Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Dua Hal yang Dimurkai Allah, Berlaku Buruk kepada Orang Tua dan Memutuskan Persaudaraan

Berbuat buruk kepada kedua orang tua merupakan bukti yang sangat kuat bahwa pelakunya adalah orang yang tenggelam dalam kebengisan, jauh dari kemuliaan jiwa dan pendidikan akhlak. Keindahan tidak tumbuh dalam jiwanya, dan benih-benih kebaikan dalam dirinya tidak berperan dengan semestinya. Dia tidak menyadari bahwa kebaikan (ihsan) merupakan sesuatu yang harus disyukuri, dan bahwa tangan-tangan yang tulus (amal kebaikan) pasti akan memperoleh imbalan kebaikan dengan berlipat ganda.

Orang tua kita adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kita pun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya, plus berbagai rezeki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang-tua sering kali mengerahkan segenap jerih payah mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.

Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang kotor dan bengis, berkubang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya dia tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbingnya, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa dibalas.

Baca: Malu kepada Allah

Orang-tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memedulikan apa balasan yang akan diterimanya. Allah Swt berfirman: “Dan Tuhanmu telah menetapkan bahwa hendaknya kamu tidak menyembah kecuali Dia dan berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara kedua orang tua itu, atau kedua-duanya, telah tua, maka janganlah engkau berkata kepada mereka ‘ah’ dan jangan pula kalian menghardik mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan-perkataan yang mulia.” (QS. al-Isra: 23)

Imam Jakfar Shadiq a.s. berkata: “Sekiranya Allah mengetahui ada perkataan yang lebih buruk daripada ‘ah’, pasti perkataan itu dilarang-Nya.” Itulah pengertian mafhum muwafaqah dari ayat di atas. Yakni, jika perkataan ‘ah’ saja sudah dilarang, maka memukul kedua orang tua jelas lebih terlarang.

Rasulullah Saw bersabda: “Jadilah engkau orang yang berbakti (kepada kedua orang tua), niscaya tempatmu adalah surga; jika engkau penghardik dan buruk perangai, maka pastilah neraka menjadi tempatmu.”

Imam Shadiq a.s juga mengatakan: “Barang siapa melihat orang tuanya dengan sebelah mata, padahal keduanya dizalimi, maka salatnya tidak diterima oleh Allah.”

Dalam beberapa hadis qudsi disebutkan bahwa yang pertama-tama dituliskan oleh Allah di Lauh al-Mahfuzh adalah: “Aku adalah Allah yang tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa mendapat rida dari orang tuanya, maka Aku pun rida kepadanya, dan barang siapa dibenci orang tuanya, maka Aku pun membencinya.”

Perbuatan selanjutnya yang juga dimurkai Alllah Swt memutuskan tali persaudaraan. Adalah tidak diragukan bahwa setiap kali beberapa orang bersaudara melakukan pendekatan dalam persaudaraan, pasti terdapat banyak hambatan: persaingan dalam jabatan, perebutan warisan, dan pertengkaran di kalangan kaum wanita mereka, sehingga, manakala hal itu memperoleh tiupan angin dari hati yang kosong dari keimanan, akal yang dungu, watak yang keras, dan akhlak yang rendah, muncullah keburukan-keburukan yang membakar. Kendati demikian, dalam hal-hal seperti itu, seseorang harus meminta pertimbangan akal sehatnya, memasang telinganya dengan sebaik-baiknya terhadap berbagai berita yang berkembang, menimbang-nimbang dengan cermat, meluruskan dan memperoleh kepastian tentang segala sesuatu.

Hendaknya dia sanggup mengendalikan emosinya dan menahan munculnya ucapan-ucapan yang emosional, yang bisa mengakibatkan terputusnya tali persaudaraan yang bakal menghilangkan kemuliaan dan kehormatan. Rasulullah Saw bersabda: “Di antara perbuatan-perbuatan yang paling dibenci Allah ialah menyekutukan-Nya, kemudian memutuskan persaudaraan, dan selanjutnya menyuruh berbuat mungkar dan melarang yang makruf.”

Baca: Wasiat Rasulullah Saw untuk Berpegang Teguh kepada Tali Allah

Rasulullah Saw mengatakan pula: “Pada Hari Kiamat, shirath membentangkan persaudaraan dan amanat. Ketika lewat seseorang yang menyambungkan persaudaraan dan melaksanakan amanat, maka tali shirath mengantarkannya ke surga; ketika lewat seseorang yang khianat terhadap amanat dan memutuskan hubungan persaudaraan, maka amal-amal lainnya menjadi tidak berguna, dan mengantarkannya ke neraka.”

Imam Muhammad Baqir a.s. mengatakan: “Ada tiga perbuatan yang pelakunya tidak akan mati sebelum menerima bencananya: membangkang (terhadap kebenaran), memutuskan tali persaudaraan, dan sumpah palsu. Allah akan memperlihatkan kepadanya malapetaka dari ketiga perbuatannya itu. Dan sesungguhnya pahala yang paling cepat diberikan adalah pahala menghubungkan tali persaudaraan. Sesungguhnya ada suatu kaum yang gemar berbuat dosa, tapi kemudian mereka menghubungkan tali persaudaraan, maka menjadi bertambah banyaklah hartanya dan menjadi kayalah mereka. Sementara sumpah palsu dan memutuskan tali persaudaraan membuat rumah-rumah menjadi sepi dan rahim menjadi bergeser, sedangkan bergesernya rahim membuat keturunan jadi terputus.”

*Dikutip dari buku Akhlak Keluarga Nabi – Musa Jawad Subaiti

No comments

LEAVE A COMMENT