Alasan utama membahas soal kenabian di sini ialah untuk membuktikan adanya sarana pengetahuan selain indra dan akal. Yaitu wahyu yang terjamin dari kekeliruan, yang memberikan pengetahuan bagi manusia tentang hakikat dirinya dan jalan lurus yang harus dia tempuh, untuk mencapai kesempurnaannya. (Baca sebelumnya: Urgensi Wahyu-1)
Mengenai hakikat wahyu, hanya para utusan Allah lah yang mengetahuinya. Namun demikian, realitasnya dapat diketahui oleh manusia biasa melalui tanda-tandanya yang nyata, yang ditunjukkan oleh seorang rasul kepada umatnya.
Jika ia dapat buktikan kebenaran klaimnya sebagai utusan Allah, maka tak ada alasan bagi umatnya untuk menolak. Mereka harus mengikuti petunjuk dan melaksanakan ajaran-ajarannya. Karena dengan demikian, mereka akan mencapai tujuan itu. Dalam rangka inilah kenabian dalam arti bahwa Allah Yang Maha bijaksana mengutus para rasul-Nya.
Mengukur Kadar Pengetahuan Manusia
Manusia tanpa pengetahuan tentang asal muasal keberadaannya (mabda`) dan akhir perjalanan hidupnya (ma’ad), tidak memungkinkan baginya untuk mengetahui jalan hidupnya yang benar dalam semua aspek kehidupan. Seperti mengenai hubungan antar sesama, bahkan terhadap seluruh makhluk, seperti apakah bentuk jalinan yang benar dan apa dampak dari macam-macam hubungan di antara mereka bagi kehidupan mereka. (Baca: Seorang Imam juga Berpengetahuan Ghaib)
Kadar manfaat dan madharat atau tingkat maslahat dan mafsadatnya juga perlu dipertimbangkan, untuk dapat menentukan tugas masing-masing mereka yang berbeda secara fisik dan kejiwaan. Mereka pun hidup di dalam kondisi alam dan sosial yang berbeda-beda. Pengetahuan tentang semua ini, kendati teramat banyak pakar di berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia, mereka kesulitan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
Jika diperhatikan, sistem hukum di sepanjang sejarah selalu berubah. Sampai saat inipun para pakar hukum yang sibuk dalam pengkajian terkait, tidak mencapai sebuah sistem hukum yang benar, sempurna dan komprehensif. Undang-undang yang mereka rancang, ada saja kekurangan di dalamnya, sehingga perlu direvisi dengan pengurangan atau penambahan pasal, atau memberi catatan baginya.
Tujuan-tujuan Kenabian
Jadi, di samping falsafah penciptaan manusia itu, kenabian dalam arti pengutusan rasul, yang merupakan perbuatan Allah swt dan bentuk bimbingan-Nya, memiliki tujuan-tujuan sebagaimana dijelaskan di dalam Alquran sebagai berikut:
1-QS: an-Nahl 36; “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu.”. Yakni, untuk mengokohkan pilar-pilar tauhid dan membasmi segala bentuk penyimpangan. (Baca: Tauhid dalam Penjelasan Imam Khomeini -1)
2-QS: al-Jumu’ah 2; “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah..” Ialah untuk memahamkan risalah ilahiah kepada umatnya dan menunjuki mereka jalan penyucian diri.
3-QS: al-Hadid 25; Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia bertindak adil. Yaitu, menegakkan keadilan di tengah masyarakat.
4-QS: al-Baqarah 213; “Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” Yakni pemutusan perkara yang diperselisihkan oleh antara manusia.
5- QS; an-Nisa 165; “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah pengutusan para rasul itu.” Ialah untuk menuntaskan hujjah. (Baca: Hujjah Kebangkitan Imam Husein Melawan Kezaliman Yazid dan Bani Umayah)
Kondisi-kondisi Umat Manusia di Sepanjang Sejarah
Dapat dilihat di dalam ayat-ayat tersebut bagaimana sekiranya umat manusia tanpa kenabian, yang berarti lepas dari bimbingan Allah swt. Mereka akan tetap dalam kondisi-kondisi kegelapan, di antaranya:
1-Jika kita merujuk sejarah manusia, kendati keberagamaan merupakan fitrah manusia, tetapi dengan mudah mereka menjadi kaum penyembah berhala dan pendukung thogut. Maka, Allah swt mengutus rasul-Nya di tengah mereka, untuk menunjuki jalan kesempurnaan yang dikehendaki Allah bagi mereka, di samping terdapat jalan lain yang menyimpang, yaitu jalan kesesatan yang mereka tempuh itu.
Sebagaimana firman Allah: “meskipun mereka sebelum itu benar-benar terjerumus dalam jurang kesesatan yang nyata.” (QS: al-Jumu’ah 2)
“Lalu di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang telah dijerat oleh kesesatan. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).” (QS: an-Nahl 36)
2-Ketika mereka menjadi sebuah masyarakat dan memasuki kehidupan sosial yang lebih luas, terjadi perselisihan di antara mereka yang tak terelakkan dan tak berkesudahan. (Baca: Ahlul Bait, Pengawal Umat)
Kemudian datang ke tengah mereka para utusan Allah dengan membawa risalah-Nya yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan memuat hukum yang adil, serta mampu memberikan keputusan tentang perkara yang mereka perselisihkan. Allah berfirman:
“Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS: al-Baqarah 213)
Dengan demikian, menjadi jelas betapa penting peran wahyu dan risalah ilahiah yang dibawa para rasul, di samping pengetahuan manusia dengan akalnya di dalam kehidupan mereka.[*]
Baca: Urgensi Taqlid