Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Asyura’ dan Tragedi Karbala Hanya Sekali Terjadi?

Asyura, KarbalaMungkin pertanyaan di atas muncul di benak seseorang pemerhati tragedi Karbala. Di dalam riwayat mereka semua adalah cahaya yang satu. Para imam seluruhnya tanpa terkecuali memiliki keberanian, keilmuan, ketakwaan yang sama dengan Imam Husein as. Mereka juga hidup dan sejaman dengan para penguasa yang tak kalah kejam dan zalimnya dari Yazid maupun Muawiyah. Imam Shadiq as misalnya beliau berhadapan dengan Mansur Dawaniqi yang dia dikenal cerdik dan kejam dan disebut sebagai Muawiyahnya Bani Abbas.

Berikut ini beberapa kemungkinan / alasan yang membuat Asyuro tidak terulang kembali:

  1. Situasi dan kondisi

Situasi yang menuntut pengorbanan sedemikian rupa hanya terjadi di masa itu dan bukan waktu yang lain. Kesempatan itu hanya terbuka di Muharam tahun 61 tersebut.  Bahkan Imam Husein as sendiri ketika menerima mandat keimamahan selepas syahid abangnya Al-Hasan tidak langsung bangkit karena kesempatan yang belum ada.

Di zaman Muawiyah Imam belum punya kesempatan untuk mengadakan perlawanan. Bisa jadi karena dua hal; Satu, menghormati perdamaian yang dilakukan oleh abang beliau, Kedua, Muawwiyah tidak seperti yazid yang terang-terangan melakukan maksiat. Muawiyah tidak demikian, dia pintar menjaga citranya seabagai seorang “khalifah” dan tidak menonjolkan belangnya. (Baca: Kisah Dua Sahabat)

  1. Tidak adanya teman dan sahabat

imam-husein-1Para imam yang lain tidak memiliki teman dan penolong sekaliber teman Imam Husein as. Imam Hasan as  beliau ditinggal jenderal perangnya padahal masih ada tali kekerabatan dengan beliau. Dia justru membelot dan bergabung dengan Muawiyah yang jelas telah membantai kedua putra sang jenderal.

Imam Shadiq as juga pernah ditanya oleh Sudair, muridnya. Dia berkata: wahai imam mengapa anda tidak mengadakan pemberontakan melawan Bani Abbas, tidakkah anda memiliki banyak teman dan penolong? imam Shadiq bertanya kepadanya, memangnya berapa orang temanku? Sudair menjawab, lebih dari seratus ribu orang. Imam terheran-heran  dan bertanya lebih dari seratus ribu orang?

Sudair meralat dan berkata, bahkan lebih dari dua ratus ribu orang atau lebih. Imam diam dan tidak menjawab, mereka terus melakukan perjalanan sampai di sebuah desa bernama Yanbu’, di sana banyak kambing yang sedang digembala. Saat itu imam bersabda, jika aku memiliki teman sebanyak kambing-kambing ini, maka aku akan melakukan pergerakan.  Sudair mengatakan aku hitung kambing-kambing itu tidak lebih dari 17 ekor.   Imam Husein as meskipun memiliki 72 orang sahabat, namun mereka adalah sahabat  yang sangat setia. (Baca: Apa benar Syiah Mencaci Keluarga dan Sahabat Nabi saw ?)

Semua sahabat Imam Husein as adalah sahabat yang tidak ada bandingannya. Ketabahannya, keberaniannya, dan keloyalannya. Di manakah teman dan penolong sesetia Abul Fadhl Abbas? Ali Akbar putra beliau. Dari Yang tertua, Habib Ibn Madhahir sampai yang masih berusia 6 bulan. Tidak ada bandingannya.

Bagaimana kegigihan mereka dalam membela imamnya. Sungguh luar biasa dan tiada tandingannya. Mari kita lihat sahabat imam Husein as yang bernama Jon, budak hasil hibah dari Abu Dzar yang berasal dari Etiopia. Dia berkulit hitam, tidak wangi tubuhnya, leluhurnya tidak jelas. Saat diperintahkan imam untuk menyelamatkan diri dan tidak ikut campur dalam musibah ini. Dia menangis dan memohon untuk tetap bersamanya sampai titik darah penghabisan. Dia berkata:” Wahai imam sangat tidak adil kalau aku hanya bersama kalian (Ahlul bait as) di masa-masa bahagia dan aku tinggalkan engkau di masa sulit seperti ini.” Semua sahabat Imam berlomba-lomba untuk bisa menjadi yang terbaik dan membela beliau dalam rangka membela risalah Nabi Saw. (Baca: Abu Dzar dan Berhala Munat)

  1. Tidak mau membuat malu kaum muslimin untuk kedua kalinya

puasa 10 muharamAlasan ini mungkin bisa ditangkap dari dialog singkat Imam Husein as bersama Ummu Hani bibi Imam sendiri. Sang bibi dengan keibaannya meminta imam untuk tidak keluar dari Madinah, beliau mengatakan: keponakanku jangan pergi aku tadi malam bermimpi rombongan ini akan pergi dan semuanya menuju kesyahidan. Kalau ini terjadi tentunya bangsa Quraisy akan merasa malu. Imam  menjawab: bibiku yang akan malu bukan hanya orang-orang Quraisy saja, tapi seluruh orang muslim akan merasa malu, mereka yang tidak pergi bersamaku, akan dipertanyakan, bagaimana mungkin mereka mengatakan muslim sedang cucu dari rasulnya mereka tinggalkan dan tidak menolongnya?

  1. Satu Asyuro sudah cukup

Imam-imam yang lain juga punya keberanian, ketakwaan seperti imam Husein tapi mengapa mereka tidak melakukan ini, karena dengan satu kali  kejadian saja sudah cukup, dan tidak perlu lagi pengulangan sampai hari kiamat, mereka hanya bertugas menjaga, merangsang umat untuk memperingatinya. (Baca: Kebaikan Terbesar, Kecintaan Ahlul Bait a.s.)

Para imam setelah Al-Husein telah melaksanakan tugasnya dalam hal ini dengan baik. Riwayat tentang keutamaan memperingati syahadah Al-Husein tidak terhitung jumlahnya. Bagaimana mereka memasuki bulan duka ini, keutamaan menangis terhadap musibah Al-Husein, keutamaan ziarah terhadap beliau dan hal-hal lain yang tidak ditemukan untuk imam yang lainnya.

Dan tentunya para imam sudah berhasil melaksanakan tugas mereka untuk menjadikan Tragedi Karbala selalu membara di hati para pecintanya. Seorang pendeta masehi  ketika pergi ke Karbala bersama seorang muslim, melihat bagaimana pecinta Imam Husein merasa sedih dan emosi yang membara-bara. Dia mengatakan, tragedi ini sudah 14 abad lebih terjadi namun seakan-akan kejadian ini baru terjadi,  ketahuilah jika ini terjadi pada pemimpin masehi, maka seluruh alam akan menjadi masehi, karena untuk  memperbaiki seseorang cukup dengan mengenang, dan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi di Karbala.[*]

Baca: Isu Melaknat Sahabat, Kenapa Mereka Tetap Membela Syiah?


No comments

LEAVE A COMMENT