Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Penjelasan Alquran tentang Penciptaan Manusia Pertama

Telaah atas ayat-ayat Alquran yang membicarakan tentang penciptaan manusia, menyuguhkan kesimpulan bahwa generasi manusia yang ada sampai sekarang ini berasal dari satu sosok bernama Adam. Penciptaan Adam sendiri merupakan sebuah pengecualian; dia berasal dari tanah. Di antara ayat-ayat Alquran yang mengemukakan persoalan penciptaan manusia di muka bumi adalah di bawah ini, yang secara jelas menunjukkan bahwa generasi sekarang ini berujung pangkal pada Adam dan istrinya Hawa.

“Hai sekalian manusia, bertakwa kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, dan dari keduanya Dia memperkembang-biakkan lelaki dan perempuan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 1)

Pada ayat suci ini, secara tegas dikemukakan bahwa penciptaan semua manusia berasal dari sosok manusia. Pengertian yang sama juga terdapat dalam sejumlah ayat lainnya, seperti, QS. al­A’raf: 189; QS. al-An’am: 98; dan QS. az-Zumar: 6.

“Dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati yang hina.” (QS. as-Sajdah 7-8)

Baca: Manusia dan Taklifnya

Pada ayat suci ini pun dijelaskan bahwa manusia awal yang diciptakan berasal dari tanah sementara generasi manusia selanjutnya diciptakan dari saripati air yang hina (air mani). Ayat suci ini, bila disandingkan dengan ayat suci yang menjelaskan penciptaan Adam (sebagai manusia pertama) dari tanah, akan menyuguhkan kesimpulan bahwa generasi manusia hingga sekarang ini berasal dari satu sosok manusia (Adam).

“Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga.”

Ayat suci ini juga secara jelas menerangkan bahwa Adam dan Hawa adalah ayah dan ibu generasi manusia setelahnya. Pengecualian dalam penciptaan Adam, yakni dari tanah, juga dijelaskan dalam banyak ayat Alquran.

Dalam berbagai sumber acuan riwayat, tafsir, dan sejarah disebutkan bahwa setelah Islam relatif tersebar, orang-orang Nasrani Najran mengutus wakil-wakilnya ke Madinah untuk berdialog dan berdiskusi dengan Rasulullah Saw. Sesampainya di masjid Madinah, pertama-tama mereka melakukan ibadahnya, setelah itu memulai diskusi dengan Rasulullah Saw. Wakil Nasrani bertanya, “Siapa bapaknya Musa?” Rasulullah, “Imran.”

Kemudian pertanyaan Nasrani sampai kepada Nabi Isa. Saat itu Rasulullah Saw terdiam. Lalu turunlah ayat ini:  “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa a.s. di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia (QS. Ali Imran: 59)” [Muhammad Baqir Majlisi, Bihr al-Anwar, 21/344]

Orang-orang Nasrani itu berkata, “Karena Isa tidak memiliki ayah seorang manusia, maka Tuhan-lah ayahnya.” Ayat di atas diwahyukan dalam upaya menepis keraguan tersebut. Kandungan ayat tersebut adalah; apakah kau tidak meyakini bahwa Adam tidak memiliki seorang ayah? Seperti itulah Isa. Sebagaimana Adam tidak memiliki ayah dan kau meyakini dia bukan anak Tuhan, Isa juga tidak memiliki seorang ayah. Hanya berkat perintah Allah-lah dia diciptakan [tanpa ayah].

Dengan memerhatikan poin yang telah disebutkan sebelumnya, bila kita membayangkan bahwa Adam lahir dari kondisi tengah-tengah, yakni antara tanah dan manusia -misalnya berasal dari manusia yang tidak berakal- maka argumentasi ini tidak dapat disebut sebagai sempurna. Karena orang-orang Nasrani Najran dapat mengatakan, “Adam berasal dari air mani seekor binatang, sementara Isa tidak.” Apabila kita menganggap argumentasi ini sebagai sempurna sebagaimana adanya, terpaksa kita harus menerima anggapan bahwa Adam tidak lahir dari keturunan makhluk hidup apa pun.

“Dan Dia memulai penciptaan manusia dari tanah kemudian Dia jadikan keturunannya dari saripati air yang hina.” (QS as-Sajdah: 7-8)

Ayat pertama dari kedua ayat tersebut menyoroti peristiwa penciptaan Adam dari tanah. Sementara ayat kedua membicarakan penciptaan keturunan Adam dari air yang hina. Perbedaan penciptaan antara Adam dan keturunannya yang berasal dari air hina menunjukkan bahwa penciptaan Adam merupakan pengecualian. Bila tidak, perbedaan tersebut akan sia-sia belaka. Dalam banyak ayat dijelaskan kisah penciptaan Adam dari tanah, tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses tersebut, ruh yang ditiupkan kepadanya, perintah Allah Swt kepada malaikat untuk bersujud kepadanya, serta pengingkaran setan atas perintah tersebut.

Baca: Doa, Sarana Manusia Berbincang dengan Tuhannya

Di antaranya adalah ayat yang berbunyi: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya, ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.’” (QS. al-Hijr: 28-29)

Jelas bahwa tidak semua manusia secara langsung diciptakan dari tanah kering dengan proses yang telah disebutkan dalam ayat di atas dan malaikat tidak bersujud kepada semua manusia. Bahkan semua peristiwa tersebut hanya khusus bagi manusia pertama, yakni Adam yang memiliki pengecualian karena diciptakan dari tanah.

Patut pula disebutkan bahwa ayat- ayat yang menjelaskan tentang penciptaan Adam sangat bermacam-macam. Dan dikarenakan penciptaannya memiliki beberapa tahapan, dalam beberapa ayat, seperti ayat ke-59 surat Ali Imran yang menyebutkan bahwa tahapan penciptaan Adam adalah tanah, dan pada ayat lainnya, seperti: ayat ke-2 surat al-An’am, ayat ke-11 surah ash-Shafat, ayat ke-26 surat al-Hijr, dan ayat ke-14 surat ar-Rahman, menyebutkan satu atau beberapa tahapan; sebagaimana dalam sebagian ayat seperti ayat ke-7 dan ke-8 surah as-Sajdah, yang selain menjelaskan penciptaan Adam dari tanah, juga menjelaskan penciptaan anak keturunan Adam.

*Disarikan dari buku Horison Manusia – Dr. Mahmud Rajabi

No comments

LEAVE A COMMENT