Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Orang Beriman Menghubungkan Amalnya dengan Yang Mahakuasa

Dengan nama Allah, yang meliputi semua sifat kamaliyah (kesempurnaan); Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang; Yang Mahakuasa atas segala sesuatu dan Maha mengetahui segala sesuatu. Nama suci ini menerangi kalbu dan menghembuskan hawa kejernihan, kekuatan dan semangat.

Hal mengingat rahmat-Nya yang khas dan yang luas, mengibarkan harapan. Mengingat qudrah dan kuasa-Nya, menjadikan hamba berani hadapi segala tantangan. Mengingat ilmu dan penguasaan-Nya akan segala sesuatu, menenangkan hati bahwa tiada yang menyamai Dia.

Bila kita mengawali aktifitas dengan keadaan itu, niscaya akan sampai pada maksud. Semua usaha yang dikerahkan dengan cara itu, akan mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, sebaik-baik permulaan dalam melakukan sesuatu (yang positif) adalah dengan nama Allah. Maka kita mengawalinya dengan bacaan bismillâhirrahmânirrahîm.

Baca: Antara Ulama dan Raja, Penguasa dan Hamba Saleh

Ketika kita menyebut nama-Nya, ar-Rahmân dan ar-Rahîm, keduanya berasal dari kata rahmah. Yang pertama artinya adalah rahmat umum mencakup seluruh makhluk-Nya. Sedangkan kedua adalah rahmat khusus. Jadi, rahmaniyah Dia adalah karunia-Nya bagi kawan dan lawan, bagi kaum yang beriman dan kaum yang ingkar. Tetapi rahimiyah Dia mencurahkan karunia khusus hanya kepada kaum yang beriman di dunia dan di akhirat. Orang-orang yang lalai dan jauh dari Allah swt tidak mendapatkan karunia khusus ini.

Perbedaan dalam Makna

Perbedaan tersebut berdasarkan atas berikut ini:

  1. Rahmân adalah ungkapan berlebihan (shighah mubalaghah; hiperbola), yang mengaitkan makna penekanan yang sarat dan menunjukkan keluasan rahmat-Nya. Kendati menurut sebagian ahli bahasa, bahwa Rahmân dan Rahîm, keduanya adalah sifat mubalaghah atau adalah sifat musyabbahah, dan menurut sebagian lainnya keduanya berbeda, bahwa Rahîm adalah sifat musyabbahah (yang diserupakan dengan isim fail; pelaku). Tetapi semuanya menegaskan bahwa Rahmân memberi arti mubâlaghah yang pesat dan sarat.
  2. Rahîm” adalah sifat musyabbahah yang memberi makna kesinambungan dan ketetapan, dikhususkan bagi kaum yang beriman. Rahmân tidaklah demikian itu.
  3. Rahmân adalah nama khas Allah, tidak berlaku bagi selain Dia. Sedangkan Rahîm bisa diterapkan pada selain Dia. Hal ini menunjukkan bahwa pengertian Rahmân adalah rahmat yang mahaluas (bahwa, kemahaluasan rahmat hanya milik Allah semata).
  4. Sebuah kaidah populer dalam sastra Arab mengatakan: Ziyadatul mabâni tadullu alâ ziyâdatul maâni. Artinya, kata yang hurufnya lebih banyak memunyai pengertian yang lebih besar. Bahwa, Rahmân adalah lima huruf lebih luas pengertiannya dari Rahîm yang empat huruf.
  5. Makna itu didapati dari ayat-ayat Alquran, bahwa Rahmân pada galibnya disebut secara mutlak, tanpa syarat, maka menunjukkan keumuman rahmat Allah. Sedangkan Rahîm disebut secara bersyarat (muqayad).
  6. Imam Shadiq as berkata:
    الرحمن اسم خاص بصفة عامة والرحيم اسم عام بصفة خاصة;
    “Rahman adalah nama khusus bersifat umum, sedangkan Rahîm adalah nama umum bersifat khusus.”
    Kendati demikian dua kata suci ini, yakni kita membedakan antara keduanya dalam makna, tak berarti kita mengabaikan penggunaan keduanya dalam satu makna. Dalam doa Arafah, Imam Husain as mengungkapkan: يا رحمن الدنيا والاخرة ورحيمهما; “Wahai Zat Yang Maha pengasih dan penyayang di dunia dan akhirat..”
    Di dalam kitab “Nafahat al-Qur`an” dikatakan: mungkin (ungkapan yang menyamakan kedua kata) itu adalah pengecualian. Tetapi tidak meniadakan perbedaan antara keduanya.

Baca: Tak Ada Jalan Meraih Tujuan Selain Tunaikan Tugas dan Kewajiban

Dengan Nama-Nya

Alquran yang semua suratnya terkecuali surat at-Taubah- diawali dengan bismillâhirrahmânirrahîm, mengajarkan kita, agar di dalam amal memulainya dengan ayat suci ini. Sekalipun kecil amal itu, bila terhubung dengan Zat Mahasuci, Mahaabadi, yang tiada batas bagi-Nya, menjadi bernilai dan agung karena keagungan-Nya. Sekalipun daya kita lemah, bila terhubung dengan kuasa ilahi, akan mendapati spirit yang baru.

Jibril as pun pada awal bitsah Nabi saw, memulai wahyu samawi yang turun dari Rabbul alamin kepada beliau yang Dia utus sebagai rahmat bagi semesta alam, dengan nama-Nya; iqra` bismi rabbikal ladzî khalaq.. Adalah seruan agar menerapkan cara ini di dalam memulai sesuatu.

Baca: Tuhan, Manusia, Agama dan Budaya

Nabi Nuh as ketika menghadapi badai dan bencana dahsyat yang ditimpakan kepada kaum durjana, dan pada saat bahteranya -yang membawa dan menyelamatkan para pengikutnya- telah siap bergerak, ia berucap: بسم الله مجريها ومرسها (bismillâhi majrêhâ wa mursâhâ). Kemudian ia memuji Allah Yang Maha pengampun lagi Maha penyayang, dalam memohon ampunan dan rahmat-Nya: ان ربي لغفور رحيم.

Di dalam surat nabi Sulaiman as kepada ratu Saba`, setelah beliau dikabari oleh burung Hudhud tentang kaum Saba` yang menyembah berhala, didapati oleh si ratu saat membacanya, kalimat “bismillâhirrahmânirrahîm”. Ia mengatakan:

قالَتْ يا أَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتابٌ كَريمٌ إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمانَ وَ إِنَّهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ أَلاَّ تَعْلُوا عَلَيَّ وَ أْتُوني‏ مُسْلِمينَ
“Ia (Balqis) berkata, “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu berasal dari Sulaiman dan isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang berserah diri (kepada kebenaran). (QS: an-Naml 29-31)

Referensi:
Nafahat al-Qur`an/ Ayatullah Syaikh Makarim Syirazi.


No comments

LEAVE A COMMENT