Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Penyembuhan Penyakit Jiwa ala Islam

Khawajah Nuri mengemukakan penemuan-penemuan baru ilmu jiwa dalam menyembuhkan penyakit jiwa yang tampak dalam bentuk dosa yang ada di dalam diri manusia. Dalam penemuan baru itu secara ringkas disebutkan bahwa dokter jiwa mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur yang dibuat dengan aturan tertentu yang dapat mengarahkan orang yang sakit itu agar dapat mulai berpikir secara terstruktur pula, sehingga dia bisa kembali kepada kedalaman jiwanya sendiri dan mampu mengungkapkan ‘setan’ yang menyusup dan menguasai keinginannya.

Dengan begitu, orang yang sakit itu diharapkan dapat menguasai dan melihat ‘setan’ yang tidak akan kuat hidup kecuali dalam kegelapan. Dan pada akhirnya, orang yang sakit itu dapat diselamatkan dari kekuasaan jahat tersebut. (Rawankawiy, Khwajah Nuri, hal. 119-122)

Baca: Serakah, Penyakit Jiwa yang Menghancurkan

Penyembuhan dengan cara seperti ini -seperti yang dikatakan oleh para ahli ilmu jiwa itu sendiri- memiliki banyak kekurangan, dan hampir bisa dikatakan tidak bagus sama sekali dalam kasus-kasus tertentu. Kekurangan yang paling menonjol itu dapat disebutkan:

  1. Tidak semua anggota masyarakat memiliki uang yang cukup untuk berkunjung ke dokter jiwa, dan berkonsultasi dengannya dalam waktu yang cukup lama untuk mendiagnosis penyakit jiwa yang sedang mereka derita. Kasus seperti itu, memerlukan fasilitas penelitian ilmiah yang sempurna, yang tentu saja memerlukan biaya yang cukup tinggi dan hanya sedikit anggota masyarakat yang mampu membayarnya. Di samping itu, orang-orang yang terkena penyakit jiwa ini tidak merasakan adanya keperluan untuk menyembuhkan penyakitnya, dengan berbagai alasan.
  2. Dari berbagai kasus, sering kali kita saksikan bahwa dokter ahli jiwa tidak mampu menyelami kedalaman jiwa pasiennya, sehingga tidak mampu memberikan solusi yang tepat bagi penyakit tersebut. Banyak sekali contoh kasus seperti ini, yang ditulis dalam berbagai teks buku dan kesaksian para dokter tersebut.
  3. Sesungguhnya penyakit-penyakit itu juga menimpa para dokter itu sendiri. Dari beberapa kasus terbukti bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan tidak mampu mempengaruhi keinginan manusia, dan menyembuhkan titik-titik kelemahan yang ada pada jiwanya. Diceritakan ada seorang profesor bercerita bahwa dia pernah menghadiri sebuah seminar tentang bahaya minuman beralkohol. Dalam seminar itu, salah seorang dokter membawakan sebuah materi yang sangat bagus mengenai topik tersebut. Dia menjelaskan bahaya minuman beralkohol itu bagi tubuh manusia. Semua hadirin terkesima mendengarkan sajiannya. Pada suatu hari sang profesor melihat si dokter di salah satu jalan kota Teheran. Manakala ia mendekatinya, ia mencium bau minuman yang sangat keras dari mulut sang dokter, yang menandakan bahwa dia cukup banyak menenggak minuman keras itu. Contoh-contoh seperti itu sangat banyak kita jumpai.
  4. Ada sejenis penyakit gangguan jiwa yang tidak mungkin disembuhkan secara medis, khususnya bila gangguan jiwa itu disebabkan oleh dosa yang tidak mungkin dihilangkan bekasnya, misalnya pembunuhan dan merusak kehormatan orang. Orang yang tangannya terlumur dosa membunuh seseorang, yang menganggap enteng dosa perbuatan itu sehingga dia menjadi pembunuh yang berdarah dingin, dan dia merasa berdosa melakukannya, maka dia akan menjadi orang yang terganggu jiwanya. Ia akan dibayang-bayangi oleh orang yang terbunuh yang menemui dirinya di mana pun dia berada. Kadang-kadang hal seperti ini menyebabkan kegilaannya.

Penyembuhan yang Dilakukan Islam

Ajaran Islam dapat menyembuhkan penyakit sebelum terjadinya penyakit itu sendiri. Islam menjauhkan manusia dari tempat-tempat kejahatan dan menjaganya agar tidak terjerumus dalam penyakit-penyakit jiwa itu. Bahkan Islam mencegah agar umatnya tidak sampai memikirkan tentang dosa itu. Sebetulnya Islam juga melarang manusia untuk bergaul dengan orang-orang yang sudah tercemari kejahatan agar dia tidak tertular penyakit tersebut.

Islam memusatkan perhatian pada pengukuhan matra iman dalam jiwa, agar menjadi landasan yang kuat dan tangguh, di mana keimanan itu mampu melibas setiap keresahan dan kegalauan. Allah Swt berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’ad: 28).

Baca: Faktor Penyebab Guncangnya Jiwa

Islam mengarahkan manusia agar merenungkan dirinya, seperti yang dilakukan oleh para dokter ahli jiwa dalam menyembuhkan para pasiennya. Barangkali, anjuran Islam untuk berpikir adalah bertitik tolak dari sini. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Barang siapa mengenali dirinya, maka dia juga mengenali Tuhannya.”

“Berpikir sesaat lebih baik daripada ibadah setahun, atau tujuh puluh tahun.”

Islam membuka pintu tobat dan ampunan selebar-lebarnya di depan manusia pendosa, bagaimanapun besarnya dosa itu, agar supaya dosa itu tidak berubah melilit manusia dan mengubah manusia menjadi sakit jiwanya. Allah Swt berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu….” (QS. Ali Imran: 135)

Amirul Mukminin a.s. mengatakan: “Dosa adalah penyakit, obatnya adalah istighfar, jika sembuh jangan kau ulangi lagi dosa itu.”

Imam Baqir a.s. mengatakan: “Jika seorang pezina melakukan zina, maka ruh imannya keluar dari dirinya, dan bila dia beristighfar, maka ruh itu akan kembali lagi kepada dirinya.” (al-Wasa’il, 3/93, bab Tahrim az-Zina)

Islam begitu dalam menanamkan rasa harapan dalam jiwa manusia. Hal ini seperti yang diucapkan melalui lisan Ali a.s., “Berharaplah kepada Allah dengan harapan bahwasanya bila engkau melakukan kejelekan semua manusia, pasti Dia akan mengampuninya untukmu.” (Majmu’ah wa Rama, 1/50)

Dengan ungkapan yang penuh rahmat dan kasih sayang, Allah berujar kepada hamba-Nya: Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”  (QS. az-Zumar: 53)

Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Muhammad bin Syihab al-Zuhri (salah seorang ahli hadis besar Ahlusunah, yang meriwayatkan pada zaman dua Imam, as-Sajjad dan putranya al-Baqir a.s.) membunuh seseorang tanpa salah. Dia menyesali perbuatannya, kondisi kejiwaannya labil, dan keresahan menghantui dirinya. Dia melumuri wajahnya dengan tanah kemudian bersembunyi dan tinggal di sebuah gua. Dia memencilkan dirinya dari pergaulan manusia. Tidak memotong rambutnya dan tidak pernah mengurus wajahnya. Imam Sajjad mendengar keadaan Zuhri seperti itu, lalu mendatanginya. Beliau berkata: “Kekhawatiran saya terhadap keputusasaan Anda lebih besar ketimbang dosa yang Anda lakukan. Segeralah temui keluargamu, keluarlah kepada mereka, dan patuhi ajaran-ajaran agama Anda”

Baca: Ibadah, Pemuas Dahaga Jiwa

Kata-kata itu sangat menyentuh hatinya, seperti siraman air hujan di atas tanah yang amat gersang. Al-Zuhri kembali sadar dan jiwanya menjadi lapang. Dia berkali-kali mengucapkan: “Engkau telah melahirkanku kembali wahai tuanku, Allah Mahatahu karena Dia-lah yang menjadikan risalah-Nya.” (al-Arbili, Kasyf al-Ghummah, 2/317)

Islam menyembuhkan penyakit-penyakit jiwa dengan cara mengingatkan secara berulang-ulang tentang bahaya penyakit tersebut, serta menganjurkan kepada manusia untuk memanfaatkan kekuatan iman yang ada pada diri seseorang. Dengan kerangka iman itulah dia dapat menghadapi penyakit-penyakit jiwa yang dideritanya.

*Disarikan dari buku Akibat Dosa – Sayyid Hasyim Rasuli aI-Mahallati

No comments

LEAVE A COMMENT