Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pengaruh dan Ketinggian Sastra Nahjul Balaghah

Nahjul Balaghah merupakan kumpulan khutbah, doa-doa, nasihat, surat-surat, dan hikmah-hikmah singkat terkenal Amirul Mukminin AIi bin Abi Thalib a.s. Kitab ini disusun oleh Sayyid Syarif al-Radhi ra sekitar 1000 tahun silam. Walaupun demikian lamanya waktu yang berjalan tidaklah mengurangi dan menghilangkan kesegaran karya ini, justru kian menambah nilai dan bobot kitab tersebut secara terus menerus di saat sejumlah konsep dan gagasan bermunculan.

Tak syak lagi, ini berkat kefasihan Imam Ali a.s. dalam menyampaikan sejumlah besar khutbahnya sehingga menjadi terkenal. Demikian pula, sejumlah ucapan hikmah filosofis terdengar dari lisannya. la menulis banyak surat. Terutama ketika masa-masa kekhalifahannya, yang dicatat para pengikutnya dan dipelihara dengan penuh perhatian dan antusiasme yang luar biasa.

Sayyid Radhi adalah seorang pengikut setia ucapan-ucapan Imam Ali. Ia seorang ulama, penyair, dan terpelajar. Tentangnya Al-Tsa’alibi (sejawatnya) mengatakan: “Ia merupakan tokoh luar biasa di antara para sejawatnya dan paling mulia di kalangan para sayyid Irak. Dengan mengecualikan keluarga dan keturunannya, ia dihiasi dan diberkati.” (Muhammad Abduh, Syarh Nahj al-Balaghah, hal. 9)

Baca: Makna Iman, Kekafiran, dan Keraguan Menurut Imam Ali a.s.

Karena kecintaan Sayyid Radhi terhadap sastra begitu kuat, dan secara khusus memberi penghormatan terhadap khutbah-khutbah Imam Ali, maka ia amat tertarik untuk menyusun ucapan-ucapan Imam Ali. Ia pun banyak mencurahkan perhatian terhadap bagian-bagian penting dari Nahjul Balaghah tersebut dari sudut pandang sastra. Inilah alasan mengapa ia menamai antologinya dengan Nahjul Balaghah, yang berarti ‘alur kefasihan’.

Aspek Nahjul Balaghah pada sisi keindahan dan kefasihan sastra ini tidak memerlukan kata pengantar bagi pembaca yang memiliki cita rasa sastra yang mampu mengapresiasi keindahan dan   kefasihan bahasa. Pada dasarnya, keindahan merupakan sesuatu yang dirasakan dan dialami dan bukan untuk diuraikan ataupun didefinisikan. Setelah hampir empat belas abad, Nahjul Balaghah tetap mengandung daya tarik, kesegaran, keindahan, dan pesona yang sama bagi pembaca modern.

Pengakuan Kawan dan Lawan atas Kefasihan Imam Ali

Para sahabat Imam Ali as, terutama mereka yang memiliki cita rasa bahasa dan sastra, sangat menghargainya sebagai seorang ahli pidato, Abdullah bin Abbas ra diantaranya. Suatu saat, ketika Imam Ali tengah menyampaikan khutbahnya yang termasyhur disebut khutbah al-Syiqsyiqiyyah dan Ibn Abbas juga hadir. Ketika itu Imam Ali tengah berbicara, seorang awam dari Kufah menyerahkan sepucuk kertas berisikan sejumlah pertanyaan sehingga Imam Ali rnenghentikan khutbahnya. Namun setelah membaca surat tersebut Imam Ali tidak melanjutkan khutbahnya. Lalu Ibnu Abbas mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam atas peristiwa tersebut: “Seumur hidup belum pernah aku begitu bersedih karena terputusnya suatu khutbah seperti yang kualami dalam khutbah ini.”

Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan ucapannya: “Selain pembicaraan Nabi Saw, aku menarik banyak manfaat dari ucapan ini.”

Baca: 30 Petuah Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Mengenai Adab

Bahkan Muawiyah bin Abi Sufyan, musuh bebuyutan paling sengit Imam Ali pun mengakui kefasihannya yang luar biasa. Ketika Muhqin bin Abu Muhqin meninggalkan Imam Ali dan bergabung dengan Muawiyah, untuk menyenangkan Muwiyah yang hatinya penuh dengan benci dan hasud kepada Imam Ali berkata: “Aku telah meninggalkan manusia yang paling tolol dan datang kepadamu.”

Ungkapan keji dari jenis sanjungan yang berlebihan ini begitu jelas sehingga Muawiyah mengecamnya (karena menjilat berlebihan) seraya mengatakan: “Apa katamu? Kau sebut Ali manusia paling tolol? Orang-orang Quraisy sebelumnya tidak mengetahui kefasihan berbicara. Dialah yang mengajari mereka seni kefasihan bicara.”

Pengaruh Khutbah Imam Ali

Bagi mereka yang mendengar pidato Imam Ali dari atas mimbar akan terpengaruh oleh kata-katanya. Khutbah-khutbahnya akan membuat pendengarnya tergoncang hatinya dan meneteskan air mata. Bahkan sekarang, siapa yang bisa mendengar atau membaca khutbah-khutbah Imam Ali tanpa tergoncang hatinya?

Sayyid Radhi setelah meriwayatkan pidato-pidato Imam Ali mengatakan: “Ketika Imam Ali menyampaikan khutbahnya, air mata mengalir dari mata para pendengarnya dan hati-hati tergoncang penuh emosi.”

Baca: Ketika Imam Ali a.s. Menjawab Semua Pertanyaan Pendeta Yahudi

Salah seorang sahabat Imam Ali, Hammam bin Syuraih adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan cinta kepada Allah. Jiwanya dibakar dengan kehidupan spiritual. Sekali waktu, ia memohon Imam Ali untuk melukiskan sifat-sifat orang takwa. Di satu sisi, waktu itu Imam Ali tidak ingin menolak permohonannya dan di sisi lain khawatir bahwa Hammam tidak mampu menahan apa yang Imam Ali katakan. Oleh karena itu, ia menghindar dari permohonan ini dengan hanya memberikan penjelasan alakadarnya ihwal ciri orang yang takwa. Hammam tidak terpuaskan dengan jawaban tersebut. Namun demikian, ini membuat antusiasmenya makin bertambah dan ia meminta Imam Ali untuk menjelaskan lebih jauh perihal sifat orang takwa.

Imam Ali memulai khutbah terkenalnya itu dan memaparkan sifat-sifat muttaqin tersebut. Sekitar 105 sifat yang dilukiskan Imam Ali mengenai sifat orang yang bertakwa dan ia ingin Imam Ali terus menggambarkan lebih jauh. Namun begitu kata-kata Imam mengalir deras, Hammam terbawa pada puncak kebahagiaan. Hatinya bergetar, ruhnya melayang kepada batas emosi yang sangat jauh. Hasratnya melambung bagaikan burung yang gelisah yang mencoba keluar dari sarangnya. Tiba-tiba, terdengar tangisan yang menyayat dan orang-orang saling menengok ke kiri dan kanan mencari sumber tangisan yang tidak ada orang lain selain Hammam sendiri. Mereka mendapatkan jiwanya telah terbang dari bumi memasuki alam baka. Ketika ini terjadi Imam Ali berkata dengan nada pujian sekaligus sesal: “Sungguh, demi Allah, sejak pertama aku sudah khawatir hal ini akan terjadi atasnya. Beginikah akibat yang ditimbulkan oleh nasihat-nasihat yang mendalam pada hati nan rawan.”

Ibn Abi al-Hadid mengutip dari Abdul Hamid al-Khatib, tokoh besar prosa Arab yang hidup pada paruh pertama abad ke-2 Hijriah mengatakan: “Saya mempelajari sungguh-sungguh tujuh puluh khutbah Ali, dan sejak itu pikiran saya senantiasa terlimpahi [dengan inspirasi].”

AIi al-Jundi juga meriwayatkan bahwa ketika Abdul Hamid ditanya tentang apakah yang paling membantunya dalam mencapai kefasihan sastra, ia menjawab: “Mengingat khutbah-khutbah orang botak (kata ini keluar dengan celaan lantaran keterikatan Abdul Hamid dengan pengadilan Umayyah).

Baca: Ungkapan Imam Ali Soal Kematian: Ringankanlah Diri Kalian, Niscaya Kalian Kelak Menyusul

Dalam periode sejarah Islam, nama Abdul Rahman bin Nubatah termasyhur karena retorikanya di kalangan bangsa Arab. Ia mengakui bahwa prestasi intelektual dan artistiknya berutang pada Imam Ali. Ibn Abi al-Hadid mengutipnya dengan mengatakan: “Saya memasukkan sekitar seratus buah khutbah Imam Ali. Sejak itu, ia berpesan padaku sebagai harta karun abadi [dari inspirasi].

*Dikutip dari buku Tema-tema Pokok Nahjul Balaghah karya Ayatullah Murtadha Muthahhari


No comments

LEAVE A COMMENT