Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tobat dan Pembersihan Jiwa

Mencegah dan menahan diri dari perbuatan dosa adalah jalan terbaik untuk mencapai penyucian jiwa. Seseorang yang tidak pernah terkotori oleh dosa dan memiliki kesalehan serta kesucian asli tentu jauh lebih mulia daripada seorang pendosa yang bertobat setelah melakukan dosa. Orang yang belum pernah merasakan kenikmatan dan tidak terbiasa melakukan dosa tentu lebih mudah menahan diri dari dosa dibandingkan dengan orang yang telah tercemari oleh dosa dan ingin menahan diri dari dosa.

Amir al-Mukminin a.s. berkata: “Menahan diri dari berbuat dosa jauh lebih mudah ketimbang bertobat setelah berbuat dosa.” (Bihar al-Anwar, 73/364)

Namun, jika pun seseorang telah tercemar oleh dosa, dia tidak boleh putus asa dari rahmat Allah. Karena jalan hijrah spiritual, penyucian jiwa, dan pendakian spiritual menuju Allah tetap terbuka selamanya dan tidak pernah tertutup. Allah Maha Pengasih dan Maha Pengampun senantiasa membuka jalan tobat bagi para pendosa dan telah meminta para pendosa untuk kembali kepada-Nya setelah membersihkan dan menyucikan jiwanya dari kekotoran dan kecemaran dosa melalui air tobat.

Baca: Dampak Positif Mengingat Kematian dan Hari Kebangkitan

Allah berfirman, Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar: 53)

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepada kamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, yaitu bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah mengerjakan dan melakukan perbaikan, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-An’am: 54)

Kedudukan Tobat

Tidak ada sesuatu yang lebih penting bagi seorang pendosa selain tobat. Orang yang beriman kepada Allah, nabi-nabi, hari Kiamat, pahala dan hukuman, perhitungan amal, surga, dan neraka tidak akan membantah tentang betapa penting dan perlunya tobat. Lalu, bagaimana mungkin kita melalaikan tobat, padahal mengetahui diri dan dosa yang kita lakukan? Bukankah kita beriman pada adanya Kiamat, perhitungan amal, dan siksa neraka? Atau, apakah kita menentang janji Allah bahwa Dia akan memenuhi neraka dengan para pendosa? Karena dosa, jiwa manusia menjadi gelap, hitam, dan tercemar. Bahkan, mungkin wajah manusia menjadi seperti hewan buas.

Lalu, bagaimana kita bisa menemukan jalan lurus menuju Allah dan duduk di surga di sekitar para wali-Nya yang terdekat jika jiwa kita tercemar, gelap, dan kotor? Karena telah terjerumus ke dalam dosa, maka jalan lurus pendakian kepada Allah menghilang, dan kita terjebak ke lembah kelalaian dan penyimpangan. Kita telah terpisah dari Allah dan menjadi dekat kepada setan. Dengan keadaan seperti itu, kita masih mengharapkan bisa menerima keselamatan abadi di alam berikutnya dan dikaruniai rahmat Allah di surga. Sungguh impian dan pikiran yang lucu dan kekanak-kanakan.

Oleh karena itu, bagi para pendosa yang memperhatikan keselamatan dan kebahagiaannya, tidak ada jalan lain baginya selain bertobat dan kembali ke jalan Allah. Karena rahmat Allah, jalan untuk bertobat selalu terbuka lebar bagi hamba-hamba-Nya. Seseorang yang keracunan tidak boleh dibiarkan tertunda dibawa ke rumah sakit untuk diobati. Karena setiap penundaan akan menyebabkannya cepat masuk kuburan. Begitu juga dosa yang meracuni jiwa manusia. Keadaannya jauh lebih fatal dibandingkan racun paling mematikan bagi tubuh manusia. Jika suatu racun bisa mengancam kehidupan manusia dengan cepat, dosa bisa mengakibatkan siksaan abadi terhadap jiwa dan menyebabkan kehancuran kehidupan abadi kelak. Jika keracunan bisa dengan cepat mencabut hubungan manusia dengan dunia fana, dosa juga akan membuat manusia terbuang jauh dari Allah. Jika keracunan bisa dengan cepat mencabut hubungan manusia dengan dunia fana, dosa juga akan membuat manusia terbuang jauh dari Allah, mencegahnya dari wajah dan kedekatan dengan Allah. Oleh karena itu, tobat dan kembali kepada Allah bagi kita adalah lebih penting ketimbang apa pun juga, karena kebahagiaan dan keselamatan abadi kita tergantung kepadanya.

Allah berfirman dalam Alquran: Hai orang-orang beriman, kembalilah semua kepada Allah, agar kalian berbahagia. (QS. 24: 31)

Wahai orang-orang yang beriman kembalilah kepada Allah dengan tobat yang tulus agar Allah membersihkanmu dari perbuatan jahat dan memberikan kepadamu surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. (QS 66: 8)

Nabi Muhammad Saw bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya dan obat untuk dosa adalah tobat.” (Wasail asy-Syi’ah, 11/354)

Imam Jafar Shadiq a.s. juga mengatakan bahwa menunda untuk bertobat merupakan tindakan kesombongan dan penipuan yang berujung pada putus asa dan siksaan. Memandang sepele dosa di hadapan Allah akan mengakibatkan kehancuran besar, sehingga menjauhkan diri dari perbuatan dosa merupakan kewajiban yang dapat menyelamatkan diri dari azab Allah. Tidak ada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang yang merugi.

Oleh karena itu, kita perlu mengevaluasi kehidupan kita secara mendalam dengan memikirkan dosa dan penyimpangan di masa lalu serta konsekuensi akhirnya. Kita harus memperhitungkan amal kita dan merasa malu di hadapan Allah serta malaikat dan manusia. Kita juga harus membayangkan siksaan neraka yang mengerikan dan bahwa kelak kita akan dijauhkan dari wajah Allah.

Tindakan ini akan menciptakan perubahan dan revolusi internal dalam kehidupan kita sehingga kita segera bertobat dan kembali kepada jalan Allah. Semua dosa dan penyimpangan di masa lalu harus dicuci dengan air tobat yang segar serta memberikan kehidupan. Semua kekotoran dan pencemaran hati harus disingkirkan dan dilupakan. Kita harus menahan diri dari dosa dan mengumpulkan bekal untuk hari kemudian serta mulai bergerak maju di atas jalan pendakian spiritual menuju Allah.

Namun, setan juga tidak akan membiarkan kita bertobat dan kembali kepada Allah. Setan akan menghalangi kita dari bertobat dan menampakkan perbuatan dosa sebagai sesuatu yang kecil dan remeh serta membuang pikiran tentang mati, perhitungan amal, dan pembalasan dari benak kita. Kita harus waspada terhadap godaan dunia dan tidak terlena hingga meninggalkan dunia dengan jiwa yang tercemar dosa.

Penerimaan Tobat

Jika tobat dilakukan dengan benar, maka akan dikabulkan oleh Allah Swt sebagai salah satu bentuk karunia-Nya yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Allah menciptakan surga dan kebahagiaan abadi, bukan neraka dan siksa di dalamnya. Rasulullah Saw ditugaskan untuk memimpin manusia menuju jalan keselamatan dan mengajak para pendosa untuk bertobat dan kembali kepada Allah. Pintu tobat selalu terbuka bagi setiap orang.

Rasulullah Saw dan para wali-Nya sepanjang sejarah manusia senantiasa memotivasi manusia untuk bertobat. Allah Swt dalam banyak ayat Alquran telah mengajak para pendosa untuk kembali kepada-Nya dan berjanji untuk menerima tobat mereka. Melalui ratusan riwayat, mereka telah mengajak manusia untuk bertobat dan kembali kepada Allah, dan tetap menaruh harapan akan rahmat Allah. Ada banyak ayat dan riwayat tentang penerimaan tobat. Oleh karena itu, seseorang tidak perlu meragukan penerimaan tobat. Allah tidak hanya menerima tobat dari seorang pendosa, tetapi juga mencintai mereka karena melakukannya.

Allah Swt telah berfirman: “… Sungguh Allah mencintai orang-orang yang kembali kepada-Nya dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri” (QS al-Baqarah: 222)

Baca: Penyembuhan Penyakit Jiwa ala Islam

Imam Muhammad al-Baqir a.s. berkata: “Kegembiraan Allah ketika melihat seorang pendosa bertobat adalah jauh lebih besar dibanding kegembiraan seorang pengembara yang menemukan kembali tunggangan dan bekalnya yang hilang di tengah gelapnya malam.” (Al-Kafi, 2/436)

Imam ash-Shadiq a.s. berkata: “Ketika seorang hamba Allah bertobat dengan tulus dan ikhlas, Allah akan mencintainya dan menghapuskan semua dosanya yang telah lalu.” (Al-Kafi, 2/435)

*Dikutip dari buku Hijrah Menuju Allah – Ayatullah Ibrahim Amini

 

No comments

LEAVE A COMMENT