Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Rukun dan Syarat Taubat (1/6)

Taubat sejati tentu tidaklah sembarangan, melainkan ada rukun dan syaratnya.Tentang ini mari kita cerahkan pikiran dengan menyimak keterangan dalam riwayat dan untaian kalimat mutiara Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as.

Diriwayatkan bahwa suatu hari seseorang dengan entengnya beristighfar atau mengucapkan kalimat  “astaghfirullah” (aku memohon ampunan kepada Allah) di hadapan Imam Ali as. Beliau lantas berkata;

إنّ الاستغفار درجة العلّيين، وهو اسم واقع على ستة معان: أوّلها الندم على ما مضى، والثاني العزم على ترك العود إليه أبداً، والثالث أن تؤدّي إلى المخلوقين حقوقهم حتّى تلقى الله أملس ليس عليك تَبِعَة، والرابع أن تَعْمد إلى كلّ فريضة عليك ضيّعتها فتؤدّي حقّها، والخامس أنّ تَعْمدَ إلى اللحم الذي نبت على السُّحت فتذيبه بالأحزان حتّى يلصق الجلد بالعظم، وينشأ بينهما لحم جديد، والسادس أن تُذيقَ الجسم ألم الطاعة كما أذقته حلاوة المعصية، فعند ذلك تقول: أستغفر الله.

“Tahukah kamu apa itu istighfar? Sesungguhnya istighfar adalah derajat Illiyin, dan merupakan nama yang memiliki enam arti; pertama, penyesalan atas apa yang telah berlalu; kedua, tekad untuk tidak mengulanginya lagi selamanya; ketiga, kamu tunaikan hak para makhluk sampai kamu berjumpa dengan Allah dalam keadaan bebas tanpa ada beban hak atasmu ; keempat, mengingat kemudian menunaikan setiap kewajiban yang telah kamu abaikan; kelima; mengingat daging yang tumbuhnya disertai kemurkaan Allah, kemudian melelehkannya dengan rasa sedih sampai kulit menempel ke tulang lalu tumbuh daging baru di antara keduanya; keenam, buatlah ragamu merasakan derita ketaatan sebagaimana kamu pernah membuatnya merasakan manisnya maksiat. Ketika itulah silakan kamu berucap; ‘Astahfirullah.’”[1] (Baca: Almarhum Syeikh Behjat: Perselisihan Terjadi dari “Hasbuna Kitaballâh”)

Dua hal pertama di antara enam hal yang disebutkan Imam Ali as ini merupakan dua rukun taubat, sedangkan hal ketiga dan keempat merupakan syarat diterimanya taubat, dan dua hal terakhir adalah dua syarat kesempurnaan taubat. Penjelasan lebih lanjut mengenai rukun dan syarat taubat ini ialah sebagai berikut;

Rukun Pertama, Penyesalan

rukun-taubatTentu jelas bahwa penyesalan merupakan satu rukun yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin bertaubat. Taubat sendiri artinya ialah kembali kepada Allah SWT, atau kembali kepada fitrah nan suci yang kemudian ternodai oleh dosa. Hal ini tentu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa diawali dengan penyesalahan atas salah, khilaf dan dosa yang telah berlalu.

Imam Muhammad al-Baqir as berkata;

التائب من الذنب كمن لا ذنب له، والمقيم على الذنب وهو مستغفر منه كالمستهزئ.

“Orang yang bertaubat dari dosa seperti tidak punya dosa, sedangkan orang yang tetap berkecimpung dalam dosa tapi beristighfar maka dia seperti orang yang mengejek.”[2]

Beruntunglah orang yang berbuat dosa kemudian segera bertaubat sebelum waktu berlalu tujuh jam, karena beberapa riwayat menyebutkan bahwa malaikat juru tulis keburukan manusia tidak segera menulis keburukan sebelum waktu berlalu tujuh jam. (Baca: Taubat, Sejak Kapan? -1)

Ini berarti bahwa ketika seseorang bertaubat dalam artinya yang sejati sebelum jangka waktu tersebut maka di hari kiamat dia tidak akan melihat dosanya itu dalam buku catatan amal perbuatannya, sedangkan jika dia tidak bertaubat sebelum itu melainkan bertaubat setelahnya maka dosanya itu tetap tercatat meskipun juga disusul dengan catatan taubatnya.

Imam Ja’far al-Shadiq as berkata;

إن العبد إذا أذنب ذنباً أُجّل من غدوة إلى الليل، فإن استغفر الله لم تُكتَب عليه.

“Sesungguhnya hamba ketika berbuat suatu dosa maka ditangguhkan (catatannya) dari waktu pagi antara fajar dan terbit matahari sampai malam, jika dia beristighfar kepada Allah maka tidak akan dicatat untuknya.”[3]

Rasulullah saw bersabda;

صاحب اليمين أمير على صاحب الشمال، فإذا عمل العبد سيّئة قال صاحب اليمين لصاحب الشمال: لا تعجل، وأنظره سبع ساعات، فإن مضت سبع ساعات ولم يستغفر قال: اكتُب فما أقلّ حياء هذا العبد.

“Pencatat golongan kanan memerintah kepada pencatat golongan kiri, jika seorang hamba berbuat buruk, pencatat golongan kanan berkata kepada pencatat golongan kiri; ‘Janganlah terburu, perhatikanlah dia selama tujuh jam, jika tujuh jam berlalu dan dia tidak beristighfar maka tulislah, karena betapa sedikitnya rasa malu hamba ini.”[4]

Rukun Kedua, Tekad Untuk Tidak Mengulangi

(Bersambung)

[1] Nahjul Balaghah, Hikmah 417.

[2] Al-Wasa’il, jilid 16, hal. 74, Bab 86 Bagian Jihad al-Nafs, hadis 8.

[3] Ibid, hal. 65, Bab 86 Bagian Jihad al-Nafs, hadis 4.

[4] Ibid, hal. 70.

Baca Juga: Rukun dan Syarat Taubat (2/6)

 

No comments

LEAVE A COMMENT