Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Apa Sebab Orang Masuk Surga?

Dalam teologi Islam di pembahasan masalah keadilan, terdapat dua sudut pandang terhadap akal mengenai perbuatan. Yang pertama, memandang bahwa akal tidak dapat menilai baik atau buruk bagi perbuatan. Karena, wilayah penilaian ini sepenuhnya milik syariat. Maka syariat yang menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.

Yang kedua, memandang akal memiliki peran seperti hakim di dalam menentukan mana yang baik dan yang buruk dari sebagian perbuatan, seperti jujur, amanat, adil dan sebagainya adalah baik. Sedangkan seperti dusta, khianat, lalim dan sebagainya adalah buruk.

Konsekuensi dari sudut pandang yang pertama yang diistilahkan dengan al-husnu wa al-qubhu asy-syariyan (baik dan buruk menurut syariat), ialah bahwa orang yang tak beragama, karena tak percaya syariat tidak memiliki pengetahuan baik dan buruknya suatu perbuatan. (Baca: Kemandirian Akal tentang Baik dan Buruk)

Sedangkan menurut sudut pandang yang kedua yang diistilahkan dengan al-husnu wa al-qubhu al-aqliyan (baik dan buruk menurut akal), setiap orang berakal tanpa diberitahu oleh syariat pun, mengetahui bahwa jujur, misalnya, adalah baik dan dusta adalah buruk baginya. Dalam keagamaan, perbuatan yang baik secara rasional diserukan oleh syariat agar dilakukan, dan perbuatan yang buruk ditinggalkan.

Jadi, antara syariat dan akal terkadang sepakat, ialah pada seruan agar berbuat adil dan agar tidak berbuat lalim, misalnya. Terkadang tidak sepakat, ialah pada tindakan-tindakan syar’i yang tidak rasional, dalam arti akal sama sekali tidak memiliki peran di dalam apa yang hanya menurut syariat adalah baik atau buruk.

Perbedaan Antara Dua Sudut Pandang

Dapat disimpulkan sebagai perbedaan antara dua sudut pandang tersebut:

Pertama, dalam teori al-husnu wa al-qubhu al-aqliyan, perintah Tuhan agar kita berkata jujur ialah dikarenakan jujur itu baik, dan larangan-Nya agar kita tidak berbohong ialah dikarenakan berbohong itu buruk menurut akal. (Baca: Pro dan Kontra Akal dalam Berakidah)

Sedangkan dalam teori al-husnu wa al-qubhu asy-syariyan, seandainya Tuhan menyuruh kita berdusta, maka berdusta adalah tergolong perbuatan yang baik.

Kedua, dalam teori syariah yang demikian, juga dikatakan bahwa tiada sebab selain Allah. Artinya, bila kita makan dan kenyang, Allah lah yang mengenyangkan kita, dan bila kita minum dan lepas dari dahaga, Allah lah yang melepas dahaga kita.

Sedangkan dalam teori rasional tidak mengabaikan sebab-sebab natural, bahwa hal kenyang disebabkan oleh makan dan hal lepas dari dahaga disebabkan oleh minum. Dalam arti bahwa antara dua hal ini, makan dan kenyang, memiliki hubungan alami antara sebab dan akibat.

Kesimpulan Allamah Hilli

Untuk lebih jelasnya, merujuk pada kitab Kasyful Haqq karya Allamah Hilli, beliau menyimpulkan bahwa: menurut teori al-husnu wa al-qubhu asy-syariyan, apapun yang terjadi adalah atas kehendak dan kuasa Allah yang menjadi sebab terjadinya. Oleh karenanya, terjadinya sesuatu misal luka bakar bukanlah api, atau hal kenyang bukanlah makan, dan atau lepas dahaga bukanlah minum, yang menjadi sebab-sebab bagi semua hal itu. (Baca: Demi Pengabdian kepada Islam)

Tetapi, Tuhanlah sebab semua itu. Antara dua sesuatu itu tidak ada hubungan sebab-akibat, melainkan kedua hal itu mengikuti kehendak dan kuasa Tuhan.

Jadi, perbedaan antara dua teori tersebut ialah terletak pada sudut pandang terkait dengan posisi akal dan hubungan alami antara sebab dan akibat.

Rasionalitas Baik dan Buruk

Dalam teori ini, perbuatan yang dinilai buruk oleh akal, seperti berbuat aniaya mustahil dilakukan Allah swt, dan tidak mungkin datang dari-Nya. Akal menilai bahwa pelaku aniaya atau keburukan, dengan alasan di antara kemungkinan-kemungkinan berikut ini:

1-Dikarenakan tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dia lakukan itu aniaya dan buruk.
2-Ia mengetahuinya tetapi terpaksa melakukannya.
3-Ia mengetahuinya dan tidak dalam terpaksa, tetapi berkepentingan melakukannya.
4-Bukan alasan semua itu, tetapi ia melakukannya untuk bersenang-senang.

Allah Maha mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Dia melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan, karena Dia Maha kuasa atas demikian. Maha kaya Dia dari meninggalkan kebaikan dan melakukan keburukan. Dia Yang Maha bijaksana. mustahil bagi-Nya tidak melakukan kebaikan dan tidak meninggalkan keburukan. Jadi, keburukan tidaklah mungkin datang dari Allah swt. (Baca: Apa benar Syiah Mencaci Keluarga dan Sahabat Nabi saw ?)

.Apa sebab orang masuk surga?

Sebab Masuk Surga atau Neraka

Allah Yang Maha bijaksana, tidak akan melakukan tindakan tanpa tujuan. Secara akal, perbuatan yang tanpa tujuan bukanlah perbuatan yang terpuji. Semua perbuatan Allah terlepas diketahui atau tidak oleh kita, pasti memuat hikmah dan tujuan.

Pandangan yang demikian ditolak oleh teori al-husnu wa al-qubhu asy-syariyan dengan mengatakan, bahwa tiada salahnya jika Tuhan berbuat tanpa alasan. Perbuatan-perbuatan-Nya itu tidak dikarenakan tujuan. Tetapi Dia berbuat apapun yang Dia kehendaki.

Maka, seandainya Dia menghendaki memasukkan hamba yang taat kepada-Nya ke dalam neraka, dan hamba yang durhaka ke dalam surga, itu adalah kehendak Dia sebagai Pemilik mereka. Bukan ketaatan yang membawa pahala dan kemaksiatan yang membawa dosa, yang mengantarkan mereka ke surga atau mereka. Tetapi, Dia lah sebab segalanya.

Baca: “Kemanusiaan Dulu Keyakinan Kemudian

 

No comments

LEAVE A COMMENT