. Sebaliknya, manusia juga cenderung merasa hidupnya disia-siakan oleh Tuhan hanya gara-gara kehidupannya serba prihatin. Manusia juga cenderung merendahkan orang lain yang tingkat ekonominya rendah dan pas-pasan.

Lihatlah Yazid dan Ibnu Ziyad. Keduanya menyatakan bahwa peristiwa Asyura, yaitu terbunuhnya keluarga Rasulullah SAW, serta digiringnya kaum wanita dan anak-anak dari keluarga Nabi dengan cara-cara disiksa bak budak, menunjukkan bahwa kafilah Al-Husein telah dihinakan oleh Allah. Sebaliknya, pihak Yazid yang saat itu berkuasa dan duduk di atas singgasana merasa diri mereka sebagai orang-orang yang dimuliakan oleh Allah. (Baca: Memakmurkan Negeri)

Al-Quran secara tegas menolak pemikiran semacam itu. Kemuliaan dan kesuksesan hidup tidak diukur dari harta yang dimiliki. Kehinaan juga tidak berhubungan dengan kemiskinan. Orang yang sukses dan mulia adalah orang yang bertakwa. Ketakwaan akan membuat orang kaya banyak bersyukur dan menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk berbuat baik kepada sesama. Ketakwaan juga akan membuat si miskin menjadi  orang yang sabar, rendah hati, dan makin dekat dengan Tuhannya. Dalam pandangan Al-Quran, kekayaan dan kemiskinan sama-sama merupakan alat uji bagi manusia (ibtila).

Pelaku Kezaliman Pasti Akan Menyesal Sejadi-Jadinya

وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى.  يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (ayat 23 dan 24)

Kiamat adalah hari penyesalan bagi kebanyakan manusia. Jika sampai sekarang kita masih saja melakukan kesalahan dan dosa yang belum kita taubati, yakinlah bahwa dosa-dosa itu akan kita sesali sejadi-jadinya di hari kiamat kelak. Pada saat itu, penyesalan manusia tidak ada artinya sama sekali. Karena itu, mumpung kita belum memasuki hari kiamat, dan Allah masih memberikan kepada kita kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, segeralah kita hentikan dosa-dosa kita dan kita perbaiki amal perbuatan kita. (Baca: Jelang Genosida Karbala)

Pesan inilah yang berulang kali disampaikan oleh Imam Husein as kepada musuh-musuhnya di Karbala. Mereka diingatkan tentang kehidupan dunia yang fana; dan bahwa apapun yang dilakukan di dunia, termasuk di saat mereka sedang melakukan tindakan sangat keji kepada keluarga Nabi, itu semua terhubung dengan akhirat.

Dikatakan oleh Imam Husein as bahwa mereka yang tertawa terbahak-bahak di hari Asyura, kelak akan menangis sejadi-jadinya di Mahsyar. Sebaliknya, para pejuang kebenaran yang didera kehausan yang amat sangat, tak lama lagi akan mendapatkan kesejukan air surgawi di Telaga Al-Kautsar. [OS]

(Dikutip dari rubrik Tafsir Quran, buletin Al-Wilayah edisi 25, September 2018, Muharram 1440H)

Baca: Mengapa Asyura’ Dan Tragedi Karbala Hanya Sekali Terjadi?

 

Written by
No comments

LEAVE A COMMENT