Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Serangan Budaya Barat Terhadap Budaya Islam

Sejak dua abad lalu, dunia menyaksikan kelahiran dari apa yang dikenal dengan peradaban industri yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu. Kendati berbagai sinyalemen tentangnya sudah dapat dilihat jauh sebelumnya, namun yang kita maksudkan di sini adalah bahwa peradaban tersebut memperoleh sejumlah karakteristik sejak dua abad terakhir.

Karakteristiknya yang paling menonjol adalah kecenderungan pada industri dan ilmu pengetahuan, serta penggunaan alat-alat kehidupan yang baru. Dan yang paling penting dari semua itu adalah kecenderungan pada falsafah yang berpijak di atas prinsip materialisme.

Ya, orientasi pemikiran falsafah paling mengemuka di Barat dalam dua abad terakhir itu mengambil posisi vis a vis (berhadap-hadapan secara frontal) dengan pemikiran religius. Marxisme adalah filsafat yang paling digemari pada masa itu.

Nyaris semua sekolah filsafat dan sosial yang tumbuh pesat selama dua abad itu (abad ke-19 dan 20), langsung atau tidak, berorientasi pada paham materialisme. Filsafat ini bukan hanya bersifat non-religius, tapi bahkan bertentangan dengan agama.

Baca: Probem Yang Menimpa Masyarakat Materialis dan Barat

Saya harap, hal ini diperhatikan dengan penuh saksama agar kita semua memahami nilai penting dari topik ini. Orientasi non-religius ini pada awalnya hanya berupa noktah kecil, yang kemudian berangsur-angsur terus meningkat dan bertambah luas dan merambat ke titik puncak. Pertumbuhan dan perembesan paham tersebut sangat nyata dalam kehidupan manusia; dalam pemikiran serta hubungan sosial dan keluarga mereka masing-masing.

Di samping orientasi pemikiran filsafat dan sosial ini, berkembang pula sebuah orientasi politik di dunia manusia; yang secara paralel dan purna, bergerak beriringan dengan orientasi pertama (yang menjadi metodenya), sehingga lama kelamaan mengental dalam kecenderungan yang bertentangan dengan agama dan alam spiritual.

Secara lahiriah, sebagian orientasi politik ini terkesan tak punya hubungan dengan orientasi filsafat. Sebagian orang meyakini bahwa ide materialisme (bahkan termasuk dalam kelompok ekstrem kiri) merupakan buah pemikiran dan usaha tokoh-tokoh politik mereka, dan tak ada hubungannya dengan pemikiran falsafi.

Guna membenarkan pendapatnya itu, mereka mengklaim bahwa semua orientasi dan kecenderungan tersebut merupakan ekspresi dari aktivitas politik dalam makna yang sebenarnya. Di samping itu, ia juga merupakan aktivitas ekonomi dengan orientasi pengembangan kekayaan dan peningkatan modal (seraya menyebarkan paham kapitalisme yang pengaruhnya terus meluas dari hari ke hari).

Dalam hal ini, kita tidak hendak mendiskusikan pendapat-pendapat yang beragam tentangnya. Yang terpenting bagi kita adalah menunjukkan bahwa orientasi sistem politik juga bertentangan dengan agama dan spiritualitas (yang terus saja menguat). Tentu, serangan ini akan bertambah besar dan bertubi-tubi terhadap sebuah pusat yang di dalamnya, spiritualitas lebih difokuskan ketimbang apapun. Semua itu menunjukkan kepada kita tentang betapa kerasnya serangan yang ditujukan terhadap pemikiran Islam di segenap penjuru dunia. Mulai dari timur Dunia Islam di India, Inggris menyerang Islam, di barat Dunia Islam Prancis menyerang Islam dan menganeksasi Aljazair. Meskipun Inggris dan Prancis merupakan dua negara kolonial, namun musuh keduanya cuma satu; Islam!

Akibatnya, orientasi agama dan spiritual di dunia melemah dan pengaruhnya pun tambah kecil. Tak ayal, kemerosotan akhlak dan spiritual pun menjadi fenomena yang mudah kita jumpai di tengah masyarakat. Di sisi lain, paham materialisme bergerak begitu cepat dan akurat. Sehingga, pengaruhnya kian meluas dari hari ke hari dalam dua abad terakhir. Bersamaan dengan tersebarnya paham materialisme yang telah mencapai puncaknya dalam pemikiran, politik, dan perilaku manusia, kekayaan material pun kian meningkat. Demikian pula, ilmu pengetahuan berkembang ekstrem dan berbagai temuan baru banyak bermunculan. Selain itu, jumlah pusat dan lembaga pendukung paham materialisme makin tumbuh subur.

Sesungguhnya Barat setelah menginvestasikan harta, ilmu pengetahuan, dan temuannya, serta memanfaatkan kecakapannya yang beraneka dalam mendorong usahanya seraya mengukuhkan dan memelihara dominasinya sehingga berhasil meraih puncak kuasa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, mereka merasa tak ada lagi langkah yang harus ditempuh kecuali mencerabut agama, akhlak, dan spiritualitas masyarakat sampai ke akar-akarnya.

Pencerabutan agama, akhlak, dan spiritualitas inilah langkah mereka berikutnya. Kenyataan ini bukan hanya saya yang mengungkapkannya. Tapi bahkan telah dikemukakan oleh para penulis cerita-cerita fiktif ilmiah. Mereka berusaha menggambarkan lewat tulisan masing-masing perihal keadaan alam ini di masa depan. Sungguh, secara pribadi, saya telah membaca sebagian tulisan tersebut yang mencerminkan imajinasi masa depan kehidupan di alam ini yang benar-benar kosong dari kesadaran spiritual.

Baca: Peran Agama dalam Mengatasi Krisis Kejiwaan Manusia

Digambarkan di dalamnya bahwa abad masa depan adalah abad atom, elektronik, komputer, dan kemajuan ilmu pengetahuan ruang angkasa yang mencengangkan. Jelas, semua itu merefleksikan betapa hampanya alam ini dari pemikiran yang berbobot. Atau dalam istilah mereka, tercerabutnya agama dan spiritualitas sampai ke akar-akarnya. Tak ada lagi gambaran selain itu.

Dunia ini berjalan-sebagaimana kita ketahui dan baca dalam buku-buku sejarah, sejak bertahun-tahun lalu dalam kecenderungan menjauh dari agama dan spiritualitas. Sejak dua abad ini, umat manusia bergerak di jalan tersebut dengan sebab-sebab dan alasan-alasan yang telah diketahui.

Aktivitas umat manusia sejak dua ratus tahun terakhir yang berjalan seiring dengan pesatnya kemajuan industri dan ilmu pengetahuan -yakni pada abad ke-19 dan 20 yang merupakan abad pencerahan dan humanisme- terkait erat dengan pemisahan diri dari agama dan spiritualitas.

Sudah sepatutnya proses ini ditafsirkan berdasarkan sebab-sebab alamiah yang berkenaan dengan kemampuan memilih -yang bersumber dari umat manusia. Sebab, tidak mungkin berbagai fenomena sampai muncul ke permukaan tanpa dihasilkan darinya. Maksudnya, upaya memisahkan diri dari agama merupakan akibat yang tak dapat dipisahkan dari paham materialisme yang telah melampaui batas.

Namun, di jalan ini tercakup pula berbagai unsur yang mengandungi tujuan tertentu. Seluruh kekuatan dunia telah mencapai kata sepakat, yakni menghapus eksistensi agama. Mereka bukan bermaksud menghapuskan nama agama. Melainkan mengenyahkan makna hakiki agama dan agama hakiki nan murni.

Boleh jadi sejumlah fenomena keagamaan dibiarkan eksis; namun itu hanyalah sebuah penampilan lahiriah tanpa isi. Agama semacam ini telah tercabut dari akarnya berupa keimanan yang realistis. Banyak sekali ongkos yang telah dikeluarkan untuk tujuan ini. Akibatnya, banyak sekali orang yang merelakan hilangnya peran agama. Bahkan mereka menganggap, penghilangan ini merupakan keharusan bagi umat manusia untuk hidup di masa kini.

Upaya ini tidak semuanya bersumber dari pengkhianatan. Melainkan dari anggapan dan keyakinan bahwa itu (pengenyahan peran agama) memang mau tak mau harus ditempuh. Mereka mengerahkan upaya sebesar-besarnya untuk mengenyahkan segala peran spiritualitas di setiap tempat, termasuk di dunia Islam. Cara yang mereka tempuh di antaranya adalah menulis buku-buku, melakukan aktivitas budaya, propaganda, seraya bersandar pada prinsip kekuatan, dan pemborosan biaya dalam jumlah sangat besar. Semua itu dikerahkan habis-habisan untuk membungkam spiritualitas.

Baca: Imam Ali Khamenei dan Secarik Kertas di Tangannya

Saat semua mata dan imajinasi tentang masa depan umat manusia tertuju pada keadaan tersebut, tiba-tiba menyeruak kebangkitan ulama religius di Iran pada 1341 Hijriah (tahun 1963). Peristiwa tersebut pada kali pertama tidak begitu menarik perhatian dunia. Namun ternyata ia terus meluas. Ini sama sekali di luar perkiraan banyak pengamat dan analis politik. Lalu momentum itu mulai menguasai lingkungan di sekelilingnya dan secara tiba-tiba berakhir dengan sebuah ledakan maha dahsyat di salah satu wilayah dunia. Saat itulah, kekuatan dunia merasa telah keliru dalam menilai fenomena ini. Lalu mereka berupaya meredamnya, tapi gagal!

Sekonyong-konyong kemudian menyeruak dan tegaklah pemerintahan dan sistem yang berbasis spiritualitas dan agama di belahan dunia yang sangat sensitif ini. Ya, munculnya pemerintahan Republik Islam Iran dan kestabilannya selama beberapa tahun benar-benar sebuah mukjizat; bahkan segala yang ada di dalamnya merupakan mukjizat.

Ayatullah Udzma Sayyid Ali Khamenei – Perang Kebudayaan


No comments

LEAVE A COMMENT