Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Kasih sayang Allah tetap bertahan hingga hari kebangkitan kelak, sedangkan kasih saya ibu di hari itu sudah tak berbekas lagi (Baca sebelumnya: Taubat Nasuha-3), sebagaimana disebutkan dalam firman-firman Allah SWT;

يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَة عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْل حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُم بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ.

(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.[1]

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ * وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ * وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ * لِكُلِّ امْرِئ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذ شَأْنٌ يُغْنِيهِ.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.[2]

يَوْمَ تَكُونُ السَّمَاء كَالْمُهْلِ * وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ * وَلاَ يَسْأَلُ حَمِيمٌ حَمِيماً * يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذ بِبَنِيهِ * وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ * وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْويهِ * وَمَن فِي الاَْرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ يُنجِيهِ * كَلاَّ إِنَّهَا لَظَى * نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى.

Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak, dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang berterbangan), dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya, sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala.”[3]

(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”[4]

Ada satu ayat lagi yang layak pula dicatat berkenaan dengan luasnya pintu taubat, yaitu firman Allah SWT;

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ * وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ …

Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu,…’”[5]

Disebutkan bahwa ada asbab nuzul atau faktor-faktor tertentu yang menyebabkan ayat ini turun. Namun, bisa jadi semua itu bukan asbab nuzul, melainkan penerapan atas ayat ini berkenaan dengan orang-orang yang telah berbuat dosa besar, sehingga semua data dan kisah yang ada berkenaan dengan mereka menggambarkan betapa luasnya harapan bagi para pendosa untuk mendapatkan ampunan jika dikaitkan dengan ayat ini. (Baca: Doa Ampunan Imam Ali as)

Data-datanya antara lain sebagai berikut;

Pertama, ayat ini berkenaan dengan pria bernama Wahsyi, pembunuh paman Nabi saw, Sayyidina Hamzah ra, dalam Perang Uhud. Tapi dalam Tafsir Namuneh[6] disebutkan bahwa surat Al-Zummar merupakan surat Makkiyah atau turun sebelum Nabi saw hijrah, sedangkan saat itu belum terjadi Perang Uhud. Karena itu, kasus Wahsyi bukanlah sebab turunnya ayat ini, melainkan sebatas dapat kasus yang dapat diterapkan berkenaan dengan ayat tersebut.

Tafsir Namuneh menukil kisah[7] dari sebagian mufassir bahwa setelah Islam meraih banyak kemenangan, Wahsyi ingin masuk Islam tapi takut keislamannya tidak diterima sehingga turunlah ayat itu. Dikisahkan bahwa Nabi saw menangis ketika Wahsyi menghadap beliau dan menceritakan serangannya terhadap Sayyidina Hamzah ra. Beliau menerima taubat Wahsyi tapi beliau juga memintanya agar menjauh dari beliau karena memandang wajah Wahsyi akan membuat beliau teringat pada peristiwa pembunuhan secara tragis terhadap paman kebanggaan dan sangat dicintainya itu. (Baca: Doa Abu Hamzah Ats Tsumali)

غيّب وجهك عنّي، فإنّي لا استطيع النظر إليك.

“Jauhkan wajahmu dariku, karena aku tak tahan memandangmu. Pergilah ke Syam,” sabda beliau kepada Washyi, dan Washyi akhirnya pergi ke Syam dan meninggal di sebuah daerah bernama Khamr.

Dalam tafsir Fakhrur Razi disebutkan bahwa ketika Wahsyi masuk Islam sesuai ayat tersebut, seseorang bertanya kepada Nabi saw, “(Ayat) ini untuk dia (Wahsyi) saja, ataukah untuk seluruh umat Islam?” Beliau menjawab, “Untuk seluruh umat Islam.”

(Bersambung)

[1] QS. Al-Hajj [22]: 2

[2] QS. Abasa [80]: 34 – 37.

[3] QS. Al-Ma’arij [7]: 8 – 16.

[4] QS. Al-Syu’ara’ [26]: 88 – 89.

[5] QS. Al-Zumar [39]: 53 -54.

[6] Tafsir Namuneh, jilid 19, hal. 502.

[7] Ibid, hal. 506.

Baca selanjutnya: Taubat Nasuha (5/5)

 

No comments

LEAVE A COMMENT