Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tafsir Surat al-A’la

Terjemah

  1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,
  2. Yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya).
  3. Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
  4. dan Yang menumbuhkan rerumputan,
  5. Lalu dijadikan-Nya (rumput-rumput) itu kering kehitam-hitaman.
  6. Kami akan membacakan (Alquran) kepadamu (Muhammad) sehingga engkau tidak akan lupa,
  7. kecuali jika Allah menghendaki. Sungguh, Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
  8. Dan Kami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan (mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat),
  9. oleh sebab itu berikanlah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat,
  10. orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,
  11. dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya
  12. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka)
  13. selanjutnya dia di sana tidak mati dan tidak (pula) hidup.
  14. Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman)
  15. dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat.
  16. Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia,
  17. padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.
  18. Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
  19. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.

Tafsir ayat 1 – 5

Surat ini mengandung perintah bertasbih kepada Allah Swt dan menjelaskan tentang beberapa perbuatan-Nya yang menunjukkan kekuasaan-Nya. Bertasbih kepada Allah artinya menyucikan Zat Allah Swt dari segala sifat, keadaan, dan sebutan yang tidak pantas bagi-Nya. Allah Swt adalah Zat Maha Sempurna dalam wujud-Nya. Tiada kekurangan dan keterbatasan wujud pada-Nya, karena Dia hanya mutlak wujud dan wujud yang mutlak, sementara selain-Nya mempunyai wujud yang kurang dan terbatas.

Fisik adalah wujud yang sangat terbatas dengan ruang dan waktu. Oleh karena itu, Allah Swt tidak berfisik. Keyakinan bahwa Allah Swt mempunyai fisik sebagaimana manusia atau binatang merupakan kesyirikan dan bertentangan dengan ke-Mahasucian-Nya.

Baca: Tafsir Surat al-Balad

Dalam al-Amtsal disebutkan al-‘Ala artinya yang lebih tinggi dari segala sesuatu atau dari anggapan, khayalan, dan dugaan manusia. Thabari mengutip riwayat bahwa Imam Ali bin Abu Thalib a.s. ketika membaca Sabbihisma Rabbikal a’la beliau berkata: “Subhana Rabbiyal a’la.”

Kemudian surat ini menyebutkan beberapa perbuatan Allah Swt dalam alam ciptaan-Nya ini: Pertama, menciptakan segala sesuatu secara seimbang. Alamah Thabathaba’i menjelaskan arti sawwa yaitu menjadikan ciptaan-ciptaan-Nya secara seimbang sehingga setiap bagian-bagiannya diletakkan pada tempatnya yang sesuai dan pas, seperti organ-organ tubuh manusia yang seimbang.

Kedua, menentukan dan membimbingkan semua ciptaan-Nya. Dalam al-Amtsal dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan qoddara atau taqdif dalam ayat ini adalah menentukan untuk segala sesuatu kadar-kadar yang diperlukan bagi mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan wujud mereka masing-masing.

Sedangkan hada atau hidayah adalah bimbingan alami dalam bentuk insting dan hukum alami bagi setiap makhluk-Nya. Ayat ini sama dengan ayat, “Tuhan kami yang telah memberikan pada segala sesuatu bentuk ciptaannya, kemudian Dia membimbingnya.” (QS. Thaha: 50)

Dengan bimbingan-Nya, setiap makhluk hidup dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Mereka dengan instingnya sendiri mampu mencari makanan, membuat keturunan dan mempertahankan diri dari bahaya. Kemudian untuk membantu hidup di dunia, Allah Swt mengeluarkan tumbuh-tumbuhan dari dalam tanah, baik berupa pepohonan maupun rerumputan.

Sebagian darinya dapat dimakan oleh manusia secara langsung, sebagian lagi dimakan oleh binatang ternak yang kemudian dimakan oleh manusia, dan sebagian lagi dapat dijadikan untuk bahan pakaian. Rerumputan dan dedaunan yang tidak termakan akan mengering dan menguning lalu gugur dan tertanam ke bumi.

Tafsir al-Amtsal mencoba mengembangkan maksud ayat makhluk ghutsaan ahwa dengan beberapa penjelasan;

  1. Keadaan tumbuh-tumbuhan yang mengering dan menguning merupakan isyarat bagi manusia bahwa kehidupan di dunia ini akan berakhir dan fana.
  2. Pohon, daun dan rumput yang kering dan jatuh ke tanah akan menjadi pupuk penyubur tanah.
  3. Pohon, daun, dan rumput yang tertanam di bumi akan menjadi batu bara setelah ribuan tahun. Wallahu a’lam.

Tafsir ayat 6 – 13

Ayat keenam dan ayat ketujuh mengandung beberapa pembahasan yang menarik; Pertama, kedua ayat ini menyatakan bahwa Allah Swt yang akan membacakan ayat-ayat Alquran, Rasulullah Saw hanya mengikuti apa yang dibacakan oleh-Nya. Ayat ini sama dengan ayat: “Janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum wahyunya selesai (disampaikan) kepadamu” (QS. Thaha: 114). Dan ayat: “Lalu jika Kami membacakannya, maka ikutilah bacaaannya” (QS. al-Qiyamah: 16).

Kedua, tentang bagaimana Allah Swt membacakan ayat-ayat-Nya kepada Rasulullah Saw. Alamah Thabathaba’i mengatakan bahwa maksud pembacaan Allah Swt kepada Nabi Saw tidak seperti pembacaan seseorang kepada yang lainnya, tetapi maksudnya adalah Allah Swt memantapkan apa yang telah diwahyukan kepada Nabi Saw, sehingga beliau tidak akan lupa.

Ketiga, ayat yang berbunyi “kecuali jika Allah menghendaki” menunjukkan bahwa kemampuan untuk menjaga ayat-ayat sehingga tidak melupakannya datang dari Allah Swt, dan bahwa kehendak-Nyalah yang akan menentukan.

Baca: Tafsir Surat al-Qadr

Keempat, pada ayat kedelapan, Allah Swt menghibur hati Rasulullah Saw bahwa Dia-lah yang akan memudahkan beliau dalam menerima, menyampaikan, dan mengamalkan wahyu. Ayat ini juga bisa dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu bercirikan mudah dipahami dan dilaksanakan, tidak memberatkan dan tidak menyulitkan. Oleh karena itu, tugas beliau hanya mengingatkan umat manusia saja seperti yang dijelaskan dalam ayat-ayat lain seperti, “Tiada kewajiban bagi Rasul kecuali menyampaikannya.” (QS. al-Maidah: 99)

Orang yang tidak takut kepada Allah Swt adalah orang yang celaka dan sengsara di akhirat. Dia akan masuk neraka, di dalamnya ia “tidak mati dan tidak pula hidup.” Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ahli neraka tidak akan mati karena jika mati, mereka tidak merasakan siksaan, dan mereka juga tidak hidup dengan senang. Menurut beberapa riwayat bahwa yang dimaksud dengan “orang yang takut” adalah Abdullah bin Umi Maktum, seorang sahabat yang tunanetra, dan yang dimaksud dengan “orang yang celaka” adalah al-Walid bin Mughiroh dan Utbah bin Rabi’ah.

Tafsir ayat 14 – 19

Kebahagiaan merupakan dambaan setiap manusia. Banyak teori yang menawarkan kepada mereka untuk mendapatkannya. Alquran sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia tentu tidak diam tanpa memberikan resep kepada mereka agar dapat hidup bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang resep kebahagiaan, di antaranya ayat-ayat di atas. Dalam ayat-ayat ini dijelaskan bahwa tiga perkara yang menjadikan manusia bahagia;

1- Membersihkan hati (tazkiyyah).

Oleh karena kebahagiaan termasuk sifat hati, para ulama akhlak telah banyak mengupas perihal hati. Mereka menyebutkan beberapa karakter hati, baik yang terpuji maupun yang tercela. Kata mereka, untuk mempunyai hati yang bahagia maka harus melakukan takhliyah (mengosongkan hati dari karakter-karakter buruk, seperti hasad, cinta dunia, sombong, dan sebagainya) dan melakukan tahliyat (menghiasi hati dengan karakter-karakter baik, seperti tawakkal, keberanian, rendah hati).

Sebagian menafsirkan kata tazakka yaitu membersihkan ruh dari kesyirikan, dan ada pula yang mengartikannya dengan zakat fitrah atau sedekah. Namun ketiga makna ini tidak bertentangan dan dapat digabungkan.

2- Menyebut atau mengingat Allah (dzikrullah).

Tujuan zikir adalah menghadirkan Allah Swt dalam jiwa sehingga jiwanya tunduk dan khusyuk dengan-Nya. Ketika jiwa seseorang bersama Allah Swt. karena dzikrullah, maka dia tidak akan lalai dari perintah-Nya dan tidak akan menerjang larangan-Nya.

3- Mendirikan sholat.

Sebenarnya salat bagian dari dzikrullah juga. Secara spesifik disebutkan karena salat adalah puncak zikir, dan semua praktik zikir terkandung dalam salat. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa salat adalah mikrajnya orang mukmin.

Meskipun Alquran telah menerangkan tentang hakikat kebahagiaan dan itu akan tercapai dengan mengurangi keterikatan dengan dunia, namun umat manusia pada umumnya lebih mendahulukan cinta dunia daripada cinta akhirat, padahal akhirat lebih baik dari dunia.

Kata abqa, yang berarti lebih kekal, mengisyaratkan adanya anggapan bagi kebanyakan manusia bahwa kehidupan di dunia ini kekal. Hal itu karena kecintaan mereka padanya sangat besar, sehingga seakan-akan dunia ini kekal. Allah Swt menegaskan bahwa kalau memang dunia ini kekal, maka akhirat lebih kekal..

Kemudian Allah Swt menyatakan bahwa penjelasan tentang kabahagiaan yang Haqiqi dan usaha untuk mendapatkannya terdapat pada kitab-kitab para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Ayat ini juga menunjukkan bahwa misi para nabi itu sama, yaitu mengajak manusia untuk lebih mementingkan kehidupan akhirat dengan cara yang ditetapkan oleh Allah Swt.

*Dikutip dari Tafsir Quran Juz Amma, yang disusun oleh Ustadz Husein Alkaff

No comments

LEAVE A COMMENT