وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ * أُوْلَـئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”[1]
إِلاَّ مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَات وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيما.
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[2]
Baca: Munajat Taubat
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ * وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ * وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ العَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ * أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَى علَى مَا فَرَّطتُ فِي جَنبِ اللَّهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ * أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ.
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ),’ atau supaya jangan ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.’ Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab ‘Kalau sekiranya aku dapat kemnbali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik.’”[3]
Dalam al-Quran al-Karim masih banyak lagi ayat tentang taubat, namun empat ayat tersebut dipilih untuk dikutip di sini karena terdapat beberapa poin sebagai berikut;
Baca: Bencana Beruntun dan Keputusan Tuhan
Pada ayat pertama Allah SWT telah mewajibkan DiriNya untuk menerima taubat seorang hamba yang berdosa. Allah berfirman, “Sesungguhnya (menerima) taubat adalah kewajiban bagi Allah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera…” Kata ‘alā dalam ayat ini mengandung arti kewajiban. Secara rasional Allah SWT tidak berkeharusan menerima taubat, karena seorang pemaksiat setelah menyalahi tatanan ubudiyyah justru sudah selayaknya dihukum, dan taubatpun tidak lantas menghapus kelayakan ini. Namun, karena rahmat Allah sedemikian besar dan luas, maka ayat ini memperlihatkan betapa Allah berjanji dan “mewajibkan kepada DiriNya” untuk menerima taubat hambaNya sehingga hamba pendosa itu seolah-olah memilik hak atas Allah dan seakan dapat menuntut ampunan, kasih sayang, dan penerimaan atas taubatnya.
Selain karena keluasan rahmat Allah SWT yang akan menampak pada hari kiamat sehingga iblispun bahkan tamak untuk mendapatkannya[4], bisa jadi juga karena ancaman balasan siksa bagi dosa hamba ditujukan bukan untuk melampiaskan dendam – Maha Suci Allah dari sifat demikian- melainkan untuk mencegahnya dari keterjerumusan dalam kehinaan, kenistaan dan kebinasaan serta mendorongnya agar bertazkiyah dan menggapai kesempurnaan ruhani sesuai kapasitasnya.
Baca: Jalinan Ruh Suci Imam Husein a.s. dengan Allah Kekasihnya Lewat Lantunan Doa
Dengan demikian, ketika seseorang bertaubat maka dia dapat membersihkan jiwanya, kembali kepada kebajikan, dan mulai menapak tangga kesempurnaan sehingga tercapailah tujuan di balik ancaman siksa, yaitu tertuntunnya hamba kepada jalan yang lurus.
Berkenaan dengan ayat kedua, yaitu “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka ..,” terdapat riwayat bahwa Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;
“Ketika ayat ini turun, iblis naik ke sebuah gunung Tsur di Mekkah lalu menjerit dengan suara sekencang mungkin memanggil para ifritnya sehingga mereka lantas berkumpul dan bertanya, ‘Mengapa engkau memanggil kami, Tuan?’ Iblis berkata, ‘Ayat ini turun maka siapa yang dapat berbuat berkenaan dengannya?’ Ifrit di antara syaitan berkata, ‘Saya yang akan berbuat, dengan begini dan begini.’ Iblis berkata, ‘Kami tidak bisa berbuat berkenaan dengannya.’
Baca: Cara Simpel Muhasabah Diri ala Ahlulbait Nabi
“Satu lagi di antara para syaitan berkata hal yang sama, tapi Iblispun juga berkata, ‘Kami tidak bisa berbuat berkenaan dengannya.’ Syaitan pembisik nan tersembunyi berkata, ‘Aku yang akan berbuat.’ Iblis bertanya, ‘Dengan apa?’ Dia menjawab, ‘Aku akan menebar janji dan angan-angan kepada mereka (manusia) agar mereka terjerumus pada kesalahan, dan ketika mereka terjerumus pada kesalahan maka aku akan membuat mereka lupa beristighfar.’ Iblis berkata, ‘Kamulah yang berbuat.’ Iblis lantas menyerahkan tugas itu kepadanya sampai hari kiamat.”[5]
(Bersambung)
[1] QS. Ali Imran [3]: 135 – 136.
[2] QS. al-Furqan []: 70.
[3] QS. Al-Zumar [39]: 53-57.
[4] Lihat Bihar al-Anwar, jilid 7, hal. 287, Bab 14 dalam Kitab al-Adl wa al-Mi’ad, Hadis 1.
[5] Lihat Tafsir al-Burhan, jilid 1, hal. 361.