Alangkah banyaknya manusia yang menegakkan kehidupannya pada poros hawa nafsu dan syahwatnya. Jika ada sesuatu yang sejalan dengan hawa nafsunya, dia akan menerimanya. Dan jika tidak selaras dengan hawa nafsunya dia akan menolaknya, atau menakwilkannya agar hal itu menjadi selaras dengan keinginan hawa nafsu dan syahwatnya.
Kondisi seperti ini diungkapkan oleh Imam Husain a.s. dalam khutbahnya di depan para sahabatnya di Padang Karbala, saat itu beliau mengatakan: “Sesungguhnya manusia adalah hamba dunia. Agama hanyalah sebatas apa yang keluar dari lidah mereka yang sesuai dengan hidup mereka. Jika mereka diuji dengan bencana sangat sedikit orang yang bisa dikatakan beragama.” (Tuhaful Uqul, 249)
Alangkah tepatnya apa yang dikatakan oleh Imam a.s. tentang orang-orang yang di depannya dan memeranginya. Mereka mengetahui kebenaran itu sebenar-benarnya, akan tetapi mereka takut akan ancaman dan hasutan pengikut Umayyah. Kepribadian mereka tergiring olehnya dan melakukan kejahatan yang paling dahsyat yang dicatat oleh sejarah. Dosa-dosa yang mereka lakukan telah menjerumuskannya pada kekufuran. Berikut di antara dosa yang mengantarkan manusia kepada kekafiran.
Mengikuti Hawa Nafsu
Di antara sasaran yang hendak dituju oleh para nabi ialah membebaskan manusia dari ikatan-ikatan yang menghalangi perjalanan hidup manusia menuju kesempurnaan dan menciptakan kesamaan hak di antara mereka. Adalah wajar bila risalah Ilahiah berupaya mengendalikan nafsu kebinatangan manusia, mencegah dan mendidiknya, dengan cara memperkuat kehendak manusia dan mengarahkannya untuk menguasai hawa nafsu dan syahwatnya.
Baca: Perbuatan Dosa, Penyebab Terputusnya Hubungan Hamba dan Tuhannya
Setiap keinginan untuk memuaskan syahwat dan perbuatan yang mendorong manusia kepada pemuasan nafsu kebinatangannya, pada saat yang sama menjauhkan manusia dari garis ketentuan risalah Ilahiah. Karena sesungguhnya manusia melihat dirinya dihadapkan kepada keterjatuhan dan kenaikan harkat dirinya. Jika dia mau, maka dia dapat menaikkan harkat dirinya serta menolak semua bentuk penyimpangan dan mengingkarinya, tetapi bila tidak mau, dia akan terjatuh dalam kekafiran dan kesesatan.
Imam Ali a.s. mengatakan: “Ada dua hal yang dapat merusak manusia, dimana keduanya merusak manusia sebelum kalian, dan keduanya juga akan merusak manusia setelah kalian; yaitu angan-angan panjang yang melupakan akhirat, dan hawa nafsu yang menyesatkan manusia dari jalan yang benar.” (Bihar Al-Anwar, jil. 73, hal.167)
“Barangsiapa yang menuruti hawa nafsunya, maka berarti dia telah membantu perusakan dirinya sendiri.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 683)
Ayat-ayat Alquran menjelaskan mengenai adanya keterkaitan antara hawa nafsu dan keterjatuhan manusia dalam kesesatan. Allah SWT berfirman: “Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa. (QS. Thahaa:16)\
“Dan sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar hendak menyesatkan orang lain dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan… .” (QS. al-An’am: 119)
Baca: Dosa Besar dalam Perspektif Imam Khomeini
Sepanjang sejarah bangsa dan umat manusia, kita menemukan bahwa penurutan hawa nafsu dan syahwat merupakan ganjalan terbesar yang menghalangi penyebaran risalah Ilahiah. Dorongan dorongan nafsu hewanilah yang mengilhami para pembangkang untuk melakukan penentangan kepada para nabi dan merintangi jalan menuju Allah Swt.
Hawa nafsu selamanya merupakan dorongan bagi penguasa yang zalim untuk mencelakakan kaum Mukmin, dan memperlakukan orang-orang saleh dengan berbagai macam siksaan dan tekanan. Semua itu dilakukan karena mereka melihat bahwa orang-orang Mukmin dan orang-orang saleh merupakan bahaya yang mengancam keasyikan mereka dalam memuaskan hawa nafsunya yang rusak.
Kesombongan dan Tipu Muslihat
Di antara dosa yang menyebabkan kekafiran dan keingkaran terhadap ajaran-ajaran suci agama ini adalah kesombongan dan tipu muslihat. Ketundukan terhadap kebenaran memerlukan jiwa yang patuh terhadap kebenaran dan mau mendengarkan panggilan Ilahi. Kesombongan dan tipu daya, membuat tuli manusia dari ajakan untuk beriman kepada risalah Ilahiah dan mencegahnya untuk mengikuti garis yang telah ditetapkannya. Oleh karena itu, kesombongan merupakan sebab paling besar bagi keengganan manusia untuk menerima ajakan dan panggilan para nabi.
Alquran mengungkapkan hakikat seperti ini ketika berbicara tentang orang-orang yang enggan menerima panggilan para nabi, seraya bertahan dengan kecongkakan dan kesombongan mereka, seperti ucapan Fir’aun dan bala tentaranya di hadapan Nabi Musa dan Harun a.s.
Dan mereka berkata: “Apakah patut kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita juga.” (QS. al-Mukminun: 48)
Baca: Hakikat Taubat dan Istighfar Pendosa
Begitu pula halnya ucapan kaum Nuh, ‘Ad, dan Tsamud, ketika menghadapi para nabi Allah: “… Mereka berkata: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi kami dari apa yang selalu disembah oleh nenek moyang kami… .’” (QS 14:10).
Dalam tempat yang lain, Alquran juga berbicara tentang hal yang sama mengenai orang-orang tersebut sebagai berikut: “Apakah belum datang kepadamu (hai orang-orang kafir) berita orang-orang kafir dahulu? Maka mereka telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatan mereka dan mereka memperoleh azab yang pedih. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka (membawa) keterangan-keterangan lalu mereka berkata: “Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?” Lalu mereka ingkar dan berpaling… .” (QS. at-Taghabun: 5-6).
Ayat ini menjelaskan bahwa kekafiran mereka adalah bersumber dari kesombongan yang mereka lakukan. Imam Ja’far Shadiq juga pernah mengisyaratkan hal-hal seperti ini sambil mengatakan: “Asal mula kekafiran itu ada tiga: tamak, sombong, dan dengki….”
Kemudian Imam mengajukan bukti perbuatan Iblis yang bertahan dengan kesombongannya untuk tidak melakukan sujud kepada Nabi Adam, yang pada gilirannya menyebabkan kekafirannya. “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk orang-orang yang kafir.” [QS. al-Baqarah: 34]. (Ushul aI-Kafi, jil. 3, hal. 396)
Hasad
Hasad merupakan salah satu sifat tercela yang berada di balik semua hal yang merusak. Di sini akan kami ungkapkan peran hasad terhadap kerusakan yang paling nyata, yaitu kekafiran. Alquran menyebutkan, dalam berbagai tempat, bahwa sebab penolakan kebanyakan orang kafir, orang musyrik dan ahli kitab adalah hasad.
Allah SWT berfirman: “Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (QS. al-Baqarah:109)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir Makkah bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nisa: 51)
Khamar
Di antara dosa yang disebutkan oleh berbagai riwayat yang menyebabkan kekafiran ialah merelakan diri untuk meminum khamar. Khamar merenggut keimanan secara perlahan dari diri manusia dan akhirnya menyebabkan pengingkaran. Di samping bahaya-bahaya yang ditimbulkan, khamar juga mengandung bahaya besar yang mendorong manusia kepada pengingkaran terhadap ajaran-ajaran dan keyakinan agama yang suci, keyakinan terhadap hal-hal yang gaib, dan menjadikan manusia berada di bawah kendali setan sepenuhnya.
Baca: Dua Dosa Pengikut Kebatilan
Dituturkan dari Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s. bahwa beliau berkata: “Allah Swt telah mengharamkan khamar karena di dalamnya terdapat kerusakan. Di antaranya dia mengubah akal manusia dan membawanya kepada keingkaran terhadap Allah Swt, serta meragukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, dan kerusakan-kerusakan yang lainnya, seperti pembunuhan, penuduhan, dan tidak enggan melakukan hal-hal yang haram. Oleh karena itu, kita menetapkan bahwa setiap bentuk minuman yang memabukkan adalah haram, karena dia membawa akibat seperti akibat yang ditimbulkan oleh khamar. Karena itu, hendaklah setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menjauhinya, dan tidak menaruh rasa cinta kepada para peminum khamar, karena sesungguhnya tidak ada penjagaan antara kita dan peminumnya.” (‘Ilal Al-Syara’i, jil. 2, hal. 161)
*Dikutip dari buku karya Hasyim ar-Rasuli Mahallati – Akibat Dosa